Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara) Sesat Pikir terhadap “Tanah (Kuasa) Negara” Ahmad Nashih Luthfi Diskusi Publik “Memaknai Indonesia sebagai Negara Hukum dalam Menjamin Hak-Hak Warga Kota”, Jakarta, 10 Februari 2017
Pertanyaan Panduan FGD Apakah tanah-tanah warga yang dimiliki dengan bentuk hak milik adat dapat disebut sebagai tanah negara? Apakah terhadap tanah-tanah tersebut pemerintah daerah dapat mengatasnamakan negara untuk menggusur pemilik tanahnya dan mengambil paksa tanah-tanah tersebut?
Apa Itu Tanah Negara Tiga persoalan mendasar seputar tanah negara: ketidakjelasan definisi, dasar hukum dan penanggung jawab pengelolaannya (BAPPENAS. 2004. Studi Pendefinisian dan Penyederhanaan Perangkat Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Tanah Negara, Proyek Pengelolaan dan Pengembangan Kebijakan Pertanahan [P3KP]). Membingungkan link
Bangsa dan Negara Negara kita adalah negara-bangsa (nation-state), bukan negara dan bangsa, dua entitas yang terpisah. Bangsa terlebih dahulu ada sebagai wadah dan hubungan, baru kemudian lahir negara. Namun dalam perjalannya, antara apa yang dilakukan oleh negara dengan yang menjadi kepentingan bangsa bisa saling tidak terhubung, bahkan hubungan negara dengan bangsa bersifat secara kontestatif. Negara tumbuh dan berkembang menjadi “negara otonom”. Hal itu tampak sekali dalam pengelolaan “Tanah Negara”.
Negara dengan Tanah Dalam konsepsi hubungan antara negara dengan tanah dihasilkan 3 entitas tanah: (1) tanah hak (2) tanah ulayat, dan (3) tanah negara Secara prinsipil Hak Individu/BH dan Hak Ulayat/Adat atas tanah diakui dan dinyatakan dalam Konstitusi dan UUPA 1960 (serta aturan pelaksanannya). Namun tidak demikian pada Tanah Negara. Tanah Hak: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan (UUPA 1960 Pasal 16 (1) Tanah Ulayat: Peratura Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Tanah Negara: “Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah” (PP. No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah). “Istilah Tanah Negara itu sendiri muncul dalam praktek administrasi pertanahan, dimana penguasaannya dilakukan oleh otoritas pertanahan”. Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Nasional. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, hlm. 241 dan 248. Keberadan tanah negara tergantung pada keberadaan status tanah lainnya: sepanjang tidak dilekati dengan tanah hak atau tanah ulayat, maka itulah tanah negara
Kerancauan makna dominium pada imperium Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". UU Nomor 5 Tahun 1960 tidak mengenal istilah “Tanah Negara”. UUPA secara tegas menghapus segala pemaknaan mengenai pernyataan kepemilikan tanah oleh negara (domein verklaring) dalam doktrin hukum agraria kolonial. UUPA memperkenalkan istilah baru berupa “Hak Menguasai Negara” (Pasal 2). Di dalam konsep tersebut, negara dipahami sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. HMN ini adalah pelimpahan hak publik untuk mengelola Hak Bangsa Ini untuk menegaskan bahwa hak menguasai oleh negara itu sejatinya bukanlah hak (atas tanah) namun kewenangan untuk mengelola Hak Bangsa.
Lanjutan… Istilah Tanah Negara yang muncul dalam praktek administrasi pertanahan oleh BPN itu berarti merancukan hak menguasai negara (imperium, publik) menjadi hak milik negara (dominium, privat) Cara menentukan Tanah Negara dalam PP. No 24/1997 itu masih mencerminkan cara berpikir domein verklaring.
Tanah Bangsa, Bukan Tanah Negara Karena pengertian “Tanah Negara” diturunkan dari Hak Menguasai Negara (UUD 1945 Pasal 33 (3) dan UUPA 1960 Pasal 2, maka seharusnya ia disebut sebagai Tanah Bangsa. Siapa yang mempunyai tanah(air) Indonesia? Bangsa Siapa yang memiliki tanah(air) Indonesia? Rakyat Indonesia (individu dan badan hukum) Siapa yang menguasai tanah(air) Indonesia? Negara Agar tidak sewenang-wenang dalam menjalankan Hak Menguasai Negara dalam mengelola Tanah-Air Indonesia ini, ia dibatasi oleh 3 hal: (1) Hak Perseorangan/BH, (2) Hak Ulayat MHA. (3) tujuannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Sembiring 2016) Hak Menguasi Negara dalam mengelola Tanah-Air Indonesia ini dilimpahkan kepada otoritas-otoritas tertentu.
