Akses keadilan bagi si Miskin dan Perempuan Sulistyowati Irianto
Historical background: Legal Development Awal 1960 an: Law and Development diterapkan dengan tujuan mempromosikan demokrasi dan pembangunan di negara2 baru merdeka di Afrika dan Asia, dan negara berkembang. Perancang: US dan lawyers Tujuan: mentransformasi “western social, economic and political model” Mereka percaya dengan bantuan hukum barat, modernisasi dan demokrasi dapat terwujud di negara2 tsb
Kegagalan Law and Development movement dan penyebabnya Demokrasi dan modernisasi tidak pernah terjadi. F. Benda-Beckmann “what did lawyers understand about the development of the third world ?” Carothers: Pengetahuan yang tidak memadai David Trubek and Marc Galanter: “that the law and development movement was based on a flawed theory of law and society, and a flawed ideal of “liberal legalism”. Lawrence Friedman the promotion of legal reform in developing countries lacked “any careful, thought out, explicit theory of law and society or law and development”. James Gardner, … “these programs, though well- intentioned, amounted to “legal imperialism.” (Stephenson, 2006: 192)
Gerakan Rule of Law Stl kegagalan legal development movement, hukum tidak pernah diperhitungkan dalam teori2 pembangunan (1970-1980) Hukum diperhitungkan lagi dng munculnya gerakan Rule of Law (1990) RoL dipromosikan setelah berakhirnya perang dingin, & diterapkan di Latin America, Eastern Europe, the former Soviet Union, Asia (Indonesia), dan Sub-Saharan Africa.
“Rule of Law Orthodoxy” The objective: more business-friendly and investment- friendly legal system, and it is assumed as an essential stimulus for economic growth and poverty eradication. Many Asian countries, including Indonesia has modified law and legal institutions cope with the field of commercial economic. Some legal instruments in business law are endorsed and amended. After more than ten years imposing the program and spending a billion US dollar, apparently it is not going very well. Effort to strengthening legal institutions noticeable went so slowly and hard to be done. Training for judges, consultant and comparative study among the expert has no significant result relating to the allocated fund. Judiciary system in Latin America stay behind, and in Russia there is no significant legal reform to find out.
Kegagalan “rule of law orthodoxy”(Golub, 2005) Top down, state centered, Ciri utama the orthodoxy: Terlalu berfokus pada institusi negara, khususnya peradilan Fokus ini banyak ditentukan oleh profesi hukum, yang diwakili oleh a nation’s jurists, top legal officials, and attorneys, and by foreign consultants and donor personnel Hasilnya, kecenderungan utk mendefinisikan dan memecahkan problem hukum secara sempit, terbatas pada courts, prosecutors, contracts, law reform, and other institutions and processes in which lawyers play central roles
Program diterjemahkan sbg Constructing and repairing courthouses Purchasing furniture, computers, and other equipment and materials Drafting new laws and regulations Training judges, lawyers, and other legal personnel Establishing management and administration systems for judiciaries Supporting judicial and other training/management institutes Building up bar association, and Conducting international exchanges for judges, court administrators, and lawyers
Access to justice UNDP defines access to justice as ‘ the ability of people from disadvantaged groups to prevent and overcome human poverty, through formal or informal institutions of justice, by seeking and obtaining a remedy for grievances in accordance with human rights standards (UNDP 2008)
Akses kpd keadilan & kemiskinan 4 milyar orang di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan karena ketiadaan akses kepada keadilan (CLEP, 2008) Dekonstruksi thd kemiskinan dlm perpektif yg ekonomi sentris Ketiadaan akses kpd keadilan: ketiadaan ruang untuk didengar suaranya dlm proses2 pengambilan keputusan di berbagai tingkat
Pembangunan terintegrasi Berbagai program pembangunan dalam bidang apapun (kesehatan, pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup, dll) harus terintegrasi dng pembangunan hukum Legal empowerment (keberdayaan hkm terkait dng pengetahuan & kesadaran hukum, identitas hkm & bantuan hukum)
