PENDEKATAN DALAM ANALISA PEMERINTAHAN METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN
Body of Knowledge Government Science ILMU Direkan menurut pendekatan tertentu DATA diolah dianalisis INFO dicek diuji PENGETAHUAN disiste matisasi BOK berfungsi FENOMENA PEMERINTAHAN BAHAN BANGUNAN KONSTRUKSI BANGUNAN
Paradigma Ilmu Pemerintahan Sebagai nama lembaga (institut, jurusan, badan dsb) Sebagai judul buku atau laporan penelitian Sebagai nama projek penelitian atau sasaran kajian Sebagai nama kurikulum (misalnya Pengantar Ilmu Pemerintahan)
Sebagai nama disiplin atau cabang ilmu (Ilmu Pemerintahan) Sebagai nama profesi atau kompetensi (mis: Guru Besar Ilmu Pemerintahan, pengamat pemerintahan, konsultan sosial bidang Ilmu Pemerintahan) Sebagai scientific enterprise
PENDEKATAN- PENDEKATAN DALAM ANALISA PEMERINTAHAN PENDEKATAN INSTITUSIONAL PENDEKATAN PERILAKU PENDEKATAN SISTEM
PENDEKATAN IP MENURUT PARADIGMANYA Tahun 1950-an, IP dianggap ilmunya para pejabat pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk menjadikan manusia yang diperintah sebagai bawahan pemerintahan
Tahun 1990-an, terjadi reformasi dari IP (Ilmu Pemerintahan) menjadi IPM (Ilmu Pemerintahan Modern). IP menjadi ilmunya manusia yang diperintah, sebagai instrumen untuk memperjuangkan dan melindungi hak-haknya terhadap pemerintahan yang totaliter dan berperikemanusiaan yang rendah Terus berkembang sampai sekarang dalam membentuk dirinya, sehingga memberi peluang bagi penggunaan berbagai pendekatan.
PENDEKATAN BARU Metadisiplin, untuk menjawab berbagai bahasan dari berbagai ilmu pengetahuan lainnya Interdisiplin, pendekatan yang menggunakan berbagai teori/konsep dalam suatu rumpun besar ilmu pengetahuan Antardisiplin, menggunakan teori/konsep dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang tak selalu serumpun, secara multi/lintas disiplin
TEORI PEMERINTAHAN Teori hanya bisa diciptakan melalui intuisi dan renungan mendalam. Dalam proses ini kita mula-mula hanya melakukan abstraksi pikiran dan berusaha membuat “gambar” yang sejelas mungkin dalam pikiran kita dan berusaha menarik sebanyak mungkin kesimpulan atau konsekuensi dari “gambar” yang kita buat itu. Sementara kita sedang dalam proses membuat “gambar” itu kita tidak berpikir tentang kaitan empiris antara gambar itu dengan dunia nyata. Baru sesudah gambar itu cukup jelas, kita mengujinya dengan fakta empiris.
David dan Chava nachmias menggambarkan strategi “teori dahulu, penellitian kemudian“ dalam tahap – tahap berikut: Perumusan teori atau model yang eksplisit Suatu proposisi yang muncul dari teori atau model untuk diteliti secara empiris Pembuatan rancangan penelitian untuk menguji proposisi itu Kalau proposisi yang dideduksi dari teori itu tidak didukung oleh data empiris, maka teori atau penelitian (seperti didesain penelitian, pengukuran, dsb.) harus diubah, dan kita harus kembali ke tahap ke-2 Kalau proposisi tidak ditolak, kita cari proposisi lain untuk diuji atau kita coba perbaiki teori
Sebaliknya, Robert Merton, penganut aliran “penelitian dahulu baru teori”, menyatakan bahwa ppenelitian empiris tidak hanya berrfungsi pasif yaitu menguji teori. Peneliti melakukan fungsi aktif yang membantu pengembangan teori. Peneliti bisa mengusulkan masalah-masalah baru untuk diteorikan, mendorong perumusan teori atau perubahan teori yang ada, memperjelas teori dan menguji teori.
Strategi “penelitian dahulu teori kemudian” ini, menurut David dan Chava Nachmias terdiri dari tahap-tahap seperti berikut: Penelaahan suatu fenomena untuk menggambarkan atau mengidentifikasikan sifat-sifat atau atribut-atributnya Pengukuran sifat-sifat itu dalam berbagai situasi Analisa terhadap data yang terkumpul untuk menentukan apakah ada pola variasi yang sistematis di dalamnya Kalau dalam data itu ditemukan ada pola yang sistematis, maka teori bisa dibentuk
Sampai sekarang pedebatan “induktif – deduktif” ini belum selesai Sampai sekarang pedebatan “induktif – deduktif” ini belum selesai. Namun perbedaan kedua strategi itu sebenarnya tidak tegas dalam praktek nyata. Kedua strategi itu sebenarnya sama-sama bertujuan menciptakan teori dan menganggap teori sebagai perwujudan dari kemajuan ilmu. Juga semua proses mencari pengetahuan mengharuskan kita untuk membuat asumsi-asumsi (axioms) dan hipotesa (theorems) tentang sifat kenyataan sosial. Perbedaan itu hanyalah tentanng di mana letak asumsi-asumsi teoritis itu dalam proses penelitian. Dalam suatu strategi penelitian, hiposkripsinya hanya implisit dan baru menjadi nyata sesudah analisa data, sedang dalam strategi lain, hipotesa itu ditegaskan sejak awal. Jadi sebenarnya tidak ada ilmu politik/ pemerintahan yang sepenuhnya induktif, yang ada adalah teorisasi yang eksplisit atau tidak eksplisit.
