CIRI-CIRI UMUM Cacing dewasa hidup di saluran usus dan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
CACING PITA YG PENTING DI INDONESIA
Advertisements

Cestoda Adrial.
CESTODA Cacing dewasa hidup dalam saluran usus vertebrata
Dr.Nora Harminarti,M.Biomed
TREMATODA (CACING ISAP)
“om swastiastu”.
CESTODA Cacing dewasa hidup dalam saluran usus vertebrata
CESTODA.
Kelompok rabu : Andrean Dwi audini Mariana Meyske Pala
TUGAS BIOLOGI KINGDOM ANIMALIA PLATYHELMINTHES SMA NEGERI 3 PONTIANAK
FILUM PLATYHELMINTHES
NEMATHELMINTHES Guru pembimbing : Arina Ernawati, S.pd Kelas : X-5
SUBKELAS HIRUDINEA.
HELMINTOLOGI VETERINER
HELMINTOLOGI dr RETNO PUTRI
3 1 2 Oleh: I Wayan Surya Ardiana ( 4 ) Pasek Agus Sabda Negara (15)
PLATYHELMINTHES MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN BIOLOGI SMA/MA
PENGANTAR PARASITOLOGI
Tubuh terdiri dari: Scolex = kepala Neck = leher Strobila = tubuh
HELMINTOLOGI Oleh DR. Mudatsir, M. Kes
By: dr. Nurhayati, M. Biomed (Parasitologi FK UNAND)
TREMATODA PENDAHULUAN
Enchinostoma ilonacum
HELMINTOLOGI TM_8.
TREMATODA (CACING DAUN)
AWAL IKHWAN SYARIF MUSDLIFAH SULISTIANI SUPARMAN
Kelompok 15 Mila Fauziah Rizky Humairah “Paragonimus westermani”
MATERI CACING Schistosoma mansoni
HELMINTOLOGI.
Kelompok 11 Anisa Carolin Fitroh Amandini Novi Kurnia
TREMATODA USUS Fasciolopsis buski ECHINOSTOMATIDAE HETEROPHYIDAE.
TREMATODA.
Oleh Nurhalina, SKM, M.EPid
PLATYHELMINTHES Devi Puspita Amartha Y
Filum Platyhelmintes (Cacing Pipih) Sub Bab 4
Platyhelminthes Nama : anisa khusnul khotimah (06) fidianti (14)
PLATYHELMINTHES DAN NEMERTEA
TREMATODA Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes
Trichostrongylus spp Strongyloides stercoralis
Drunculus medinensis Nurhalina, SKM,M.Epid.
dr. Suri Dwi Lesmana,M.Biomed
Daur Hidup Makhluk Hidup
DEPARTMENT OF PARASITOLOGY
Program Pengendalian Penyakit ANTHRAX
Filum Nemathelminthes
RINGKASAN KULIAH PARASIT
Parasit Cacing yang ditularkan melalui media pakan/makanan
TREMATODA PENDAHULUAN
CACING TAMBANG.
Pediculus humanus capitis (Kutu rambut)
TREMATODA HATI (liver flukes)
TREMATODA PENDAHULUAN
P l a t y h e l m i n t h e s P l a t y h e l m i n t h e s.
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT CACINGAN
PARASITOLOGI.
PHYLUM PLATYHELMINTES
Nematoda Usus II Oleh kelompok 4 : Annisa Duma Sari Dela Adrianti
Phylum Nemathelminthes
Program Studi Biologi STKIP Bina Bangsa Meulaboh (2013)
KINGDOM ANIMALIA: Platyhelminthes
PROTOZOA JARINGAN Toxoplasma gondii
PLATYHELMINTHES & NEMATHELMINTHES
CHESTODA OLEH KELOMPOK XIII ANWAR ( ) WIWIK SUGIARTI
KECACINGAN.
Platyhelminthes (cacing pipih)
TUGAS PARASITOLOGI Kelompok : 5 Kelas : B 2011 Disusun Oleh :
Acanthocephala Akanthos duri dan Kephale  kepala
Tubuh terdiri dari: Scolex = kepala Neck = leher Strobila = tubuh
Phylum Nemathelminthes
Transcript presentasi:

