BANDUNG LAUTAN API
PETA KONSEP BANDUNG LAUTAN API LATAR BELAKANG TERJADINYA BANDUNG LAUTAN API ULTIMATUM SEKUTU 21 NOVEMBER 1945 ULTIMATUM TANGGAL 23 MARET 1946 PENGOSONGAN BANDUNG
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
APA YG MELATAR BELAKANGINYA ??? Pada 12 Oktober 1945,tentara sekutu pimpinan Brigadir McDonald memasuki kota bandung. Tentara sekutu bersama tentara NICA menduduki dan menguasai kantor-kantor penting. Di Gedung DENIS, Jalan Braga terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Gedung DENIS
ULTIMATUM PERTAMA Pada 21 November 1945, McDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat Mr Datuk Djamin
ISI ULTIMATUM PERTAMA “Bagian utara kota Bandung harus dikosongkan dan juga menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara jepang oleh pihak indonesia selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945”
Namun ancaman itu tidak digubris oleh para pejuang indonesia Namun ancaman itu tidak digubris oleh para pejuang indonesia. Malam 24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan ke markas sekutu di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger. Sejak saat itu sering terjadi bentrokan senjata antara TKR dengan tentara sekutu. Kota bandung terbagi menjadi dua, Bandung Utara dan Bandung Selatan. Oleh karena persenjataan yang tidak memadai pasukan TKR tidak dapat mempertahankan Bandung Utara dan akhirnya dikuasai sekutu.
ULTIMATUM KEDUA Pada 23 Maret 1946,tentara sekutu mengeluarkan Ultimatum kedua yang isinya : “Menuntut agar semua masyarakat dan para pejuang TRI mengosongkan bagian selatan kota bandung paling lambat malam hari tanggal 24 Maret 1946” Perlu diketahui sejak 24 Januari 1946, TKR telah berubah namanya menjadi TRI.
SURAT PERINTAH Lalu muncul surat perintah dari Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Jendral Soedirman. JENDRAL SOEDIRMAN AMIR SYARIFUDIN
SURAT PERINTAH DARI PERDANA MENTERI Bahwa para pejuang / pasukan RI harus mundur dari kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu yang saat itu sedang berlangsung di Jakarta
SURAT PERINTAH DARI JENDRAL SOEDIRMAN Bahwa para pejuang/pasukan RI harus mempertahankan Kota Bandung sampai titik darah penghabisan
RAPAT MUSYAWARAH MMAJELIS PERSATUAN PERJUANGAN PARIANGAN (MP3) Menghadapi dua perintah yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret 1946 pukul 10.00 WIB, para petinggi TRI mengadakan rapat. Rapat ini dihadiri para pemimpin pasukan Komandan Divisi III Kolonel Nasution, Komandan Resimen 8 Letkol Omon Abdurrahman, Komandan Batalyon I Mayor Abdurrahman, Komandan Batalyon II Mayor Sumarsono, Komandan Batalyon III Mayor Ahmad Wiranatakusumah, Ketua MP3 Letkol Soetoko, Komandan Polisi Tentara Rukana, dan perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang Bandung.
Mereka sepakat untuk mematuhi perintah dari pemerintah pusat Mereka sepakat untuk mematuhi perintah dari pemerintah pusat. Namun,mereka tidak mau menyerahkan bagian selatan kota bandung itu secara utuh kepada musuh. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di Bandung, Nasution akhirnya memutuskan untuk mentaati keputusan pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin, di antaranya TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi atau bumi hangus, hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh. Lalu rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI. Selama pengungsian, TRI dan pejuang akan melakukan perlawanan dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan yang dikuasai musuh.
