Perppu No 1 Tahun 2016 dan Optimalisasi Perlindungan Anak

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Advertisements

Latar Belakang Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang.
KDRT Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
KD 1. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
Penanganan korban dalam Kasus-Kasus Pilihan oleh LPSK
TINDAK PIDANA KHUSUS “PERDAGANGAN ORANG”
Uu-ite-2008 Republic of Indonesia.
Draft Pedoman konsultasi RAPERDA PA: Mar 2012
Sanksi Pidana dalam UU No
Gaya Khas Hukum Ari Wibowo, SHI., SH., MH.
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.
Oleh : Millisa Chusnul Eka Safitri H
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM REGULASI
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK
UNDANG – UNDANG ITE DI INDONESIA
Pilkada serentak: Peluang dan tantangan
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
KASI INTELIJEN KEJAKSAAN NEGERI AGAM
Advokasi Hukum bagi Penyelenggara Pemerintahan dan Masyarakat
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
PENGATURAN POLITIK UANG DALAM UU PILKADA
TUGAS DAN FUNGSI SERTA PENGUATAN SUBSTANSI PENELITIAN HUKUM DI WILAYAH Oleh: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Disampaikan pada: Rapat.
LBH BALI WCC ( LEMBAGA BANTUAN HUKUM BALI WOMEN CRISIS CENTER )
VISUM et REPERTUM.
PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK
KULIAH KE-15 PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Drs. AGUS ANDRIANTO, S.H. PERAN POLDA DALAM PENEGAKKAN HUKUM
TUJUAN PENGATURAN PENYELENGGARAAN PONDOKAN
Etika Profesi – Fasilkom Udinus Defri Kurniawan, M.Kom
Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat 2016
DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Kuliah ke – 5 & 6 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
TINDAK PIDANA PERPAJAKAN
Aspek Hukum Kesehatan Kerja
Pencegahan Perkawinan
KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
dalam Sistem Peradilan Pidana
Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana
Macam-macam Delik.
KULIAH KE – 8 PEMERIKSAAN PAJAK
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA DI KALANGAN REMAJA
Oleh : Leha silfiana ( ) Eva nurmalia ( )
Dimodifikasi dari bahan kuliah Fully H. R, FHUI
PERLINDUNGAN ANAK DIDIK DARI KEKERASAN DI SEKOLAH
UNIT PPA SAT RESKRIM POLRES KOTA DEPOK 31 MEI 2011.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK MENURUT QANUN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM BAGI HAK-HAK ANAK DI ACEH.
MANAJEMEN SAMPAH DAN SANKSI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP
Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TPPO) disampaikan oleh : MARLINA INDRIANINGRUM, SKM,M.kes DISPERMADES P3a KABUPATEN KEBUMEN.
PERLINDUNGAN ANAK Deasy Natalia Paruntu
PELANGGARAN HAM Kasus Pencabulan Anak Di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
KELOMPOK 6 APAKAH MEROKOK MELANGGAR HAM? DISUSUN OLEH:FITRAH REZEKI BAGAS NOVKA M TAQWALLAH RISKIAN MUHAMMAD ADLI APAKAH MEROKOK MELANGGAR HAM? DISUSUN.
PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.  KDRT adalah salah satu bentuk kekerasan berdasar asumsi yang bias gender tentang relasi laki-laki dan perempuan,  KDRT.
UNDANG UNDANG KESEHATAN
DASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA; UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP APARATUR PEMERINTAH DAERAH DARI JERATAN PIDANA MELALUI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO 48 TAHUN 2016 Drs. TRI YUWONO, M.Si.
Mengenali hak anak dalam KHA (Kovensi Hak Anak. Harapan yang ingin di capai Peserta dapat mengenali dan memahami hak- hak anak yang terkandung di dalam.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah 6 Maret 2019
Konsep gender Dalam kesehatan Reproduksi perempuan
Legal Aspek Tenaga Kesehatan
PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 35 TAHUN 2014 UPAYA Oleh: MARCIANA D. JONE, S.H KEPALA DIVISI PELAYANAN HUKUM & HAM KANWIL KEMENTERIAN HUKUM & HAM SULAWESI UTARA.
Transcript presentasi:

Perppu No 1 Tahun 2016 dan Optimalisasi Perlindungan Anak Dr. Asrorun Niam Sholeh, MA Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia

PENDAHULUAN Kejahatan seksual merupakan kejahatan serius; berdampak bagi korban, baik fisik, Pskis: maupun sosial Pengungkapan kejahatan seksual sulit; Faktor pembuktian formal keluarga korban tak menghendaki pelaporan, malu, tak yakin dg proses hukum, faktor akses, dll. Norma hukum lemah, perspektif APH belum sama; seringkali korban diminta menghadirkan saksi fakta

Faktor Pemicu Maraknya Kejahatan Seksual Pertama, rentannya ketahanan keluarga yang berujung pada permisifitas dalam pengasuhan Kedua, mudahnya akses terhadap materi pornografi yang menginspirasi seseorang melakukan kejahatan seksual. Ketiga, kecenderungan korban kejahatan seksual yang tak tertangani dan mendapat rehabilitasi; berpotensi melakukan kejahatan yang sama. Keempat, norma hukum yang ada belum memberikan efek jera dan efek cegah.

