Oleh : Setyo Utomo Dasar Pemuliaan Ternak, 2016/smstr II DASAR SELEKSI Oleh : Setyo Utomo Dasar Pemuliaan Ternak, 2016/smstr II
DASAR-DASAR SELEKSI SELEKSI ADALAH SUATU TINDAKAN UNTUK MEMILIH TERNAK YANG DIANGGAP MEMPUNYAI MUTU GENETIK BAIK UNTUK DIKEMBANGKAN LEBIH LANJUT SERTA MEMILIH TERNAK YANG DIANGGAP KURANG BAIK UNTUK DISINGKIRKAN DAN TIDAK DIKEMBANGBIAKKAN LEBIH LANJUT (Prof. Wartomo H, 1994) Memperkenalkan sekelompok ternak menjadi penurun dari generasi berikutnya dan menghilangkan kesempatan dari sekelompok lain untuk memperoleh hal yang sama (Ismed Pane, 1993). DASAR PEMILIHAN DAN PENYINGKIRAN (SELEKSI DAN CULLING) ADALAH MUTU GENETIK TERNAK.
MACAM SELEKSI : SELEKSI BUATAN SELEKSI ALAM KEBALIKAN DARI SELEKSI ALAM, KARENA PROSESNYA MELIBATKAN MANUSIA. MANUSIA MEMILIH TERNAK SESUAI KRITERIA YG TELAH DITENTUKAN. TERNAK TERPILIH MERUPAKAN TERNAK YG DIANGGAP LEBIH BAIK DIBANDINGKAN KELOMPOK YG HIDUP DAN BERPRODUKSI PADA TEMPAT DAN WAKTU YG SAMA UMUMNYA TERJADI PADA HEWAN PIARA ATAU TERNAK2 YG MEMILIKI NILAI EKONOMIS TINGGI ADA KEKUATAN YG SECARA ALAMI BERTANGGUNGJAWAB TERHADAP PROSES YG MENENTUKAN INDIVIDU2 TERNAK DAPAT BERTAHAN PADA SUATU LINGKUNGAN TERTENTU. YG BISA BERADAPTASI ITULAH YANG BERTAHAN. TANPA CAMPUR TANGAN MANUSIA UMUMNYA TERJADI PD HEWAN DI ALAM BEBAS.
SUMBER INFORMASI UNTUK SELEKSI LANGKAH AWAL PELAKSANAAN SELEKSI ADALAH TERSEDIANYA INFORMASI TENTANG KEUNGGULAN TERNAK (SELANJUTNYA DISEBUT “NP” ATAU NILAI PEMULIAAN ATAU “BV”. MENGINGAT TUJUAN PERBAIKAN MUTU GENETIK TERNAK ADALAH UNTUK MENGHASILKAN GENOTIPE SEBAIK MUNGKIN YANG AKAN LEBIH MENGEFISIENKAN PRODUKSI PADA LINGKUNGAN TERTENTU, MAKA LANGKAH UNTUK MENCAPAI HAL TSB ADALAH MELALUI “ESTIMASI NP” SUMBER INFORMASI TERSEBUT ADA 4 YAITU :
TERNAK ITU SENDIRI, SUMBER INFORMASI YANG DIPERTIMBANGKAN ADALAH FENOTIP TERNAK ITU SENDIRI. HUBUNGAN ANTARA FENOTIP DENGAN NILAI PEMULIAANNYA SAMA DENGAN AKAR KUADRAT h². NILAI h² YANG TINGGI CUKUP MENJADI SUMBER INFORMASI UNTUK MENGESTIMASI NP. NAMUN JIKA h² UNTUK SIFAT KUANTITATIF TERTENTU TERNYATA RENDAH, MAKA DIPERLUKAN SUMBER INFORMASI LAINNYA. KETURUNAN (PROGENY), SECARA ALAMI TDK PERNAH DIKETAHUI GEN MANA YANG DIWARISKAN KEPADA KETURUNANNYA. MAKIN BANYAK JUMLAH KETURUNAN, MAKIN BANYAK PULA KETERSEDIAAN INFORMASI YG DAPAT DIMANFAATKAN UNTUK MENGESTIMASI NP TETUANYA. HUBUNGAN ANTARA FENOTIP-FENOTIP SETIAP ANAK SEBESAR 0,5h. SELEKSI BERDASARKAN KETURUNAN SERING DISEBUT “UJI ZURIAT” ATAU UJI KETURUNAN. UJI INI BANYAK DIGUNAKAN UNTUK MENYELEKSI TERNAK UNTUK SIFAT TERTENTU DIMANA SIFAT TERSEBUT TDK DAPAT DIKETAHUI SECARA LANGSUNG PADA TERNAK TSB. CONTOH PADA SELEKSI PEJANTAN SAPI MAUPUN KAMBING PERAH. SELEKSI TERHADAP PEJANTAN DILAKUKAN DENGAN MEMBANDINGKAN PRODUKSI SUSU ANAK-ANAK BETINA DIBANDINGKAN DENGAN PRODUKSI SUSU ANAK-ANAK BETINA DARI PEJANTAN LAIN YG BERPRODUKSI PADA TEMPAT DAN WAKTU YG SAMA SBG PEMBANDING
