KODE ETIK HAKIM ETIKA PROFESI (Materi 11) Dosen Dr. Horadin Saragih, SH.,M.Hum
The Bangalore Principles of Justice Conduct, merupakan suatu aturan yang dapat menjadi patokan atau ukuran tingkah laku pejabat kekuasaan kehakiman, meliputi kode etik profesi hakim, transparansi keuangan, dan akuntabilitas; Disetujui bersama para Ketua Mahkamah Agung pada pertemuan di Den Haag dari tanggal 25 – 26 November 2002.
Bangalore Principles mengandung prinsip-prinsip pedoman perilaku hakim (code of conduct), meliputi: Berperilaku adil, 2) berperilaku jujur, 3) berperilaku arif dan bijaksana, 4) bersikap mandiri, 5) berintegritas tinggi, 6) bertanggung jawab, 7) menjunjung tinggi harga diri, 8) berdisiplin tinggi, 9) berperilaku rendah hati, dan 10) bersikap profesional.
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang dibuat berdasarkan Keputusan Bersama Ketua MARI dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/2009- 02/SKB/P.KY.IV/2009 tanggal 08 April 2009, mengandung prinsip-prinsip aturan perilaku yang sama dengan Bangalore Principles.
Defenisi operasional: Etika adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat; Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah- kaidah hukum yang berlaku;
Poin-poin penting dalam penerapan prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim: Berperilaku adil: Wajib melaksanakan tugas-tugas hukumnya dengan menghormati asas praduga tak bersalah, dilarang memberi kesan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam perkara berada dalam posisi istimewa; Hakim harus memberikan keadilan, dan tidak beritikad semata-mata untuk menghukum; Memberi kesempatan yang sama kepada setiap pencari keadilan dalam suatu proses hukum di Pengadilan; Dilarang berkomunikasi dengan pihak yang berperkara diluar persidangan;
2. Berperilaku jujur: Hakim tidak boleh menerima dan mencegah suami atau isteri, orang tua, anak dan anggota keluarganya , termasuk mengizinkan pegawai pengadilan atau orang lain di bawah pengaruhnya berupa hadiah, hibah, warisan, pinjaman, dari orang yang berperkara atau mungkin berkepentingan dalam perkara, kecuali pemberian sejumlah tidak lebih dari Rp. 500.000,- misalnya untuk acara perkawinan, adat istiadat dll. Melaporkan gratifikasi yang diperoleh kepada KPK, Ketua Muda Pengawasan dan Ketua KY dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja
3. Berperilaku arif dan bijaksana: Dilarang mengadili perkara dimana anggota keluarga sebagai kuasa atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan; Hakim dapat melakukan kegiatan antara lain menulis, memberi kuliah, mengajar dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan hukum; Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan BHT kecuali dalam forum ilmiah; Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota parpol, atau secara terbuka menyatakan dukungan terbuka kepada salah satu parpol;
4. Bersikap mandiri: Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung; Hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif, legislative serta kelompok lain yang mengancam independensi;
5. Berintegritas tinggi: Hakim harus menghindari hubungan, baik langsung atau tidak langsung dengan pihak-pihak yang berperkara, yang perkaranya sedang diperiksa hakim ybs; Hakim dilarang melakukan tawar menawar putusan, memperlambat pemeriksaan, menunda eksekusi, atau menunjuk advokat tertentu, kecuali ditentukan lain oleh UU; Hakim dilarang menerima janji, hadiah, pinjaman dan manfaat lain yang bersifat rutin, atau terus menerus dari PEMDA;
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga, KM, HA lainnya, PU, Advokat dan Panitera yang menangani perkara tersebut; Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili, atau menjadi PU, Advokat atau panitera dalam perkara tersebut pada pengdilan lebih rendah;
6. Bertanggung jawab: Hakim dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau pihak lain; Hakim dilarang mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang didapat dari jabatannya;
7. Menjunjung tinggi harga diri: Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan, dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai hakim; Hakim dilarang menjadi Advokat, atau pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara, kecuali memberi nasihat hukum cuma-cuma untuk anggota keluarga atau teman sesama hakim;
8. Berdisiplin tinggi: Disiplin tinggi mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, (penerapan prinsip ini telah dicabut berdasarkan Putusan Nomor: 36 P/HUM/2011 tanggal 09 Februari 2012).
9. Berprilaku rendah hati: Dalam melaksanakan pekerjaan bukan semata- mata sebagai mata pencaharian melainkan suatu amanat yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan TYME; Hakim tidak boleh bertingkah laku mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari siapapun.
10. Bersikap profesional: Sikap profesional akan mendorong terbentuk pribadi yang menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai mutu hasil pekerjaan, serta efektif dan efisien, (penerapan prinsip ini telah dicabut berdasarkan Putusan Nomor: 36 P/HUM/2011 tanggal 09 Februari 2012).