Sektoralisasi HMN terhadap Tanah Air Indonesia (Sembiring 2012) ? Hak Tatkala masing-masing otoritas dalam melaksanakan Hak Menguasai Negara sebagai mandat Hak Bangsa ini mengeluarkan kebijakan (melalui penetapan kawasan, hak, ijin, kerjasama), apakah hak publik itu masih ada atau hilang/luruh menjadi hak privat, korporat, atau lembaga negara otonom itu sendiri? Dimana rakyat sebagai bangsa / publik itu? Udara (?) ? Tanah (BPN) Wilayah pesisir (DKP) Hutan (LHK) Minerba, minyak, gas (ESDM) Kawasan Air (PU) Ijin Kawasan Wilayah kerja Hak Ijin Ijin/KKS
Kembali ke Pertanyaan FGD Apakah tanah-tanah warga yang dimiliki dengan bentuk hak milik adat dapat disebut sebagai tanah negara? Jika memahami terdapat 3 entitas di atas, maka keduanya adalah entitas yang terpisah Dalam pendaftaran tanah, kewajiban negara justru melakukan penguatan hak atas tanah: melegalkan hak atas tanah yang bersifat privat bekas hak adat dan hak barat (konversi) Terhadap tanah negara justru bisa sebaliknya: menerbitkan hak atas tanah kepada individu maupun badan hukum (landreform dari tanah negara bekas hak eks-swapraja, kelebihan maksimum, tanah negara bebas, partikelir, bekas HGU, dll) “Tanah negara” sendiri tidak dengan sendirinya adalah tanah pemerintah. Sejatinya ia adalah tanah bangsa yang dikuasakan kepada negara menggunakan HMN untuk mengurusnya. Negara dapat menerbitkan hak atas tanah pada instansi pemerintah (HPL yang diatasnya bisa diterbitkan HP), pada individu dan badan hukum melalui pemberian hak (sebagaimana c)
Lanjutan… Apakah terhadap tanah-tanah tersebut pemerintah daerah dapat mengatasnamakan negara untuk menggusur pemilik tanahnya dan mengambil paksa tanah-tanah tersebut? Pemerintah daerah tidak dengan sendirinya menjadi subyek hak atas tanah negara. Ia harus mengantongi hak atas tanah yang diterbitkan oleh otoritas pertanahan. Adakah hak itu? Jika ada, sejak kapan? Dalam kasus penggusuran warga Bukit Duri, pelaksanaan program pemerintah yang memerlukan pengadaan tanah harus melalui UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah. Proses pengadaan tanah menjadi tanah negara dilakukan dengan ganti rugi melalui proses musyawarah yang memperhatikan berbagaa aspek. Ganti rugi terhadap Hak atas Tanah. Yang disebut Hak atas Tanah adalah Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan), tidak hanya pada pemilikannya saja. Jadi tidak dibenarkan dilakukan penggusuran begitu saja.
c. Bahkan jika pun warga Bukit Duri menempati tanah yang dinilai sebagai tanah negara, mereka adalah “Pihak yang Berhak” mendapat ganti rugi dan diperlakukan adil. d. Menurut Perpres RI No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum: Pengadaan tanah adalah kegiatan mengadakan tanah dengan cara memberi Ganti Kerugian yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak (Pasal 1 [2]) Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki Objek Pengadaan Tanah (Pasal 1 [3]) Pihak yang berhak meliputi: 8 kategori termasuk …(f) “pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik” (Pasal 17 [2]).
Kesimpulan Tanah negara disalahtafsirkan sebagai tanah milik negara. Seharusnya adalah tanah bangsa yang dikuasakan kepada negara (HMN) untuk digunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia Tanah negara dapat diterbitkan haknya kepada berbagai subyek hak (pemberian hak pada individu seperti kegiatan landreform, pada instansi pemerintah melalui HPL, dan pembangunan swasta/negara melalui pengadaan tanah). Tanah individu dengan bukti hak adat dapat dinaikkan menjadi hak milik menurut Hukum Tanah Nasional Pembangunan pemerintah melalui proses pengadaan tanah harus mengikuti peraturan dan perundangn-undangan yang berlaku Penggusuran yang dilakukan pemerintah daerah merupakan tindakan yang melanggar hukum, hak asasi manusia serta menyalahi AUPB