CIRI-CIRI UMUM Cacing dewasa hidup di saluran usus dan larva di jaringan vertebrata & invertebrata. Bentuk badan pipih dorsoventral, memanjang seperti pita, bersegmen (proglotid >>> dewasa (berisi reproduksi ♀ & ♂) Tdk mempunyai alat cerna Tubuh t.a. skolek (ujung bgn anterior yg berubah menjadi alat pelekat >>> kait-kait & alat isap) , leher dan strobila Hermafrodit Reproduksi : Ovipar Kadang-kadang berbiak dalam bentuk larva Infeksi umumnya oleh larva dalam kista.

Sifat-sifat umum cestoda Badan cacing dewasa terdiri dari: 1. Skolek (kepala >>> alat utk melekat, dilengkapi dgn batil isap/lekuk isap) 2. Leher (tempat pertumbuhan badan) 3. strobila (badan yg trdr segmen-segmen (proglotid) Sistem reproduksi: Hermaprodit Telur dilepaskan bersama proglotid/tersendiri melalui lubang uterus) Embrio di dlm telur (onkosfer >> embrio heksakan)

Infeksi : 1. menelan larva infektif 2. Menelan telur Klasifikasi Ordo PSEUDO PHYLLIDEA Diphyllobothrium latum Diphllobothrium (Spirometra) mansoni

2. Ordo CYCLOPHYLLIDEA Taenia saginata di Indonesia Taenia solium Hymenolepis nana Hymenolepis diminuta Dipylidium caninum Echinococcus granulosus tidak penting di Indonesia E. multilocularis Multiceps spp.

Phylum : Plathyhelminthes, kelas : cestoda Ordo Famili Genus Spesies Pseudophylidea Diphylobothriidae Diphylobothrium D. latum D. mansoni/ Spirometra mansoni (Diphylobothrium binatang Cyclophyli idea Taeniidae Taenia T. saginata T. solium Echinococcus E. granulosus E. multilocularis Multiceps M. multiceps Hymenolepididae Hymenolepis H. nana H. diminuta Dilepididae Diphylidium D. caninum

Phylum Platyhelminthes Kelas Cestoda Btk badan mmjg spt pita, pipih dorsoventral & beruas-ruas (proglotid) Tdk punya rongga badan & tdk punya saluran pencernaan Hermaprodit, ccg dewasa berhabitat di sal. intestine manusia & binatang Larva hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata Kepala dilengkapi dgn sucker dgn kait-kait spt mangkok Ujung bgn anterior berubah mjd alat pelekat (skoleks) Badan ccg dewasa tdr dari 3 bgn (skoleks, leher & strobila) Manusia terinfeksi oleh tertelan telur dan larva larva infektif Ordo Pseudophyllidea Ordo Cyclophyllidea Skoleks 2 lekuk isap, lbg genital & uterus di tengah-tengah proglotid Telur pny operkulum, berisi sel telur & kel. brsm tinja Di air sel telur mjd onkosfer, menetas & kel. Korasidium Hp.I (copepoda) mmkn korasidium & brkmbg dlm tbh Hp. II (ikan, kodok) terus mjd sparganum (btk infektif) Manusia terinfeksi dgn memkn Hp.II yg mgndg sparganum Yg trmsk jenis ordo ini : D. latum & D. mansoni Skoleks dgn 4 batil isap dgn/tanpa rostellum berkait-kait Lbg genital di pinggir proglotid, unilateral atau bilateral selang-seling Ruang uterus tdk ada Telur berisi onkosfer tumbuh dlm Hospes perantara dan menjadi bentuk infektif Di Indonesia jenis yg terpenting: cacing pita sapi (T. saginata) & cacing pita babi (T. solium)

Morfologi cacing dewasa dan larva Cestoda

Ordo Pseudophyllidea Diphyllobothrium latum Hospes : H. definitif : manusia H. Reservoir : anjing, anjing hutan, beruang Penyakit : difilobotriasis Penyebaran Geografik : Amerika, Eropa, dan Afrika (Madagaskar)

Morfologi dan Siklus Hidup Cacing dewasa: Panjang sampai 10 meter, t.a. 3000-4000 proglotid. Skolek : seperti sendok, mempunyai dua lekuk isap Proglotid : Lebar lebih panjang dari panjangnya Lubang uterus di bagian tengah proglotid Mempunyai lubang uterus Uterus panjang berkelok-kelok membentuk roset.