MOYANG (ANCESTOR), MOYANG ADALAH TERNAK-TERNAK PADA GENERASI SEBELUMNYA YG BERHUBUNGAN LANGSUNG DENGAN INDIVIDU YG MENJADI KETURUNANNYA. PRINSIP PENENTUAN HUBUNGAN ANTARA FENOTIPE TETUA DENGAN GENOTIPE INDIVIDU YANG AKAN DIESTIMASI NP-NYA (ANAKNYA) MENGIKUTI HUBUNGAN TETUA ANAK. SAUDARA KOLATERAL, MELIPUTI SAUDARA TIRI DAN SAUDARA KANDUNG. UNTUK SAUDARA KANDUNG, HUBUNGAN FENOTIPE SAUDARA KANDUNG DENGAN GENOTIPE INDIVIDU SEBESAR 0,25 h, SEDANGKAN UNTUK SAUDARA TIRI SEBESAR 0,5 h.
DASAR PEMILIHAN DAN PENYINGKIRAN (SELEKSI DAN CULLING) ADALAH MUTU GENETIK TERNAK. MUTU GENETIK TERNAK TIDAK TAMPAK YG TAMPAK DARI LUAR DAN DAPAT DIUKUR ADALAH PERFORMANS PERFORMANS G E DASAR ANGGAPAN SAJA: MANA YANG DIANGGAP BAIK OR MANA YG DIANGGAP JELEK DILAKUKAN PENDUGAAN ATAU PENAKSIRAN MENENTUKAN TEPAT TDKNYA SELEKSI TGT KECERMATAN Kata “DIANGGAP” DIGUNAKAN UNTUK MENGGAMBARKAN KAPASITAS SIFAT YG DIMAKSUD
DISINILAH LETAK “SENI”NYA SELEKSI KECERMATAN SUATU SELEKSI TERGANTUNG PADA CARA ATAU METODA DARI PENDUGAAN TSB DICARI CARA ATAU METODE YANG PALING BAIK AGAR DIPEROLEH KECERMATAN YG TINGGI MESKIPUN SELEKSI DILAKUKAN ATAS DASAR PENDUGAAN ATAU PENAKSIRAN NAMUN KARENA PENDUGAAN TSB MENDEKATI KEBENARAN MAKA HASILNYA DAPAT SEMPURNA DISINILAH LETAK “SENI”NYA SELEKSI
SELEKSI SATU SIFAT DAN RESPON SELEKSI SELEKSI SATU SIFAT ATAU SIFAT TUNGGAL (SINGLE TRAIT SELECTION) ADALAH SELEKSI YG HANYA DITERAPKAN UNTUK MEMPERBAIKI SATU SIFAT PADA TERNAK SELAMA TERNAK ITU HIDUP. MISAL PADA SAPI PERAH, HANYA DISELEKSI BERDASARKAN PRODUKSI SUSU SAJA ATAU KADAR LEMAK SAJA, PADA SAPI POTONG HANYA BOBOT SAPI ATAU ADG SAJA, DST. SIFAT PENTING YG MENJADI PERHATIAN LEBIH PADA PEMULIAAN TERNAK ADALAH SIFAT KUANTITATIF. JIKA SELEKSI DILAKUKAN TERHADAP SIFAT KUANTITATIF, MAKA AKAN DIKETAHUI KEMAJUAN GENETIK ATAS SELEKSI YG DILAKUKAN SEBAGAI RESPON SELEKSI
RESPON SELEKSI PER TAHUN RESPON SELEKSI = KEMAJUAN GENETIK UNTUK SIFAT KUANTITATIF TERGANTUNG PADA : NILAI h² SIFAT YBS DIFERENSIAL SELEKSI (DS) RUMUS UNTUK MENGHITUNG RESPON SELEKSI PER TAHUN : ΔG/TAHUN = h² X DS DS = Ps - P ΔG = RESPON TERHADAP SELEKSI ATAU KEMAJUAN GENETIK DS = DIFERENSIAL SELEKSI Ps = RATAAN PENAMPILAN PADA POPULASI TETUA TERSELEKSI P = RATAAN PENAMPILAN PADA POPULASI TETUA SEBELUM SELEKSI A = RATAAN PENAMPILAN PADA POPULASI ANAK
GAMNBAR GRAFIK DS DAN RESPON SELEKSI ( HAL 36) JELASKAN MAKNANYA DARI PEMAHAMAN SDR!!!! , BACA BUKU PEMULIAAN TERNAK, PENERBIT GRAHA ILMU, YOGYAKARTA, OLEH EDY KURNIANTO TAHUN 2009. KIRIM KE EMAIL esutama_set@yahoo.com. Paling lambat 1 minggu setelah jadual elearning.
