Reformasi Administrasi dan Good Governance di Indonesia Eko Prasojo
Situasi Problematis Birokrasi di Indonesia Struktur, norma, nilai dan regulasi yang ada masih berorientasi pada kepentingan penguasa/birokrat (power culture) Masih belum terbentuk budaya Birokrasi (service delivery culture) Masih tingginya ketidakpastian dalam Birokrasi (cost of uncertainty) Budaya patron-client dan budaya afiliasi yang mengarah kepada moral hazard Rendahnya kompetensi para birokrat
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Birokrasi Faktor Budaya Faktor Individu Faktor Organisasi dan Manajemen
Faktor Budaya Budaya dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”) Budaya “sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat Masyarakat harus menanggung biaya ganda karena zero sum game Internalisasi budaya dalam mekanisme informal yang profesional
Faktor Individu Perilaku individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas Perilaku individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki jabatan dan otoritas Perilaku opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup Individu yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
Faktor Organisasi dan Manajemen (1) Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi Proses Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel
Faktor Organisasi dan Manajemen (2) Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah. Hubungan masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
Faktor Politik Ketidaksetaraan sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum Birokrasi menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik Kooptasi pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik
Strategi reformasi Birokrasi (1) Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan) Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah
Strategi reformasi Birokrasi (2) Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan
Review Reformasi Birokrasi di Indonesia
Kelembagaan Administrasi Negara Jumlah dan struktur lembaga administrasi negara di tingkat pusat masih sangat gemuk setelah desentralisasi 1999 Jumlah dan struktur organisasi perangkat daerah membengkak seiring dengan otonomi daerah berdasarkan PP 84 tahun 2000 Pembentukan lembaga ekstra struktural (Badan/Komisi) semakin banyak dan bervariasi Kontrol atas pembentukan lembaga struktural dan ekstra struktural sangat lemah dan tidak memiliki orientasi Secara internal terjadi proliferasi struktur kelembagaan dalam Kementerian, LPND, dan lembaga ekstra struktural Masih terjadinya tumpang tindih fungsi antar lembaga-lembaga administrasi negara
Sumber Daya Aparatur Undang-Undang 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara belum operasional Proses rekrutment masih dilakukan secara serampangan tidak berdasarkan kompetensi dan kebutuhan Promosi dan pengisian jabatan tidak didasarkan pada kompetensi dan kinerja Pengukuran Kinerja Individu masih berdasarkan PP 30/1980 Kompensasi/remunerasi masih tidak berdasarkan kinerja, kompetensi dan beban kerja Jenjang dan Pola Karir Pegawai masih tidak jelas Proses pendidikan dan pelatihan lebih berorientasi struktural daripada kompetensi fungsional Bervariasinya besaran remunerasi antar berbagai lembaga administrasi negara (lembaga struktural dan non-struktural)
Ketatalaksanaan Proses pembuatan keputusan administrasi pemerintahan dirasakan masih sangat berorientasi kekuasaan daripada pelayanan Masih panjang dan berbelit-belitnya proses pelayanan kepada masyarakat Tidak standarnya berbagai nomenklatur dalam proses pemerintahan dan pelayanan Masih belum optimalnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan
Reformasi yang dilakukan
Aspek Kelembagaan Ditetapkannya UU 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara Direvisinya PP 8/2003 dengan PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Aspek Sumber Daya Aparatur Disusunnya RUU tentang Manajemen Sumber Daya Aparatur Negara Disusunnya berbagai Peraturan Pemerintah yang diamanatkan dalam UU 43 tahun 1999
Evaluasi atas Reformasi