CACING DEWASA Diphyllobotrium latum PANJANG : 3 - 10 m PROGLOTID : LEBAR >PANJANG JML : 3000 - 4000

SKOLEKS Diphyllobothrium latum BENTUK: SEPERTI SENDOK ALAT ISAP : SEPERTI CELAH 2 BH

Siklus hidup Telur : Memerlukan 2 hospes perantara Mempunyai operkulum Sel-sel telur Menetas dalam air  korasidium Memerlukan 2 hospes perantara Hospes perantara I : Cyclops dan Diaptomus Berisi larva PROCERCOID Hospes Perantara II : ikan salem Berisi larva PLEROCERCOID atau SPARGANUM

Daur hidup D. latum

TELUR Diphyllobothrium latum 45-70 PUNYA OPERKULUM TAK ADA HEK EMBRIO

Morfologi D. latum

Rekapitulasi dari morfologi D. latum

Cara infeksi : makan ikan mentah yang mengandung larva pleroserkoid Patologi dan gejala klinis Tidak menimbulkan gejala berat Cacing di permukaan usus halus menimbulkan anemia hiperkrom makrositer Bila jumlah cacing besar  obstruksi usus

Diagnosis Menemukan telur dalam tinja Atau proglotid keluar bersama tinja Pengobatan Atabrin dalam keadaan perut kosong disertai pemberian Na-bikarbonas. Epidemiologi tidak ditemukan di Indonesia. Masak ikan dengan sempurna.

SPARGANOSIS Diphyllobothrium (Spirometra) mansoni

SPARGANOSIS Diphyllobothrium (Spirometra) mansoni Sparganosis ialah penyakit yang ditimbul-kan oleh adanya larva pleroserkoid dalam jaringan tubuh manusia (otot dan fascia). Penyebab : Diphyllobothrium binatang  Diphyllobothrium (Spirometra) mansoni. Hospes definitif : anjing, kucing dll.

hospes Hospes perantara I : Cyclops Hospes Perantara II : katak dan ular Manusia juga sebagai hospes perantara II (hospes paratenik) bila mengandung sparganum.

Cara Infeksi Manusia menderita sparganosis karena : Minum air yang mengandung Cyclops yang infektif. Makan kodok, ular atau binatang pengerat yang mengandung pleroserkoid. Mempergunakan daging katak & ular yang infektif sebagai obat

Sparganum mansoni

Patologi dan Gejala klinis Larva >>>>>> di seluruh tubuh, terutama mata, juga di kulit, jaringan otot, thorax, abdomen, paha, inguinal dan dada bagian dalam. Dapat menyebar ke seluruh jaringan Larva yg rusak >>> peradangan lokal >>> nekrosis Perentangan & pengerutan larva >> peradangan dan edema jaringan sekitarnya >>> nyeri. Penderita >>> sakit lokal, urtikaria raksasa (giant urticaria) hilang timbul secara periodik, edema & kemerahan >>> disertai dgn menggigil, demam & hipereosinofilia

Identifikasi dgn binatang percobaan Pada bola mata (sering >>> di Asia Tenggara  konjungtivitis disertai bengkak dengan lakrimasi dan ptosis. Diagnosis - menemukan larva pada lesi Identifikasi dgn binatang percobaan Pengobatan : pembedahan dan pengangkatan larva

Epidemiologi Indo Cina, Afrika, Eropa, Amerika >>>>> Asia Timur, Asia Tenggara, Jepang, Indo Cina, Afrika, Eropa, Amerika Utara-Selatan, dan Indonesia Upaya pencegahan : Khususnya di daerah endemik air yang digunakan sebagai sumber air minum perlu dimasak & disaring Daging Hospes perantara dimasak dengan sempurna Menghilangkan kebiasaan menggunakan daging kodok/ular sebagai bahan obat.