Rakyat diungsikan keluar kota bandung Rakyat diungsikan keluar kota bandung. Para anggota TRI dengan berat hati meninggalkan bandung selatan. Sebelum ditinggalkan, Bandung Selatan dibumihanguskan oleh para pejuang dan anggota TRI dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung Selatan sebagai markas strategis militer. Walaupun demikian,pertempuran tetap berlangsung. Anggota TRI dan pemuda menggunakan taktik perang gerilya. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, Bandung Selatan, di mana terdapat Gudang Amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua pejuang BRI (Barisan Rakjat Indonesia) ikut berperang untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua pejuang tersebut di dalamnya. Rangkaian peristiwa ini terjadi pada Malam hari tanggal 24 Maret 1946.
ASAL MULA ISTILAH “BANDUNG LAUTAN API” Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
ASAL USUL “HALO-HALO BANDUNG” Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagu perjuangan pada saat itu. NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat melalui Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janjinya akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
VIDEO
MEDAN AREA
LATAR BELAKANG Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih. Insiden ini terjadi di hotel di Jalan bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (Pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lecana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya, terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area” di sudut-sudut pinggiran Kota Medan.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya : Melarang rakyat membawa senjata Semua senjata harus diserahkan kepada pasukan Sekutu Karena ultimatumnya tidak dihiraukan oleh rakyat Medan, Pasukan Sekutu mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota Medan dan sekitarnya. Serangan Sekutu ini dihadapi dengan gagah berani oleh pejuang RI dibawah koordinasi kolonel Ahmad Tahir
KRONOLOGI PERTEMPURAN Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.
Pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Menanggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad tahir (seorang mantan perwira tentara sukarela) membentuk barisan Pemuda Indonesia. Mereka mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan tentara Jepang.
MR. TEUKU MOH HASSAN
Pada tanggal 9 Oktober 1945 Pasukan Inggris dibawah pimpinan Brig Pada tanggal 9 Oktober 1945 Pasukan Inggris dibawah pimpinan Brig.Jendral T.E.D Kelly mulai mendarat di Medan (Sumatra Utara). Tentara NICA yang telah dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan ikut membonceng pasukan inggris , mereka menduduki beberapa hotel di Medan.
BRIG.JENDRAL. T.E.D KELLY
Pasukan Inggris bertugas untuk membebaskan tentara Belanda yang ditawan Jepang. Para tawanan dari daerah Rantau Prapat,Pematang Siantar, dan Brastagi dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Moh.Hasan. Setelah dibebaskan kelompok tawanan itu dibentuk menjadi “Medan Batalyon KNIL “ .
Pasukan KNIL Belanda
Tentara Keamanan Rakyat Pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sumatera Timur. Anggotanya para pemuda bekas Giyugun dan Heiho Sumatera Timur yang dipimpin oleh Ahmad Tahir. Tentara Keamanan Rakyat
Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan. Seorang anggota NICA menginjak-injak bendera merah putih yang dirampas dari seorang pemuda. Pemuda-pemuda Indonesia marah. Hotel tersebut dikepung dan diserang oleh para pemuda dan TRI (Tentara Republik Indonesia). Terjadilah pertempuran. Dalam peristiwa itu banyak pasukan NICA terluka. Peperangan pun menjalar ke Pematang Siantar dan Brastagi.
Masih pada bulan yang sama pasukan sekutu Inggris mengultimatum para pemuda dan rakyat dikota Medan agar menyerahkan senjatanya pada sekutu dan yang tidak melakukannya maka ditembak mati. Tetapi ultimatum tersebut tidak dihiraukan rakyat. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan.
Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan ini terus mengadakan serangan terhadap Sekutu hampir di seluruh wilayah Sumatera antara lain di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.
Akhir Pertempuran Medan Area berakhir pada 15 Februari 1947 setelah ada perintah dari Komite Teknik Gencatan Senjata untuk menghentikan kontak senjata Sesudah itu Panitia Teknik genjatan senjata melakukan perundingan pada tanggal 10 Maret 1947 untuk menetapkan garis-garis demarkasi yang definitif untuk Medan Area. Pada tanggal 14 Maret 1947 dimulailah pemasangan patok-patok pada garis demarkasi itu.
SAKSI BISU MEDAN AREA