Mengapa “justice for disadvantaged group ? Bukan “justice for all” ? Perempuan menjadi bagian dari kelompok yang tidak diuntungkan, karena mereka miskin, terbelakang, berasal dari ras, etnik, dan agama minoritas (Tong, 1998, Harding, 1987, Moore, 1998, Shiva & Mies, 1993, Rosaldo 1974) Relasi kuasa antara peremp dan orang- orang di sekitarnya, termasuk suami, kerabat (otoritas adat) sampai elite kekuasaan di pemerintahan, menghalangi perem mendpt akses kpd keadilan
Siapa kelompok yg tidak diuntungkan & secara bagaimana mereka terpinggirkan ? Orang miskin, minoritas (ras, etnik, agama, kelas, nasionaliti, gender) Orang dibedakan berdasarkan identitasnya Othering process “berbeda” dan mengalami “pembedaan” Akar diskiriminasi dan kekerasan Affirmative action: justice for disadvantaged groups
Pilar “akses keadilan” Tersedianya hukum yang memberi jaminan keadilan Pengetahuan dan pemahaman hukum Identitas hukum Bantuan hukum
(1) Kerangka normatif Legislasi: tdpt sejumlah Instrumen hukum dan kebijakan yang menjamin kesetaraan dan keadilan bagi perempuan Peradilan: terdapat sejumlah putusan Mahkamah Agung yang yang progresif dalam memajukan hak perempuan Beberapa “terobosan hukum” selalu saja dapat dijumpai dalam praktek hukum: RPK, dan penegak hukum
Permasalahan Substansi Hukum Paradoksal Pengabaian pengalaman peremp (21 perUU yg rugikan peremp (Depkumham & UNDO 2007) Ketiadaan perspektif perempuan di kalangan perumus per UU (daerah) termasuk eksekutif daerah Perda yg merugikan perempuan (miskin) Kurangnya pengetahuan pembuat hukum di daerah ttg hidup bernegara dan wawasan kebangsaan (amanat UUD 1945) & hub dng hak2 konstitusional perempKebingungan dlm merespon OTODA primoridalisme dan religiositas yang sempit mendiskriminasikan perempuan krn menempatknnya sbg penjaga moral daerah.
(2) Pengetahuan & Kesadaran Hukum Pengetahuan Hkm: instrumen hkm yg adil gender tidak memadai di bbg kalangan para penegak hukum, akademisi hukum, pendidik (guru), dan masyarakat luas termasuk perempuan sendiri. Penyebab: Pertama, kuatnya pemahaman legal positivistik di kalangan para penegak hukum, sehingga tujuan procedural formal (interpretasi tekstual) lebih dipentingkan daripada membuat terobosan- terobosan untuk tujuan kemanusiaan Kedua, ketiadaan perspektif perempuan dan pengabaian pengalaman perempuan tidak hanya terdapat dalam perumusan produk peraturan perundang-undangan, tetapi juga dalam implementasinya di lapangan.
(3) Identitas hukum Perempuan miskin & tidak punya pengetahuan & kesadaran hukum tidak punya akses kepada identitas hukum Para perempuan pekerja domestik migran Komunitas miskin di kota & desa
(4) Bantuan Hukum Belum ada UU Bantuan Hukum utk org miskin (peremp) sec khusus Instrumen hkm terbatas pd PP & bbrp pasal dlm UU Advokat Bantun hukum adl Hak asasi
Rekomendasi Strategi Nasional Bappenas Kerangka normatif: Pengkajian dan Pencabutan berbagai peraturan perundang-undangan (daerah) dan kebijakan yang berimplikasi merugikan perempuan. ”Mewaspadai” proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang diduga substansinya (sebagian atau seluruhnya) tidak akan berdaya guna bagi masyarakat (perempuan), dan oleh karenanya akan dimintakan judicial review di kemudian hari.
Kesadaran hukum Memperkuat basis legal knowledge para calon sarjana hukum di Fakultas Hukum di seluruh Indonesia, melalui semakin ditingkatkannya program engendering kurikulum Fakultas Hukum. Memperluas basis legal knowledge di kalangan masyarakat luas melalui kemitraan dengan sekolah dan media.
Pembenahan institusi peradilan Dukungan bagi “Sistem Peradilan Pidana Terpadu-Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan” (Integrated Criminal Justice System), Pembentukan mekanisme yang menjamin semua perempuan dari latar belakang berbeda (agama, etnik, kelas) yang memiliki kasus hukum, dapat diselesaikan kasusnya secara adil dalam proses peradilan—Family Court . Program sertifikasi terhadap penegak hukum yang menangani kasus-kasus perempuan.
Bantuan Hukum Mendorong lahirnya UU khusus bantuan hukum utk org miskin & perempuan. Membentuk kemitraan antr LBH universitas dng pemerintah, LSM, asosiasi pengacara Menumbuhkan dan mengembangkan. program paralegal dr warga masyarakat luas, kelompok perempuan dan kelompok miskin.
Kita Bisa: Modal sosial dan budaya! 17 ribu pulau 230 juta penduduk 300-an etnik dan ratusan ribuan sub-etnik Ratusan bahasa dan dialek Konstitusi, Pancasila Cita2 negara demokrasi dan rule of law
TERIMAKASIH