Pergeseran “Term” Kejahatan Kekerasan Pencabulan

Gagasan Besar KSA: Serius Intervensi Serius Optimalisasi Sistem Perlindungan Anak (Norma, SDM, Kelembagaan, Mekanisme, Layanan, Rehabilitasi, dll)

Justifikasi Pemberatan Hukuman Bagi Pelaku Beberapa profil pelaku kejahatan seksual adalah “RESIDIVIS”, bukan pertama kali melakukan tindak kejahatan Pelaku kejahatan seksual, tak semua dapat diintervensi dg penyadaran dan jalur pemasyarakatan: sebagian pelaku “orang sakit”. Norma yang ada belum memberikan efek jera dan efek cegah Indonesia mengenal mazhab HAM “pembatasan’. Kejahatan Seksual Thd Anak  Kejahatan Luar Biasa Hukum Indonesia masih mengakui hukuman mati Beberapa negara lain telah melakukan pengaturan kebiri

Aturan Yang Ada Sanksi Hukum Sebelum Diterbitkannya Perppu No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Hukuman Belum menjerakan karena pelaku dihukum maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Lima Miliar Rupiah (Pasal 81 UU No 35 tahun 2014) Pada Kenyataannya, tidak semua kasus anak, dengan pelaku orang dewasa, dihukum maksimal. Contohnya kasus: Kasus Sony Sandra (Kediri) yang divonis 9 tahun penjara padahal telah mencabuli 58 anak.

Langkah Perbaikan Regulasi 2014 adalah kasus tertinggi pelanggaran hak anak dalam lima tahun Juni 2014, Presiden mencanangkan Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Anak (GN AKSA), melalui Inpres No 5 Tahun 2014 yang menjadi landasan kerja Kementerian, Polri dan Kejaksaan dan Lembaga Negara untuk mewujudkan penyelenggaraan perlindungan anak Oktober 2014 disahkan UU 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 ttg Perlindungan Anak Januari 2015 KPAI melaporkan pentingnya mekanisme pencegahan dari hulu dan pemberatan hukum bagi pelaku KSA, dan disepakati dalam rapat terbatas, penerbitan perppu dengan kebiri menjadi salah satunya Mei 2015, Perppu diterbitkan

Pemberatan Pidana dalam Perppu No 1 Tahun 2016 Ancaman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun Ancaman hukuman seumur hidup dan hukuman mati pun masuk ke pemberatan pidana. Tambahan pidana alternatif yang diatur ialah pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik

Perubahan Pasal dalam Perppu No 1 Tahun 2016 Perppu ini mengubah dua pasal (pasal 81 dan 82) serta menambah pasal (pasal 81A) dari UU sebelumnya yakni: Pasal 81  Pidana Mati, penjara 10-20 tahun, pengumuman identitas, kebiri kimiawi dan pemasangan chip. Pasal 81A  Kebiri Kimiawi dan pemasangan Chip paling lama dua tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok. Pelaksanaan kebiri disertai rehabilitasi. Di bawah pengawasan Kementerian Hukum, Sosial dan Kesehatan Pasal 82 Tambahan 1/3 hukuman bagi pelaku orang dekat dengan korban anak, residivis dan korban meninggal dunia ataupun luka berat dan gangguan jiwa

Beberapa Kasus Kekerasan Seksual Anak yang Menyedot Perhatian Publik Pembunuhan Engeline di Bali pada Mei 2015 Kasus Kekerasan Seksual Anak di JIS April 2014 Pembunuhan dan Perkosaan PNF di Kalideres pada Oktober 2015 Pembunuhan dan Perkosaan Y di Bengkulu pada Mei 2016 Pencabulan 58 ABG di Kediri dengan Pelaku Sony Sandra pada Mei 2016. Pencabulan ABG dengan pelaku Emon di Sukabumi

Kontroversi Hukuman Kebiri Kelompok Pro Perppu Beralasan: Kejahatan Seksual Anak Masuk dalam Extraordinary Crime Dibutuhkan Upaya Hukum untuk membuat efek jera Hukuman kebiri sebagai “Jalan Tengah” di samping kontroversi hukuman mati Sejumlah negara menerapkan hukuman kastrasi (kebiri) seperti: Rusia, Malaysia, Polandia, Negara Bagian Amerika dan Korea Selatan Kelompok Anti Perppu Beralasan: Kebiri Melanggar HAM Pidana Tambahan tidak boleh melebihi pidana pokok Dari aspek kesehatan dan psikologi, kebiri tidak menjamin pelaku tidak mengulangi perbuatannya Kebiri tidak dikenal dalam perundang-undangan hukum Indonesia

Tren Kenaikan Kasus Kekerasan Seksual Anak Tahun 2011 ada 2.178 kasus Tahun 2012 ada 3.512 kasus Tahun 2013 ada 4.311 kasus Tahun 2014 ada 5.066 kasus

Lokus kekerasan pada anak : Lingkungan Keluarga Lingkungan Sekolah Lingkungan Masyarakat

Lima Pilar Perlindungan Anak Orangtua : Ayah & Ibu Keluarga : Paman, Bibi, Kakek, Nenek atau Saudara Terdekat Masyarakat : RT, RW, Kelurahan & Seterusnya Pemerintah : Eksekutif Negara : Eksekutif, Legislatif & Yudikatif

ISI PERPPU

1. Ketentuan Pasal 81 diubah : (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).  (catatan: Pasal 76D dalam UU 23/2004 berbunyi "Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.")  (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D 

Pasal 81 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling   (5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.  (6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.  (7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.  (8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.  (9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Pasal 81A (1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.  (2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.  (3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.  (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 82 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Catatan: Bunyi pasal 76E dalam UU 23/2004 berbunyi" Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul." )  (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  (3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.

Pasal 82 (4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  (5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.  (6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan cip.  (7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama- sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.  (8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Pasal 82 A (1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.  (2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.  (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.