Hymenolepis nana H. diminuta Diphylidium caninum CYCLOPHYLLIDEA Hymenolepis nana H. diminuta Diphylidium caninum

Hymenolepis nana (dwarf tapeworm) Hospes : Manusia dan tikus Penyakit : himenolepiasis Penyebaran geografik : kosmopolit Morfologi dan daur hidup Merupakan cacing pita terkecil Pjg 25 mm-40 mm dan lebar 1 mm Ukuran strobila berbanding terbalik dgn jml cacing di dlm hospes

Ujung distal strobila membulat Skolek bulat kecil, dgn 4 batil isap & rostellum pendek & berkait-kait Bgn leher pjg & halus Strobila dimulai dgn proglotid immatur (sangt pendek & sempit), lebih kedistal lebih lebar & luas. Ujung distal strobila membulat Telur keluar bersama proglotid yg hancur, berbentuk lonjong (30-47 µ)

H. nana

Proglotid H. nana

Patologi dan Gejala Klinis Cara infeksi : Tertelan telur Autoinfeksi interna Umumnya tanpa gejala Jumlah cacing yang besar  iritasi mukosa Yang sering timbul  toksemia umum Infeksi berat pada anak kecil  keluhan neurologi yang gawat.

Diagnosis Menemukan telur dalam tinja Pengobatan : Atabrine, bitionol, prazikuantel dan niklosamid. Epidemiologi : Sering pada anak-anak < 15 tahun Kontaminasi dengan tinja tikus

Hymenolepis diminuta

Hospes, patogenesis dan diagnosis Hospes : Tikus dan manusia Penyakit : himenolepiasis diminuta Penyebaran : kosmopolit Patologi dan gejala klinis : tanpa gejala, infeksi kebetulan >>> menelan cistiserkoid (dlm serangga) Diagnosis : Menemukan telur dalam tinja Kadang-kadang cacing dapat keluar spontan setelah purgasi.

Morfologi H.diminuta

Hymenolepis nana dan H. diminuta H. Nana H. diminuta Panjang 25 – 40 mm 20 – 60 cm Skoleks Rostelum + kait Rostelum tanpa kait Telur Lonjong, 30-47µ Mempunyai 4-8 filamen pada kedua kutub Agak bulat, 60-79 µ Tanpa filamen. Hospes perantara - Pinjal tikus, kumbang tepung,

Perbandingan morfologi H. nana & H. diminuta

Dipylidium caninum

Hospes Hospes : Anjing , kucing, rubah dan kadang- kadang manusia (dlm lumen usus) Hospes perantara : pinjal Ctenocephalides canis Ctenocephalides felis Penyebaran : kosmopolit

Morfologi dan Siklus Hidup Panjang kira-kira 25 cm Skoleks berbentuk belah ketupat, 4 batil isap, rostelum dan kait-kait. Proglotid : seperti tempayan, tiap proglotid mempunyai dua set alat reproduksi  dua lubang kelamin pada kedua sisi. Telur : berkelompok dalam satu kapsul @ 15-25 butir.

Habitat Habitat : rongga usus halus Cara infeksi : tertelan kutu (pinjal) anjing/kucing yang mengandung Cysticercoid Dlm usus oleh enzim pencernaan cistiserkoid pecah >>> cacing muda keluar >> melekat di permukaan vilus usus halus >>> 25 hr tumbuh mjd. Dewasa.

Siklus hidup D. caninum

Proglotid Dipylidium caninum

Patologi dan Gejala Klinis Manusia merupakan hospes kebetulan (accidental). Tidak menimbulkan gejala Kebanyakan mengenai anak-anak < 8 thn.

Diagnosis, Pengobatan, Diagnosis : menemukan proglotid yang bergerak aktif atau kapsul berisi telur dalam tinja. Pengobatan : Drug of choice  niklosamid prazikuantel

Epidemiologi dan Pencegahan Eradikasi pinjal Mengobati hewan-hewan piaraan yang terinfeksi. Jangan bergaul erat dgn anjing sebagai sumber infeksi