ATMOSPHERIC DISPERSION Dispersi/Persebaran Atmosfir

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
POLUSI POLUSI UDARA POLUSI AIR POLUSI TANAH.
Advertisements

Wilayahnya lebih luas dan jangka waktu lebih panjang
Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi
UAP AIR DAN GAS LAIN.
TEKANAN UDARA INDIKATOR KOMPETENSI
HUJAN/PRESIPITASI INDIKATOR KOMPETENSI
Perilaku dan Transportasi Polutan di Lingkungan Laut
ATMOSFER Atmosfer : Campuran dari berbagai macam gas dan aerosol yang menyelubungi permukaan bumi. Aerosol : Suatu sistem yang terdiri dari partikel cair.
SUHU UDARA Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul – molekul.  Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan.
AWAN Awan : Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Tidak terhitung banyaknya gelembung udara yang terbentuk oleh busa laut secara terus-menerus.
SUHU UDARA.
LUBRICANT MINYAK PELUMAS
DAMPAK PADA KUALITAS UDARA
PRESIPITASI Presipitasi :
DASAR-DASAR KOROSI DALAM LINGKUNGAN ATMOSFERIK
PENCEMARAN UDARA OLEH : NARA ISWARI (10) RIDHO YURIO K. (16) ROSELINA ARUM. A (19) YULIANA EVITA N. (31)
ATMOSPHERIC DISPERSION Dispersi/Persebaran Atmosfir
Klimatologi Angga Dheta S., S.Si M.Si
TEKANAN UDARA DAN ANGIN
ATMOSFER INDIKATOR KOMPETENSI
PPB Intakindo Juni 2015 Prakiraan Dampak Kualitas Udara Yeremiah R. Tjamin.
Agoklimatologi terapan hubungan angin dengan pertanian
Ukuran kecepatan rata-rata molekul
Siklus Hidrologi Pendek
Teknologi Insinerator : Solusi dalam Penanganan Sampah Kota Bandung
Iklim Tropis Asia, Indonesia, Sumatra, Lampung
Prinsip kerja aliran udara dan sistem ventilasi pengenceran udara
Kelompok Faktor Iklim Endah Budi Irawati, SP.MP
HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)
Serapan Hara Daun.
Latihan Soal.
KELEMBABAN UDARA.
Energi sumber penggerak iklim
BAB 12 CAMPURAN DARI GAS IDEAL DAN UAP
IKLIM INDONESIA.
Sistem Ventilasi Lokal
yaitu apabila data hasil pengamatan berdasarkan pengukuran ataupun
SUHU UDARA.
Penyebaran Limbah B3 di Alam
ATMOSFER.
Dinamika Atmosfer-1 Sistem Gaya Atmosfer
TEKANAN UDARA & ANGIN.
PENCEMARAN UDARA Pertemuan 7
II. INSOLASI Nyimas Popi Indriani.
PENGERTIAN METEOROLOGI
HUJAN.
Ratna Septi Hendrasari
GRAVIMETRIK Gentha Ramadhan Gita Aziza Salis Nur Khairat Tiara Adinda
Aliran Permukaan dan Sifat Aliran Permukaan
Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere.
Oleh kelompok II MICHAEL M.K.G ABRAHAM CLEVER
OCEANOGRAFI.
TEKANAN UDARA INDIKATOR KOMPETENSI
KOLAM STABILISASI.
TEKANAN UDARA INDIKATOR KOMPETENSI
STRUKTUR BUMI DAN LAPISAN TANAH
Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara
KLASIFIKASI BAHAN BUANGAN UDARA
Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
DIFUSI, TERMODINAMIKA, DAN POTENSIAL AIR
Musim dan Perubahannya
PERHITUNGAN PENYEBARAN PENCEMARAN UDARA HUKUM GAUSS
ANGIN PERSENTASI OLEH : 1.Maula Khitlana Sa’adah / Rizky Maulidiyah /
BAB 12 CAMPURAN DARI GAS IDEAL DAN UAP
Teknik Sampling Kualitas Udara
Radiasi Matahari, Bumi, dan Atmosfer
Pertemuan ke-4 Oleh : Sonni Setiawan
Oleh: ASROFUL ANAM, ST., MT.
Klasifikasi Pencemar atau Polutan
KLASIFIKASI BAHAN BUANGAN UDARA
Transcript presentasi:

