Politik dan hukum agraria
Kuliah akan dilaksanakan dalam waktu 14 minggu atau 14 kali pertemuan ( tatap muka ) yang terdiri atas: 7 pertemuan sebelum ujian tengah semester ( 1 pertemuan untuk UTS projek dalam bentuk ujian lisan dikelas) 7 pertemuan sesudah ujian tengah semester ( 1 pertemuan UAS dalam bentuk ujian tertulis) Evaluasi terhadap prestasi mahasiswa dilaksanakan dalam 2 kali ujian (UTS dan UAS). Nilai akhir untuk setiap mahasiswa merupakan akumulasi nilai-nilai sebagai berikut : tugas (20% ) UTS ( 30% ) dan UAS ( 50% ). Poin penting dalam perkuliahan ini adalah kehadiran, apabilan mahasiswa memenuhi kehadiran 100% maka ada penilaian khusus buat mahasiswa tersebut ditambah dengan keaktifan dikelas dan nilai tugas. UTS dan UAS menjadi penilaian tambahan.
Kompetensi Mengetahui dan memahani tentang konsep Politik dan Hukum Agraria Mengetahui dan memahami kewenangan pemerintah daerah dalam pertanahan Masalah-masalah pertanahan di Indonesia
Materi Pembelajaran UTS UAS Sejarah Pertanahan di Indonesia Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah Hubungan Politik Agraria Student movement Hak Atas Tanah Mekanisme Pertanahan Kewenangan Pertanahan berdasarkan UU.32 tahun 2004 Kewenangan Pertanahan berdasarkan PP 37 tahun 2007 Sengketa Pertanahan Your Time (one man ten time) Enjoy Your Observation Your Team Work Evaluasi
Student movement Diskusi Apa Yang Didapat Dalam Materi Yang Diterima Presentasi Kelompok Hasil Diskusi Memecahkan Masalah Yang Belum Dipahami Dalam Pertemuan Sebelumnya
Sejarah Pertanahan di Indonesia Kemampuan yang diharapkan: Mahasiswa mengerti dan memahami: “ Latar belakang sejarah pertanahan di Indonesia Masa sebelum UUPA Sesudah UUPA”
Sebelum 1870 Pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada penguasa kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagaian dari hasil pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar sepeser pun. Suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban meyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan. Kebijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian.
Masa Pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Rafles (1811-1816). pemilikan tanah-tanah di daerah swapraja di Jawa disimpulkan bahwa semua tanah milik raja, sedang rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya. Karena kekuasaan telah berpindah kepada Pemerintah Inggris,
KUHPerdata yang berlaku di Belanda, dengan beberapa perubahan, berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. KUHPerdata tersebut terdapat beberapa jenis hak atas tanah barat yang dikenal yaitu : 1) Tanah eigendom, yaitu suatu hak atas tanah yang pemiliknya mempunyai kekuatan mutlak atas tanah tersebut; 2) Tanah hak opstal, yaitu suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk memiliki sesuatu yang di atas tanah eigendom, pihak lain yang dapat berbentuk rumah atau bangunan, tanaman dan seterusnya di samping hak opstal tersebut memberikan wewenang terhadap benda-benda tersebut kepada pemegang haknya juga diberikan wewenang-wewenang yaitu : a). Memindah-tangankan benda yang menjadi haknya kepada pihak lain; b). Dapat dijadikan jaminan utang; c). Dapat diwariskan.
Setelah kemerdekaan?????
pemilik perkebunan dengan rakyat/penggarap; Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1954 tentang : Penyelesaian soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat. Penyelesaian akan diusahakan bertingkat 2 (dua) sebagai berikut : pemilik perkebunan dengan rakyat/penggarap; dalam rangka penyelesaian penggarapan tanah perkebunan tersbut akan mengambil kebijakan sendiri dengan memperhatikan : Kepentingan rakyat dan kepentingan penduduk, letak perkebunan yang bersangkutan; Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan perekonomian negara
Setelah UUPA Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Menimbang bahwa di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk per-ekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur; bahwa hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan Negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta; bahwa hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat di samping hukum agraria yang di dasarkan atas hukum barat; bahwa bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum;
tahun 1988 Badan Pertanahan Nasional dengan Keputusan Presiden Nomor : 26 Tahun 1988, memberikan kejelasan dan penegasan mengenai lingkup pengertian agraria yang dipakai di lingkungan administrasi pemerintahan. Adapun administrasi pertanahan meliputi baik tanah-tanah di daratan maupun yang berada di bawah air, baik air daratan maupun air laut.
Dalam Kepres Nomor : 44 Tahun 1993 Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa.
UUPA No.5 tahun 1960 Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air
Perairan UU No. 4 tahun 1960 tentang Wilayah Indonesia Obyek pengaturan UUPA berdasar pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak terbatas pada tanah saja, tetapi bumi, air, ruang ankasa, maka dalam perkembagannya masing-masing sudah mendapat pengaturan sendiri-sendiri antara lain: Perairan UU No. 4 tahun 1960 tentang Wilayah Indonesia UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan Perikanan UU No. 9 tahun 1985 Pertambangan UU No. 44 tahun 1960 tentang Pertambangan minyak dan Gas umi Kehutanan UU No. 5 tahun 1967 jo 41 tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan Sumber daya alam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Penataan Ruang UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Simpulan sejarah dan latar belakang hukum agraria dimulai dari zaman Hindia-Belanda dengan melihat tanah dan hasil tanah sebagai kekuasaan muntlak yang dimiliki oleh pemerintah melalui monopoli tanpa memberikan ruang kepada masyarakat Setelah adanya UUPA konsep tentang tanah menjadi milik negara dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama