Disposisi untuk menjadi imam yang tajam terpercaya

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Sabda Kehidupan Februari 2013 “Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita.” (1Yoh.
Advertisements

Sikap dan mental wirausaha
Isyu-isyu penting dalam teori Kepribadian.
KATEKESE ANALISIS SOSIAL
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL
PERILAKU INDIVIDU & PERBEDAANNYA..
Prilaku Individu (Pertemuan ke-3)
PERILAKU INDIVIDU & PERBEDAANNYA
MEMAHAMI KONDISI DAN TINGKAH LAKU MANUSIA
ERICH FROMM Latar belakang dan pandangan-pandangan Fromm:
BERSUKARIALAH DALAMKEMUDAANMU
Psikologi Kepribadian
MENGEMBANGKAN CITRA DIRI YANG SEHAT
KATEKESE UMAT PENGANTAR L. Atrik Wibawa
Om swastyastu.
PENGERTIAN WIRAUSAHA DAN KEWIRAUSAHAAN
Pembentukan Sikap Dan Tingkah Laku
Home Home Kelompok 3 Fitri Suci Maharsih Nurkhasanah Yoana Natalia E
1.THERESIA SISIL E ( ) 2.CHICHILA H M ( ) 3.ERSA WIGRAHANTO ( ) 4. DEWIMITA N S ( ) 5. RANDI SULISTYO ( )
Tipologi-Tipologi Yang Berdasar Temperamen
Seminar, Workshop dan Ziarah Nasional Majelis Nasional Pendidikan Katolik Jogjakarta Mei 2009 DONI KOESOEMA A.
Spiritualitas: dasar, akar dan jangkar Kita dan spritualitas kita Menurut anda secara pribadi, apakah arti kata “Spiritualitas” itu? Buatlah definisi.
Pertemuan 3 Charisma Ayu Pramuditha, B. Tech Mgt, MHRM
PANGGILAN HIDUP MEMBIARA
Pertemuan 11 : “ INTEGRITAS DIRI “
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL
PERILAKU INDIVIDU & PERBEDAANNYA..
PERILAKU INDIVIDU & PERBEDAANNYA..
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
ETIKA BISNIS purwati.
HAMBATAN DALAM EVALUASI PELATIHAN
PRINSIP–PRINSIP Perkembangan
PERILAKU KELOMPOK PERTEMUAN 6.
KETERAMPILAN INTERPERSONAL
MOTIVASI KERJA.
Spiritualitas Ketidaksempurnaan
KELOMPOK SOSIAL Oleh Lalu Abdul Hanan, S.Pd.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH GURU
PENGAMPUNAN: BERDAMAI DENGAN MASA LALU DAN MERAJUT MASA DEPAN
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
PENGINTEGRASIAN Oleh: Raswan Udjang
Persepsi Persepsi memiliki makna penting dalam perilaku manusia. Perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mengenai realitas yang dihadapi dalam kehidupanya,
C. Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan
POKOK BAHASAN Pertemuan 01 KESADARAN DIRI
Masalah- masalah Belajar
BUDAYA DAN ETIKA Perubahan lingkungan semakin turbulen, sistem dan subsitem organisasi menjadi makin terbuka dan tingkat persaingan semakin ketat dan.
PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Pengantar Public Relations VI. PR & Citra
PENGINTEGRASIAN Pengintegrasian adalah kegiatan menyatupadukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan, agar tercipta kerjasama yang memberikan kepuasan.
Empat Teori Psikologi Tentang Manusia
KONSEP DIRI Elsi Ermalinda, S.SiT.
KOMBINASI DAN KOORDINASI ANTARA BERBAGAI RANAH
GEREJA KATOLIK Komunitas orang beriman Hidup dalam Tradisi Para rasul
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
NAMA: WINDA OLISTIA NPM: KELAS: D (PAI)
PENDEKATAN-PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
DRA FATMAWATY HARAHAP, MAP
Nilai-Nilai Pendidikan dan Integritas Kepribadian
PERILAKU ORGANISASI ( Kepribadian dan Nilai) Oleh Kelompok III Sonny Sudarsono( ) Winny Novyanti( ) Rara Kurnia Fitri(
Pengembangan Potensi Diri
BAB VII YESUS, SAHABAT, TOKOH IDOLA, PUTRA ALLAH DAN JURUSELAMAT
PERILAKU INDIVIDU & PERBEDAANNYA..
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
KEPRIBADIAN, KONSEP & CITRA DIRI
Pelatihan Dasar Konsultan
HUBUNGAN MANUSIA – KEBUDAYAAN
MUJAHIDAH PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN IAIN SAMARINDA.
KONSEP DIRI REMAJA T U J U A N Dapat memahami dan menemukan unsur- unsur konsep diri serta memahami dan menerima kelebihan dan kekuarangan secara wajar.
Transcript presentasi:

Disposisi untuk menjadi imam yang tajam terpercaya

Pergulatan dasar antara diri ideal (self transcending) dan diri aktual (self transcended) dalam perjumpaan dengan nilai-nilai hidupnya membentuk apa yang disebut DISPOSISI PRIBADI

Ada 3 DiSPOSIsi, yakni: DISPOSISI I DISPOSISI II DISPOSISI III

Pribadi manusia harus dipandang sebagai suatu keseluruhan yang utuh

Manusia dimotivasikan oleh suatu kesatuan yang integral

Ketiga disposisi pribadi bukanlah bangunan atau himpunan yang terpisah-pisah, melainkan saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga membangun keseluruhan yang utuh, membentuk bangunan kepribadian tertentu yang mempengaruhi keseluruhan hidup.

Ketiga disposisi tersebut ada dalam setiap orang, namun kadarnya berbeda- beda.

Masing-masing disposisi mempunyai pengaruhnya sendiri, tetapi jika besar pengaruhnya, sudah barang tentu akan mempengaruhi pribadi sebagai suatu keseluruhan

Dialektika antara disposisi I dan II disebut “inkonsistensi” (bila tidak sesuai dengan nilai transendensi diri) atau “konsistensi” (bila sesuai dengan nilai transendensi diri). Dialektika yang terjadi dalam disposisi III disebut “konflik” (dari tingkat normal sampai patologi).

DISPOSISI I Dibangun atas dasar motivasi yang sadar dan terbuka pada nilai-nilai adikodrati Orang yang dewasa dalam D I akan lebih menunjukkan keutamaan dalam hidupnya, sedang orang yang kurang dewasa dalam D I akan lebih cenderung menunjukkan dosa dalam hidupnya

DIAPOSISI II Dibangun atas dasar motivasi sadar dan tidak sadar serta terbuka pada nilai-nilai inkarnatoris (kombinasi antara nilai kodrati dan adikodrati)

D II mempunyai ciri khas: Ada motivasi tidak sadar dan ada keterbukaan pada nilai-nilai adikodrati. Orang yang dewasa dalam D II menunjukkan kebaikan sejati dalam hidupnya (pemberian diri tanpa pamrih)

Orang yang kurang dewasa dalam D II akan lebih menunjukkan kebaikan palsu atau kebaikan semu dalam hidupnya

DiSPOSISI I dan II terdapat kesinambungan. Kesinambungan tersebut menunjukkan taraf-taraf pribadi dari keadaan lebih dewasa ke taraf pribadi yang kurang dewasa.

Pribadi akan menjadi dewasa, bebas dan sadar bila terjadi sedikit kontradiksi atau inkonsistensi. Semakin banyak kontrandiksi, maka pribadi semakin kurang dewasa, kurang bebas dan kurang sadar.

Kurang dewasa dalam D I pada hakekatnya adalah disadari, maka berhubungan dengan dosa. Kurang dewasa dalam D II kebanyakan tidak disadari, maka berhubungan dengan kebaikan palsu. Pengertian konsisteni dan inkonsistensi ada empat macam.

Konsistensi Sosial (KS) Konsistensi sosial terjadi bila kebutuhan psikologis sesuai dengan nilai- nilai hidup dan sikap pribadinya.

Contoh kebutuhan psikologis yang cocok dengan nilai hidup adalah mengejar prestasi. Mengejar prestasi adalah hal yang berguna bagi kemampuan seseorang dalam masyarakat. Konsistensi tersebut disebut sosial karena membuat pribadi mampu beradaptasi dengan baik dalam masyarakatnya.

Jadi, sikapnya sesuai dengan nilai-nilai hidup dan kebutuhan psikologisnya sehingga dirinya diterima baik oleh masyarakat. Dalam hidup rohani, sikap inilah yang disebut “kesaksian sejati”.

Konsisitensi psikologis (KP) Konsistensi ini terjadi bila kebutuhan psikologis bawah sadar atau sadar sesuai dengan nilai-nilai, tetapi sikap hidupnya tidak sesuai.

Contoh konsistensi psikologis adalah ketika ada orang yang perilakunya agresif, namun sebetulnya hatinya baik. Secara tulus pribadinya terarah pada panggilan, namun sikap hidupnya tidak terarah. Hal itu dapat dikarenakan adanya pengaruh motivasi bawah sadar.