ATMOSPHERIC DISPERSION Dispersi/Persebaran Atmosfir

Pabrik Plastik PT. Innan, Semarang

Pabrik Gula Rendeng, Kudus

Faktor-faktor yang mempengaruhi dispersi gas-gas ke atmosfir adalah : Keharusan untuk mengurangi emisi atmosfir menjadi minimum atau paling tidak di bawah Nilai ambang batas yang ditentukan. Bagaimanapun juga, terdapat beberapa residu emisi yang tidak dapat dihilangkan dan ini harus secara aman didispersikan ke lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dispersi gas-gas ke atmosfir adalah : Suhu Kecepatan angin Turbulensi

SUHU Suhu merupakan faktor kritis. Pada umumnya suhu atmosfir berkurang terhadap ketinggian dan perubahan nyata suhu terhadap ketinggian dikenal sebagai environmental lapse rate (ELR). Udara yang berasal dari permukaan bumi, jika naik, akan dingin karena ekspansi perubahan tekanan. Laju pendinginan dikenal sebagai dry adiabatic lapse rate (DALR) dan kira-kira 9,80C per kilometer, sampai terjadinya pengembunan. The environmental lapse rate (ELR) akan menentukan apa yang terjadi dengan kantung udara jika dilakukan pemaksaan untuk naik

Gambar 1a. Unstable atmosphere

Gambar menunjukkan situasi di mana ELR mempunyai perubahan temperatur yang besar terhadap ketinggian dari pada DALR. ΔT/ΔZ = - 1,250C/100 m Hal ini berarti sejumlah kecil volume udara dipindahkan ke atas dan menjadi kurang berat daripada sekelilingnya dan akan berlanjut dengan gerakannya ke atas. Hal ini merupakan kondisi yang dikehendaki untuk dispersi atmosfir dan dikenal dengan Unstable Conditions

Gambar 1b Stable atmosphere

Gambar 1c. Stabilitas Netral

Gambar 1.c. menunjukkan situasi di mana ELR dan DALR secara kasar sama, dikenal dengan Neutral Conditions (ΔT/ΔZ = - 1,000C/100 m). Dalam hal ini, tidak ada kecenderungan untuk perpindahan volume untuk memperoleh atau kehilangan gaya ke atas. Situasi ketiga ditunjukkan Gambar 1.b. di mana ELR pada kondisi suhu meningkat terhadap ketinggian, dikenal sebagai Inversion. Hal ini dikenal dengan Stable Conditions dan memberikan tahan yang kuat terhadap gerakan ke atas dari suatu perpindahan volume udara. ΔT/ΔZ = - 0,500C/100 m Stable Conditions merupakan problem utama dalam titik pandang dispersi gas.

Gambar 2. Tipikal Variasi Stabilitas Atmosfir Harian

Pada lapisan lebih bawah atmosfir. ELR berubah terhadap waktu tiap hari. Gambar 2. menunjukkan jenis variasi harian stabilitas atmosfir. Dimulai sebelum terbit matahari, suhu minimum adalah pada permukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh hilangnya panas radiasi gelombang panjang. Ini akan menyebabkan suatu inversi (meningkatnya suhu terhadap ketinggian) sampai mungkin 100 meter. Segera setelah matahari terbit, pemanasan pada lapisan atas terjadi, tetapi inversi masih tersisa pada lapisan yang lebih tinggi. Sekitar tengah hari, pemanasan telah meluas dari permukaan bumi, sehingga sekarang dalam kondisi tidak stabil (unstable conditions) yaitu berkurangnya suhu terhadap ketinggian melalui lapisan atmosfir lebih rendah. Mendekati matahari terbenam, terdapat radiasi dari permukaan bumi, dan inversi mulai meluas ke permukaan

Mulai dengan menentukan lapse rate ΔT/ΔZ = (T2 – T1)/(Z2 – Z1) Contoh soal : Diberikan data berikut untuk suhu dan elevasi, tentukan stabilitas atmosfirnya ? Elevasi (m) Suhu (0C) 2,00 14,35 324 11,13 Penyelesaian : Mulai dengan menentukan lapse rate ΔT/ΔZ = (T2 – T1)/(Z2 – Z1) = (11,13 – 14,35)/(324 – 2,00) = - 0,0100C/m = -1,000C/100 m Stabilitas : Netral

Gambar Sebaran polutan udara pada berbagai stabilitas atmosfir.

a. Looping Terjadi bila penurunan suhu akibat ketinggian (lapse rate) besar sehingga terjadi kondisi labil yang kuat. Atmosfir didominasi struktur olakan yang relatif besar disertai konveksi bebas. Disebabkan oleh ukuran olakan yang lebih besar dari diameter kepulan maka akibatnya transportasi kontaminan akan bergerak ke atas dan ke bawah pada alur yang berliku-liku. Transportasi yang tidak menentu tersebut dapat mengakibatkan kepulan yang relatif pekat dan belum mengalami pengenceran kontak dengan penerima pada jarak yang sangat pendek dari cerobong sehingga lokasi kontak konsentrasi kontaminan sesaatnya tinggi.

b. Conning Terjadi pada waktu siang atau malam pada semua musim. Karakteristik atmosfir berangin dan atau berawan pada kondisi stabil mendekati netral. Tidak adanya turbulensi menyebabkan atmosfir hanya mengalami olakan konveksi paksaan kecil yang ditimbulkan oleh gesekan. Tidak adanya penguatan vertikal dari kondisi labil maka penyebaran vertikal dan lateral dari kepulan hampir sama sehingga kepulan berbentuk kerucut simetri.

c. Fanning Dicirikan atmosfir yang sangat stabil (adanya inversi). Kondisi ideal terjadi pada daerah anti siklon terutama pada malam hari. Pada kondisi di mana turbulensi lemah atau tidak ada sama sekali, hanya ada sedikit gerakan pada kepulan. Udara yang stabil menekan setiap gerakan pengadukan vertikal sehingga difusi vertikal kecil. Tidak adanya transportasi vertikal mengakibatkan konsentrasi kontaminan pada permukaan tanah sangat kecil kecuali cerobongnya rendah atau kepulan tertiup angin yang mengarah ke topografi yang lebih tinggi di mana kepulan akan bertemu dengan permukaan tanah. Kepulan tipe fanning pada umumnya berpotensi menjadi bentuk kepulan yang lebih berbahaya atau tipe fumigasi.

d. Lofting Tipe lofting merupakan kondisi dispersi kontaminan yang paling baik. Tipe ini dijumpai umumnya pada petang hari di mana terjadi inversi radiasi. Lapisan stabil di bawah kepulan menghalangi transportasi ke bawah, sedangkan lapisan yang agak labil di atas mengakibatkan kepulan terdispersi ke atas. Kondisi ini seringkali hanya transisi karena bila tinggi inversi melebihi tinggi efektif cerobong maka kepulan akan berubah menjadi fanning.

e. Fumigasi Adalah kondisi kebalikan dari lofting. Pada fumigasi inversi di atas kepulan menghalangi dispersi ke atas. Profil penurunan suhu di bawah inversi mengakibatkan terjadinya pencampuran vertikal sehingga kepulan akan turun ke permukaan tanah.

KECEPATAN ANGIN Tidak hanya perubahan arah angin akan tetapi juga kecepatan angin meningkat terhadap ketinggian di atas permukaan bumi ketinggian maksimum di mana kecepatannya sama dengan udara bebas (free air) atau kecepatan angin geostrophik. Laju perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian disebabkan oleh topografi. Bangunan-bangunan di area pedesaan, misalnya memperlambat udara sampai ke tanah, hal ini berarti bahwa kecepatan maksimum terjadi pada ketinggian yang lebih tinggi dari pada ketinggian permukaan daerah kita.

TURBULENSI Turbulansi mekanik disebabkan oleh kekasaran dari permukaan bumi. Jauh dari permukaan, turbulensi konvektif (pemanasan udara yang naik dan pendinginan udara yang turun) menjadi sangat penting. Banyaknya turbulensi dan ketinggian yang beroperasi tergantung pada kekasaran permukaan, kecepatan angin dan stabilitas atmosfir. Masalah utama bagi perancang adalah untuk menentukan tinggi cerobong yang cocok. Pada Gambar 3 menunjukkan ketinggian cerobong efektif merupakan kombinasi dari tinggi cerobong nyata dan tinggi kepulan (plume rise). Tinggi kepulan merupakan fungsi kecepatan pembuangan, suhu emisi, dan stabilitas atmosfir.