Karena itu seharusnya kita memandang teori dan penelitian sebagai dua hal yang selalu berkaitan. Sebagaimana disebutkan di atas, teori jelas sanggan diperlukan dalam melakukan penelitian, sebab tanpa tuntutan teori (atau konseptualisasi) penelitian akan berjalan tanpa arah. Juga pengamatan empiris perlu disusun agar bisa menjadi teori, dan penyusunan itu pasti memerlukan suatu perspektif teori.
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM ILMU PEMERINTAHAN Menurut standar baku (The standard View)/metodologi tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan penjelasan penjelasan tentang dunia empirik atau dunia yang dapat diketahui oleh pengalaman atau observasi. Menurut McGaw dan Watson, sains/ilmu pengetahuan merupakan metode analisa yang obyektif, logis dan sistematis untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan fenomena yang bisa diamati. Berdasarkan definisi ini, kita ketahui adanya ciri-ciri pokok sains, yaitu: 1.Sains adalah suatu metode analisa, sains adalah suatu aktivi-
Vitas dan proses, semua sains memiliki kesamaan metode analisa, yaitu kesamaan dalam aturan logika dan pembuktian 2.Tujuan akhir sains adalah deskripsi, eksplanasi dan prediksi.Misalnya ilmuwan pemerintahan berusaha menggambarkan, menjelaskan dan meramalkan berbagai fenomena seperti: pemilu, pilkada, tingkah laku pemilih, proses pembuatan kebijakan publik, suksesi, budaya politik dsb. a.Deskripsi adalah upaya untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, kapan atau berapa. Jadi merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi. Ilmuwan pemerintahan mungkin akan mengajukan pertanyaan: Kapan suksesi dapat terjadi ? Kapan otonomi daerah dapat diwujudkan secara optimal dan dapat diraskan oleh masyarakat? Kapan reformasi birokrasi dan pelayan publik akan terjadi?
b.Eksplanasi berusaha menjawab pertanyaan “mengapa”, mengapa korupsi terjadi? Mengapa konflik Kepala Daerah dengan DPRD sering terjadi? Mengapa kualitas pelayanan publik cenderung rendah? Dsb. Menjawab pertanyaan “mengapa” adalah inti kegiatan saintifik. c.Prediksi mencoba menjawab pertanyaan tentang “apa yang akan terjadi” di masa depan. Ilmuwan pemerintahan misalnya tertarik meramalkan kondisi atau keadaan yang bisa menimbulkan perubahan sistem pemerintahan, bentuk negara atau bentuk pemerintahan dan sebagainya di masa depan.
3. Fenomena yang bisa diamati adalah sasaran deskripsi, eksplanasi dan prediksi, yaitu obyek yang bisa diamati secara saintifik. Karena itu kegiatan penelitian saintifik tidak menangani topik-topik yang supernatural dan metafisik. 4.Sains bersifat obyektif, logis dan sistematis. a.Obyektif berarti bahwa pernyataan saintifik harus bisa diuji secara terbuka oleh ilmuwan lain, atau dengan istilah lain “intersubjectivetestability”. Pernyataan yang didasarkan pada pengetahuan yang hanya mungkin diketahui oleh orang tertentu saja-_seperti ahli kebatinan atau resi, dan tidak bisa diuji oleh orang berpendidikan biasa_ bukanlah pernyataan saintifik. b.Logis berarti bahwa sains diatur oleh aturan penalaran tertentu,misalnya penarikan kesimpulan deduktif dan induktif.
c.Sistematis berarti bahwa sains merupakan sekumpulan keajegan yang secara logika terorganisasi, saling bertaut dan utuh serta terbuka untuk diubah atau bahkan ditolak oleh bukti-bukti baru.
ASUMSI-ASUMSI SAINS Di atas kita telah sepakat menganut definisi sains sebagai metode analisa. Setiap metode pencarian pengetahuan didasarkan pada seperangkat asumsi atau keyakinan yang _demi berlangsungnya komunikasi dan penelitian_ tidak bisa diperdebatkan kebenaran atau kesalahannya dan harus diterima apa adanya (untuk sementara). Menurut MCGaw dan Watson terdapat sembilan asumsi pokok atau postulat sains:
Semua perilaku sudah ditentukan secara alamiah Manusia adalah bagian dari dunia alamiah Alam bersifat teratur dan ajeg Alam berubah dengan lamban Semua fenomena yang bisa diamati pada akhirnya akan bisa diketahui Tidak ada hal yang dengan sendirinya benar Kebenaran adalah relatif Kita memahami dunia melalui indra Persepsi, ingatan dan penalaran kita bisa dipercaya.
Sekian & Terima Kasih