Inkonsistensi sosial (IS) Inkonsistensi sosial terjadi apabila kebutuhan psikologis bawah sadar tidak sesuai dengan nilai- nilai dan tidak sesuai dengan perilakunya.

Hal tersebut nampak pada seorang yang mempunyai kebutuhan bawah sadar akan kehangatan, diam-diam akan cenderung mencari relasi yang memuaskan afeksinya. Apabila hal itu disadari motivasinya maka inskonsistensi ini menyangkut dosa pribadi karena sadar berbuat dosa.

Inkonsistensi psikologis (IP) Terjadi bila kebutuhan psikologis bawah sadar bertentangan dengan nilai-nilai hidup, namun perilaku kelihatan baik.

Hal tersebut nampak pada pribadi yang nampaknya baik, tetapi diam-diam mencari pemenuhan kebutuhan psikologis yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dipeluk. Perbuatan dari luar nampak halus, terpuji dan bermutu namun hanya sarana untuk memenuhi kebutuhan psikologis untuk diterima dan dicintai.

Apabila melakukan kerasulan maka apa yang dilakukannya itu berpamrih tersembunyi agar mendapat penerimaan dan kasih sayang. Sikap ini disebut “kemunafikan”.

Konsistensi defensif (KD) Konsistensi defensif terjadi apabila konsistensi psikologis, inkonsistensi sosial dan inkonsistensi psikologis salah satu atau ketiganya menjadi cara hidup seseorang.

Orang tersebut berada dalam keadaan defensif, hidup dalam kelemahan, senang dalam keadaaan berdosa dan munafik dalam hidupnya.

DiSPOSISI III Dibangun atas dasar motivasi sadar dan tidak sadar serta terbuka pada nilai-nilai kodrati

Orang yang dewasa dalam D III disebut sebagai orang normal, sedangkan orang yang kurang dewasa dalam D III adalah orang yang menunjukkan tanda-tanda kelainan jiwa

Berdasarkan data dan riset ilmiah serta pengalaman klinis menunjukkan bahwa D II paling memainkan peranan dalam penghayatan panggilan. Sebagai contoh, penilaian dalam D II merupakan petunjuk yang lebih dapat diandalkan mengenai kesetiaan seseorang dalam panggilan serta dalam internalisasi nilai-nilai panggilan.

Riset membuktikan bahwa krisis imam dan hidup membiara banyak disebabkan karena inkonsistensi bawah sadar tersebut. Banyak pribadi yang mengalami kesulitan karena adanya dorongan bawah sadar yang bertentangan dengan cita-cita panggilan yang telah diterimanya dengan sadar dan bebas.

Inkonsitensi bawah sadar tersebut cenderung mengakar walaupun telah melalui proses formasio. Inkonsistensi bawah sadar merintangi kemampuan mengiternalisasikan nilai-nilai panggilan sehingga mempengaruhi kemampuan bertindak atas dasar motivasi nilai-nilai panggilan.

Hal tersebut dapat menyebabkan rasa asing dan tidak kerasan dalam hidup panggilan, bahkan sampai keluar dari jalan panggilan.

Karena adanya inkonsistensi bawah sadar maka kerapuhan pribadi semakin subur oleh situasi intern (dalam gereja, seminari atau intitusi religius).

Biara yang tidak ketat dalam aturan dapat memberikan ruang bebas bagi setiap pribadi. Namun karena ada kerapuhan kebebasan itu disalahgunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis bawah sadarnya.

Ada pula kenyataan bahwa pribadi lebih mementingkan peranan prestasi, posisi penting dan popularitas dari pada pembatinan spritualitas ordo atau ajaran gereja.

Maka sebenarnya bukan selibat yang menjadi persoalan melainkan karena kerapuhan pribadi yang tidak terpecahkan.

Kehadiran inkonsistensi bawah sadar dapat diamati dalam banyak segi hidup misalnya: adanya kelemahan, ketidaksempurnaan dan keterbatasan diri dalam berbagai bentuk yang bukan dosa dan patologi.

Hal itu nampak dalam hidup bersama di mana meskipun semua berkehendak baik, namun sering terjadi konflik, saling mendiamkan, lebih mengutamakan kepentingan diri dari pada kehendak Allah, dan sulitnya penegasan bersama dalam komunitas.

Pergaulan yang defensif, persahabatan yang tergantung, khususnya dan terlalu eksklusif terhadap satu orang. Penafsiran peraturan seminari atau konstitusi tergantung disposisi psikologis seseorang sehingga ketulusan yang diambil juga terbelokkan

Dengan demikian jelas bahwa inkonsistensi bawah sadar yang muncul dalam D II memperlemah kemampuan untuk mempertimbangkan, mengambil keputusan dan bertindak.