Gambar 3. Ketinggian Cerobong

Emisi dari cerobong harus mematuhi peraturan lingkungan : konsentrasi dan laju alir polutan. Bagaimanapun juga, cerobong harus cukup tinggi sehingga polutan yang mencapai tanah harus lebih rendah dibandingkan dengan tingkat konsentrasi permukaan tanah yang tertentu dengan otoritas peraturan. Tingkat konsentrasi polutan di permukaan tanah tergantung pada banyak faktor, yang paling penting adalah : Tinggi cerobong emisi Kecepatan dan suhu emisi cerobong Stabilitas atmosfir Keadaan alam topografi sekitarnya

biasanya minimal 10 tahun (idealnya berjangka waktu 30 tahun), Iklim : biasanya minimal 10 tahun (idealnya berjangka waktu 30 tahun), Harian : diukur 3 kali (06.00, 12.00, dan 18.00) Parameter-parameter yang ada (Data BMG) : kelembaban, tekanan udara, suhu udara (tertinggi dan terendah), jumlah hari hujan, curah hujan, evaporasi, radiasi surya, arah angin, kecepatan angin

Tabel Kriteria Iklim No Klasifikasi Iklim Kriteria 1 Thornthwaite Evapotranspirasi potensial dan moisture budget 2 Koppen Suhu dan curah hujan rerata bulanan atau tahunan dikaitkan dengan pertumbuhan vegetasi. 3 Schmidt-Ferguson Curah hujan bulanan. 4 Oldeman Curah hujan dan kebutuhan air tanaman.

Gambar Penentuan Arah Mata Angin Untuk Dari Data Mateorologi 00 BL TL B T BD TG S

Tabel Frekuensi sebaran angin suatu daerah pada waktu tertentu. No Arah angin Kecepatan (m/detik) 0 - 5 5 - 10 10 - 15 > 15 1 Utara .... (...%) 2 Timur Laut 3 Timur 4 Tenggara 5 Selatan 6 Barat Daya 7 Barat 8 Barat Laut

Gambar Pola angin di daerah studi. 5-10 m/det 0-5 m/det  10 m/dett 30% 20% 30% 10% 10% 20% Malam, Oktober 2003 Siang, Oktober 2003 Gambar Pola angin di daerah studi.

Tabel 1 : Faktor Emisi Polutan pada pembakaran batubara, lb/ton coal No Polutan Power Plant Industry Rumah Tangga/Kantor 1. Aldehid, HCHO 0,005 2. Karbon Monoksida, CO 0,5 3 50 3. Hidrokarbon, CH4 0,2 1 10 4. Oksida Nitrogen, NO2 20 8 5. Sulfur Dioksida 38S 6. Partikulat 16A Sumber : Perkins, 1974 S = sulfur dalam batubara ; A = % abu dalam batubara Jika kadar abu dalam batubara 10%, kadar sulfurnya 0,8%, maka emisi masing-masing : Partikulat = 16A = 16 x 10 lb/ton batubara SO2 = 38S = 38 x 0,8 lb/ton batubara

Tabel 2 : Faktor Emisi Polutan pada pembakaran Gas Alam, lb/106 BTU NG No Polutan Power Plant Industry Rumah Tangga/Kantor 1. Aldehid, HCHO 1 2 N 2. Karbon Monoksida, CO 0,4 3. Hidrokarbon, CH4 4. Oksida Nitrogen, NO2 390 214 116 5. Sulfur Dioksida 6. Partikulat 15 18 19 Sumber : Perkins, 1974

Tabel 3 : Faktor Emisi Polutan pada pembakaran Fuel Oil, lb/1000 gallon FO No Polutan Power Plant Industry Rumah Tangga/Kantor 1. Aldehid, HCHO 0,6 2 2. Karbon Monoksida, CO 0,04 3. Hidrokarbon 3,2 3 4. Oksida Nitrogen, NO2 104 72 5. Sulfur Dioksida, SO2 157S 6. Sulfur Trioksida, SO3 2,4S 2S 7. Partikulat 10 23 8 Sumber : Perkins, 1974

Satuan Pengukuran Tiga satuan utama untuk polutan udara : Mikrogram/m3 (µg/m3) Bagian per juta (ppm) Mikron/mikrometer (µm) Konsentrasi : µg/m3 dan ppm Ukuran partikel : µm

Konversi Satuan 1 SO2 1 ppm = 2620 g/Nm3 2 NO2 1 ppm = 1880 g/Nm3 3 Total Oksidan (O3) 1 ppm = 1962 g/Nm3 4 CO 1 ppm = 1145 g/Nm3

Metode Pengukuran / Analisis Udara No Parameter Satuan Metoda Peralatan 1 SO2 g/Nm3 Pararosanilin Spektrofotometer 2 NO2 Saltzman 3 Total Oksidan (O3) Fenolftalin 4 CO NDIR NDIR Analyzer 5. NH3 Indophenol 6. Debu Gravimetri Hi-Volt Sampler