CONTOH SOAL : PADA SUATU POPULASI AYAM RAS PETELUR DICATAT BAHWA BOBOT TELUR TETAS 60,2 ± 6,1 g. PADA POPULASI TSB DIAMBIL SEBAGIAN INDUK YANG MENGHASILKAN TELUR RELATIF LEBIH BERAT DIBANDINGKAN LAINNYA. BOBOT TELUR DARI POPULASI INDUK HASIL SELEKSI ADALAH 63,1 ± 4,9 g. DATA LAIN MENUNJUKAN BAHWA KETURUNAN INDUK-INDUK TSB TELAH MENGHASILKAN TELUR 61,9 ± 4,2 g. BERAPA KEMAJUAN SELEKSI TERHADAP BOBOT TELUR JIKA h² = 0,54. JAWAB : DS = 63,1-60,2 = 2,9 RESPON SELEKSI / TH = h² X DS = 0,54 X 2,9 = 1,57 g Respon seleksi per tahun yg dihitung dari penampilan anak = 61,9 – 60,2 = 1,7 g
BESARNYA DS SERING DINYATAKAN DALAM SIMPANGAN BAKU FENOTIPIK BESARNYA DS SERING DINYATAKAN DALAM SIMPANGAN BAKU FENOTIPIK. DS YG DINYATAKAN DALAM SATUAN SIMPANGAN BAKU DISEBUT SEBAGAI INTENSITAS SELEKSI (i) I = DS/σp BESARNYA TERNAK YANG DIPERTAHANKAN DALAM SUATU POPULASI DAN BESARNYA INTENSITAS SELEKSI TERKAIT PROPORSI TSB DISAJIKAN PADA TABEL BERIKUT INI. MAKIN LONGGAR SELEKSI DIBERLAKUKAN TERHADAP SEJUMLAH TERNAK DARI SUATU POPULASI, MAKIN KECIL INTENSITAS SELEKSINYA.
TABEL INTENSITAS SELEKSI UNTUK PROPORSI SELEKSI TERTENTU DARI SUATU POPULASI TERNAK (LENGKAPI DATA DI BAWAH INI, KEMUDIAN KIRIMKAN KE EMAIL P. SETYO, SUMBER BUKU PEMULIAAN TERNAK, IDEM ATAS!) Proporsi Seleksi Intensitas Seleksi 0,001 3,400 0,002 3,200 0,003 3,033 0,004 2,975 0,005 2,900 0,006 2,850
SELEKSI MASSA ATAU SELEKSI INDIVIDU MERUPAKAN SELEKSI YG PALING SEDERHANA YAITU INDIVIDU DISELEKSI ATAS DASAR PERFORMANSNYA SENDIRI. DILAKUKAN TERHADAP INDIVIDU-INDIVIDU YANG MEMPUNYAI PERFORMANS TERBAIK. PERFORMANS DARI TERNAK-TERNAK YG SEDANG DIPILIH DISUSUN ATAU DIURUTKAN DARI PERFORMANS YANG TERBAIK SAMPAI YANG TERJELEK ATAU SEBALIKNYA. PEMILIHAN AKAN SANGAT MUDAH DILAKUKAN, YAITU DENGAN MENGAMBIL SUATU KEPUTUSAN BAHWA TERNAK DENGAN PERFORMANS DI ATAS NILAI TERTENTU ADALAH TERNAK YG TERPILIH, SEDANGKAN YG BERADA DI BAWAH NILAI TADI MERUPAKAN TERNAK YG HARUS DISINGKIRKAN.