Aspek Ketatalaksanaan Disusunnya RUU Administrasi Pemerintahan Disusunnya RUU Etika Penyelenggara Negara Disusunnya RUU Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah Disusunnya Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Tata Laksana Perizinan Disusunya Ketentuan Mengenai Tata Naskah Dinas
Evaluasi atas Strategi Secara umum dapat dikatakan bahwa reformasi yang terjadi hanya bersifat perubahan yang parsial dan tidak terintegrasi antar berbagai aspek (kelembagaan, SDM dan tatalaksana) Ketiadaan grand design reformasi administrasi Kesenjangan kompetensi dari pelaku untuk melakukan perubahan atas strategi dan substansi perubahan Ketiadaan agenda setting dan prioritas (tahapan) yang saling terkait dari dimensi waktu Komitmen setengah hati dari Presiden, Menteri dan pelaku untuk melakukan reformasi administrasi Reformasi Administrasi masih belum menjadi agenda dan gerakan nasional Sejumlah pelaku bahkan menunjukkan kerusakan moral, kurangnya kesadaran, esensi dan pengetahuan terhadap reformasi birokrasi Motor yang diharapkan mendorong reformasi tidak melakukan reformasi dari rumahnya sendiri Terjadinya reformasi parsial di beberapa kementerian dan lembaga (Depkeu, KPK, MA, Kejaksaan dll)
Evaluasi Bidang Kelembagaan UU Kementerian Negara pada dasarnya hanya mengatur mengenai eksistensi (pembentukan, penggabungan dan pembubaran), serta struktur internal Esensi mengenai efisiensi dan rasionalisasi organisasi/kelembagaan administrasi negara belum terbentuk Belum adanya kebijakan tentang bagaimana keberadaan organ ektsra struktural Prinsip “structure follows function” masih belum menjadi dasar pembentukan organisasi Pembentukan organisasi baru di Internal kementerian/Badan/Komisi juga UPT Pusat di Daerah tidak dasarkan pada analisi fungsi dan desain kebijakan pemerintahan Lemahnya peran dan fungsi Kempan dalam melakukan kontrol atas pembentukan dan pembubaran organisasi/struktur baik di pusat maupun di daerah
Evaluasi SDM Aparatur Berbagai peraturan perundang-undangan yang diamanatkan oleh UU 43/1999 belum terbentuk Seluruh Manajemen SDM Aparatur pada dasarnya tidak mengalami perubahan dan masih belum berdasarkan sistem merit birokrasi (Tidak terjadi Reformasi Kepegawaian) RUU Manajemen SDM Aparatur Negara (sebagai revisi UU 43/1999 dan perluasan pengaturannya) masih belum mendapatkan tempat yang baik dalam komitmen reformasi birokrasi Sejumlah kebijakan seperti rekrutmen tenaga honor bahkan kontraproduktif dengan esensi reformasi Komisi Kepegawaian Negara belum dibentuk Di daerah pengisian jabatan/promosi sangat didominasi oleh intervensi politik
Evaluasi Ketatalaksanaan RUU Administrasi Pemerintahan yang diharapkan memperbaiki proses pembuatan keputusan masih belum dikirim ke DPR RUU Etika Negara yang sudah disetujui untuk dikirim ke DPR kecil kemungkinan memiliki dampak bagi perubahan sikap, etika dan perilaku penyelenggara negara RPP Perizinan yang sedang dibahas diharapkan dapat memperbaiki proses perizinan RPP Tata Hubungan Kewenangan diharapkan mampu memperbaiki bekerjanya fungsi-fungsi pemerintahan antara pusat dan daerah Berbagai perbaikan dalam proses pelayanan, terutama Aplikasi OSS di daerah, sejatinya bukan merupakan hasil dari desain kebijakan di Kempan
Evaluasi Lainnya Dalam bidang pelayanan publik, telah dibahas di DPR RUU Pelayanan Publik Dalam bidang Akuntabilitas sedang disusun RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara Dalam bidang pengawasan sedang disusun RUU Sistem Pengawasan Nasional
Kesimpulan Akhir Evaluasi Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Kempan masih sangat parsial dan belum memiliki Strategi Reformasi Administrasi yang komprehensif Persoalan mendasar dalam reformasi adalah kesenjangan kompetensi dan pengetahuan, kurangnya kesadaran akan arti pentingnya reformasi dan bahkan paradigma/budaya proyek dalam reformasi Komitmen untuk melakukan reformasi administrasi masih terbatas dalam wacana dan belum menjadi “gerakan nasional” Secara umum belum terjadi perubahan paradigma dan budaya dalam birokrasi negara sejak tahun 2004