Metode Pengumpulan dan Analisis Sampel Kualitas Udara No. Parameter Baku Mutu Peralatan yang digunakan Waktu pengukuran Metoda analisis sampel Sumber 1. SO2 365 µgr/Nm3 Gas Sampler 24 jam Pararosanilin Keputusan Gubernur Kalimantan Timur. 2. NO2 150 µgr/Nm3 Saltzman 3. CO 15.000 µgr/m3 NDIR Analyser Sesaat NDIR 4. Partikel Debu 230 µgr/m3 High volume sampler Gravimetric

Alat Penghisap Debu : High Volume Sampler

Tombol Pengatur High Volume Sampler

Grafik Konversi Laju alir (flow rate) udara dan skala flowmeter

Kertas saring untuk menangkap debu di High Volume Sampler

Perbandingan kertas saring yang sudah digunakan dengan yang belum digunakan untuk menghisap debu

Bubbler untuk menangkap udara

Bagian-bagian bubbler

Bagian-bagian bubbler

Pengambilan Sampel Udara oleh Impinger dan Bubbler

Pengambilan Sampel Udara oleh Impinger dengan 2 Bubbler

Suara Merdeka, 16 April 2009

Model Pendugaan Emisi Dan Penyebaran Polutan Di Atmosfir Box Model Rollback Model Gaussian Model

Gambar Udara yang Terencerkan dari Box Model yang Sederhana Height, h Length of box, w Wind speed, U Static layer of air Emission rate Gambar Udara yang Terencerkan dari Box Model yang Sederhana

Asumsi : Model paling sederhana, keadaan selalu tetap : emisi, kecepatan angin dan karakteristik udara Pelepasan polutan tercampur sempurna Polutan udara secara kimia stabil Laju emisi polutannya konstan, P (massa/waktu) Memasuki suatu volume udara ambien yang bergerak pada satu arah yang tetap, U Udara yang bergerak dibatasi dari atas oleh lapisan udara yang stabil pada ketinggian, h Udara yang bergerak juga dibatasi oleh arah tegak lurus terhadap kecepatan angin Model ini menggambarkan suatu lembah di manan udara melewati suatu daerah (zona) dengan lebar, w, yang terbentuk dari dua baris bukit.

Konsentrasi Polutan yang dilepaskan ke udara ambien : C = P/(U h w) C = konsentrasi polutan j, ppm U = kecepatan angin, dianggap konstan, m/jam P = laju emisi polutan j, µg/detik h = tinggi kolom udara, m w = lebar kolom udara, m Jika kecepatan angin sangat rendah (mendekati nol) C= [P . t / (x w h)] x = panjang kolom udara, m t = waktu emisi, detik

Hubungan Linier Antara Emisi dan Konsentrasi pada Rollback Model kP + b b : background level Mass of emissions per unit time, P Hubungan Linier Antara Emisi dan Konsentrasi pada Rollback Model

Pendekatan sederhana untuk menduga emisi yang mempengaruhi kualitas udara ambien Asumsi : Jumlah total polutan yang dilepas di suatu daerah pada suatu waktu tertentu (p) mempunyai hubungan linier dengan konsentrasi pada titik tertentu c = kp + b c : konsentrasi polutan, µg/m3 b : background concentration (emisi = 0), µg/m3 k = konstanta empirik Nilai k : k = (c – b)/p C : konsentrasi partikulat dekat stasiun pengukuran, µg/m3

Gaussian Model Model penyebaran yang paling banyak digunakan Dapat menentukan konsentrasi di beberapa titik ruang Asumsi : Laju emisi polutan konstant Kecepatan dan arah angin rerata konstant Sifat kimia senyawa stabil dan tidak berubah di udara Daerah sekitar sumber pencemar adalah datar dan terbuka Diturunkan dari Hukum Kekekalan Massa dalam bentuk persamaan differensial + adveksi dan difusi Konsentrasi polutan searah angin (downwind) Sistem koordinat 3 dimensi

Gaussian Model Rumus umum untuk 3 dimensi Konsentrasi di permukaan tanah (z=0)

Keterangan : Q = Laju emisi konstant (μgr/detik) U = Kecepatan angin konstant (m/detik) h = Ketinggian emisi efektif dari cerobong (m) σy = koeffisien dispersi horizontal (m) σz = koeffisien dispersi vertikal (m)