APABILA POPULASI YANG DISELEKSI MEMPUNYAI ANGGOTA YANG BANYAK SEKALI (n mendekati tak terhingga) SEDANGKAN PERFORMANSNYA DISUSUN SEBAGAI SUATU HISTOGRAM DENGAN PERFORMANS SEBAGAI SUMBU X DAN JUMLAH ATAU FREKUENSI TERNAK SEBAGAI SUMBU Y MAKA HISTOGRAM DARI PERFORMANS POPULASI YANG SEDANG DIPILIH TADI AKAN MENDEKATI KURVE DISTRIBUSI NORMAL. ATAS DASAR ASUMSI BAHWA PERFORMANS TERNAK YG SEDANG DIPILIH MERUPAKAN KURVE DISTRIUSI NORMAL INILAH MAKA DASAR-DASAR ATAU RUMUS DARI SELEKSI INDIVIDU DIBUAT TERNAK DI INDONESIA SEBAGIAN BESAR DIKUASAI OLEH PETERNAK KECIL DENGAN PEMILIKAN TERNAK YANG SANGAT TERBATAS DAN PEMILIHANNYA BIASANYA DILAKUKAN TERHADAP INDIVIDU YANG TERBATAS SAJA SEHINGGA RUMUS-RUMUS SELEKSI MASSA TDK DAPAT DITERAPKAN SEPERTI APA ADANYA TETAPI HANYALAH “ARTI” ATAU “FALSAFAH” DARI TEORI-TEORI ATAU RUMUS-RUMUS ITU YANG DAPAT DIAMBIL MANFAATNYA, SEDANGKAN SECARA KUALITATIF MUNGKIN HANYALAH MERUPAKAN PENDEKATAN SAJA.
RESPON SELEKSI (RESPONSE TO SELECTION) ADALAH KENAIKAN NILAI RATA-RATA FENOTIP DARI GENERASI BERIKUTNYA, SEBAGAI AKIBAT ADANYA SELEKSI TERHADAP POPULASI TADI PADA SAAT MELAKUKAN SELEKSI, MAKA TERNAK YG MEMPUNYAI PERFORMANS DI ATAS DARI PERFORMANS YG TELAH DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU AKAN DIPILIH, SEDANG YG LEBIH RENDAH DARI PERFORMANS TADI AKAN DISINGKIRKAN. DENGAN DEMIKIAN MAKA TERNAK YG TERPILIH TADI AKAN MEMILIKI NILAI RERATA DARI PERFORMANSNYA LEBIH TINGGI DARIPADA NILAI RERATA DARI PERFORMANS KESELURUHAN SEBELUM DIADAKANNYA SELEKSI. PERBEDAAN RERATA PERFORMANS TERNAK YG TERSELEKSI DG RERATA PERFORMANS POPULASI SEBELUM DIADAKANNYA SELEKSI DISEBUT : DIFFERENSIAL SELEKSI (SELECTION DIFFERENTIAL) = “S”
S = (X – X) R = h²S _ _ s Keterangan : S = differential selection _ _ S = (X – X) s Keterangan : S = differential selection X ¯ = rerata fenotip populasi Xs¯ = rerata fenotip sesudah seleksi Oleh karena proporsi dari differensial seleksi atau S yang dapat diwariskan kepada keturunannya adalah yg bersifat genetik saja yaitu sebesar angka pewarisannya (h²) jadi besarnya S yang diwariskan adalah sebesar h²S sehingga tanggapan seleksi yg akan muncul pada generasi berikutnya adalah : R = h²S
Contoh soal : Diketahui rerata berat sapih suatu populasi sebesar (120±15) kg. Terhadap ternak ini dipilih sekelompok ternak, sehingga nilai rerata berat sapih ternak yang terpilih adalah sebesar 125 kg. Hitung ramalan berat sapih pada generasi berikutnya, bila diketahui angka pewarisan berat sapih = 0,48
PENGARUH KELOMPOK ATAU BESARNYA POPULASI TERHADAP EFEKTIFITAS SELEKSI BESARNYA KELOMPOK/POPULASI MEMPUNYAI ARTI PENTING DALAM PROGRAM SELEKSI, : DERAJAT SILANG DALAM YANG DAPAT DITIMBULKAN (INBREEDING LEVELS) INTENSITAS SELEKSI YANG MUNGKIN DAPAT DITERAPKAN MACAM PROGRAM PEMULIAAN YANG MUNGKIN DAPAT DITERAPKAN SILAHKAN BACA DI HALAMAN 168 -171 , PEMULIAAN TERNAK oleh : E.J. WARWICK, J. MARIA ASTUTI DAN WARTOMO HARDJOSUBROTO, 1990.