Teori etika Muhammad Noor Hidayat
Teori etika Teori etika membantu dalam menilai keputusan etis Menyediakan kerangka yang memungkinkan kita memastikan benar atau tidaknya keputusan kita Berdasarkan teori etika maka keputusan yang kita ambil bisa menjadi beralasan, sebab teori etika melepaskan kita dari kesewenang- wenangan, sehingga dapat mengambil keputusan yang tahan uji, dan menyediakan justifikasi atas keputusan kita teresebut
Utilitarianisme Utilitarianisme berdasarkan bahasa latin (utilis) yang artinya bermanfaat David Hume (1711-1776) memberi sumbangan penting bagi aliran ini Bentuk lebih matang berasal dari Jeremy Bentham (1748-1832) Utilitarisme sebagai dasar etis membaharui hukum Inggris, tidak menciptakan teori moral abstrak
Tujuan hukum: memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang disebut hak-hak kodrati Ada dua penguasa yang berdaulat: ketidaksenangan dan kesenangan Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan semakin banyak orang
The principle utility: the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar) Prinsip kegunaan tadi harus ditetapkan secara kuantitatif Karena kualitas kesenangan selalu sama, satu-satunya yang bisa berbeda adalah kuantitasnya Bukan saja the greatest number, tapi the greatest happiness dapat diperhitungkan→the hedonistic calculus
Tambahan dari John Stuart Mill (1806-1873): Kualitas kebahagiaan dapat juga diukur secara empiris, yaitu kita harus berpedoman pada orang yang bijaksana dan berpengalaman dalam bidang ini Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian, bukan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama
Deontologi Menurut Immanuel Kant (1) Menurut Kant (1724-1804), yang disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik Kehendak menjadi baik, jika bertindak karena kewajiban Belum cukup suatu perbuatan dilakukan sesuai dengan kewajiban, seharusnya perbuatan dilakukan berdasarkan kewajiban Legalitas: bertindak sesuai dengan kewajiban, memenuhi norma hukum Suatu perbuatan bersifat moral jika dilakukan semata-mata “karena hormat untuk hukum moral”
Deontologi Menurut Immanuel Kant (2) Imperatif kategoris: imperatif (perintah) yang mewajibkan begitu saja, tanpa syarat Imperatif hipotetis selalu melibatkan sebuah syarat: “kalau engkau ingin mencapai suatu tujuan, maka engkau harus menghendaki juga sarana-sarana yang menuju ke tujuan itu” Jika hukum moral harus dipahami sebagai imperatif kategoris, maka dalam bertindak secara moral kehendak harus otonom dan bukan heteronom Kehendak bersifat otonom bila menentukan dirinya sendiri, bersifat heteronom jika membiarkan diri ditentukan oleh faktor luar (kecenderungan atau emosi)
Teori hak Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat manusia itu sama Teori hak cocok dengan suasana pemikiran manusia demokratis Teori hak dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri Karena itu manusia individu tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain
Manusia harus selalu dihormati berdasarkan hak-hak nya dan tidak boleh diperlkukan semena-mena demi tercapainya tujuan lain Contoh teori hak dalam bisnis adalah adanya pemberian hak-hak karyawan sesuai dengan aturan yang berlaku Mulai dari tempat kerja yang nyaman sampai pada asuransi kesehatan
Teori keutamaan Yaitu disoposisi watak yang telah diperoleh seseorang memungkinkan dia untuk bertingkah laku secara moral Misal: Kebijaksanaan dalam mengambil keputusan Keadilan dalam memberikan hak-hak orang lain Kerendahan hati adalah kautamaan untk tidak menonjolkan diri
Keutamaan tidak bisa dibatasai hanya dalam diri seseorang pribadi saja, namun harus dalam konteks komunir (kebersamaan) Dalam komunikasi bisnis ada 4 hal yang menyangkut teori keutamaan yaitu: kejujuran, fairness (keadilan), kepercayaan, dan keuletan