Koeffisien Dispersi Horizontal

Koeffisien Dispersi Vertikal

Tinggi Kepulan (Plumerise) ΔH Menurut Rumus Holland Vs : stack velocity, m/s d : stack diameter, m u : wind speed, m/s P : pressure, kPa Ts : stack temperature, K Ta : air temperature, K

Tabel Stabilitas atmosferik, Turner Kec. angin pada ketinggian 10 m, m/det Siang Malam Strong Moderate Slight > 1/2 cloud clear to 1/2 cloud < 2 A A-B B - 2-3 C E F 3-5 B-C D 5-6 C-D >6 Sumber : Perkins, 1974

Tabel Penggolongan Stabilitas atmosferik (Forsdyke, 1970) Kec. angin pada ketinggian 10 m, m/det Intensitas Radiasi Sinar Surya Siang Hari Penutupan Awan Rendah Malam Hari Strong Moderate Slight > 4/8 < 3/8 < 2 A A-B B - 2-3 C E F 3-5 B-C D 5-6 C-D >6 A = sangat tidak stabil D = netral B = tidak stabil E = agak stabil C = agak tidak stabil F = stabil

Contoh soal : Telah diperkirakan bahwa emisi SO2 dari PLTU batubara adalah 1.656 gr/detik. Pada jarak 3 km downwind pada garis pusat kepulan pada siang hari dengan kecepatan angin 4,50 m/detik, berapa konsentrasi SO2 ? (Centerline implies y = 0) Stack parameters : Tinggi : 120,0 m Diameter : 1,20 m Kecepatan ke luar : 10,0 m/detik Suhu : 3150C Kondisi atmosfir Tekanan : 95,0 kPa Suhu : 25,00C

Penyelesaian : Menentukan tinggi efektif cerobong ΔH = 8,0 m h = 120,0 + 8,0 = 128,0 m Stabilitas atmosfir : D → σy = 190 m dan σz = 65 m = 1,36.10-3 g/m3 = 1,4.10-3 g/m3 SO2

PENGENDALIAN PENCEMAR UDARA Pengendalian dapat dilakukan : 1. Sumber pencemar 2. Proses yang digunakan 3. Perawatan peralatan utama

Pemilihan alat pengendali, Faktor lingkungan meliputi : lokasi peralatan, ruang yang tersedia, kondisi ambien, ketersediaan utilitas yang cukup maksimum emisi yang diperbolehkan, pertimbangan estetika, kontribusi sistem polusi udara terhadap air limbah dan air tanah, dan kontribusi sistem pengendalian polusi terhadap kebisingan.

Faktor teknik meliputi : karakteristik kontaminan (sifat fisika dan kimia, konsentrasi, bentuk partikulat, dan distribusi ukuran), karakteristik aliran gas (laju alir, temperatur, tekanan, humidity, komposisi, viskositas, densitas, reaktivitas, korosivitas, dll), karakteristik perancangan dan kinerja terhadap sistem (ukuran dan berat, efisiensi, mass transfer, dll). Termasuk dalam faktor ekonomi yaitu : capital cost, operational cost, dan umur teknis peralatan

PENGOLAHAN LIMBAH PARTIKULAT DAN GAS a. Partikulat Dapat berbentuk zat padat/cairan ukurannya lebih besar dari 1 molekul tetapi kurang dari 1000 m. Partikulat yang terdispersi di udara disebut aerosol. Debu adalah hasil pemecahan zat padat berukuran 1-200 m. Asap adalah padatan atau butiran cairan hasil pembakaran zat organik dan berukuran antara 0,01 sampai 1 m. Dari sumbernya : Pertama, sumber bergerak Kedua, sumber tidak bergerak

b. Polutan Gas 1. Pengolahan Secara Kering. Menggunakan penjerap (adsorbent) atau resin. Tidak ada adsorbent yang universal yang mampu menjerap semua polutan Saat ini sudah dikembangkan jenis resin sintetis Syarat-syarat adsorbent/resin penukar ion : Selektivitas terhadap polutan tertentu tinggi Mudah diregenerasi Mudah diperoleh Mempunyai luas permukaan per satuan volume yang besar Harganya terjangkau 2. Pengolahan Secara Basah Dilakukan dengan penyerapan (absorpsi) polutan yang ada ke dalam larutan. Penyerapan oleh larutan ini dilakukan sesuai sifat gas yang mempunyai kelarutan yang tinggi terhadap pelarut tertentu.