Malpraktek dr. Nur Azid Mahardinata Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan Fakultas Kedokteran - Universitas Gadjah Mada
Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami pengertian malpraktek Mahasiswa memahami penyebab terjadinya malpraktek di bidang kedokteran Mahasiswa mampu mengidentifikasi kasus malpraktek yang terjadi di pelayanan kesehatan Mahasiswa memahami pedoman-pedoman hukum yang berkaitan dengan kasus malpraktik medis
A Case Discussion Plaintiff brought suit against Defendant for assault and battery. Defendant, an excellent physician and ear specialist, examined Plaintiff’s right and left ear. Defendant informed Plaintiff of the result of his examination and advised her to have an operation on her right ear. Plaintiff was not informed that her left ear was in any way diseased. Plaintiff agreed to undergo surgery on her right ear. While Plaintiff was unconscious, the Defendant found Plaintiff’s left ear is in a more serious condition than her right ear. Defendant also found the right ear to be less serious than expected. Defendant concluded that the right ear should not be operated upon and that instead, Plaintiff’s left ear should be operated first. Plaintiff was unconscious, was not informed, and did not consent to her left ear being operated upon. The operation on Plaintiff’s left ear was in every way successfully and skillfully performed. However, Plaintiff claimed that Defendant’s operation on her left ear greatly impaired her hearing. Plaintiff brought suit against Defendant for assault and battery to recover damages for the hearing impairment in her left ear. The lower court trial resulted in a verdict for Plaintiff for $14,322.50. The trial judge set aside the verdict as excessive and ordered a new trial. Both parties appealed.
The Summary Brief Fact Summary. Mohr (Plaintiff) brought suit against Williams (Defendant), a surgeon, for assault and battery after Defendant successfully and skillfully performed an operation on Plaintiff’s left ear that impaired Plaintiff’s hearing.
Pelajaran penting dari Kasus Mohr Bahwa meskipun tindakan medis yang telah dilakukan berhasil mengatasi keluhan atau penyakit pasien, pasien tetap bisa menuntut dokter berdasarkan proses pemberian layanan yang tidak sesuai ketentuan hukum Persetujuan yang diberikan oleh pasien terhadap suatu prosedur operasi pada bagian tubuh tertentu tidak dengan serta merta memberikan persetujuan bagi dokter untuk melakukan operasi pada bagian tubuh yang lain (selain pada keadaan gawat darurat) Bahwa hukum kedokteran harus dipahami dengan baik oleh seluruh praktisi pemberi layanan kesehatan, terutama dokter
Tindakan Dokter yang Memiliki Dampak Hukum Pada prinsipnya, seluruh tindakan dokter saat menjalankan fungsinya memiliki dampak hukum. Berikut ini adalah beberapa hal yang sering kali menyebabkan munculnya tuntutan hukum dari masyarakat umum. Informed consent Pembuatan rekam medik Menjaga rahasia jabatan Penggunaan teknologi untuk memperpanjang kehidupan Kelalaian medis atau Malpraktik
Latar Belakang Meningkatnya Kasus-Kasus Dalam Pelayanan Kesehatan Perbedaan persepsi mengenai bentuk “perikatan” antara dokter-pasien Inspanningverbintenis vs resultaatsverbintenis Kesenjangan antara harapan dan pelayanan yang diterima Perubahan di masyarakat: Meningkatnya kesadaran hukum Peningkatan pengetahuan tentang kedokteran Meningkatnya kesadaran untuk menggunakan ahli hukum/pengacara
Latar Belakang Meningkatnya Kasus-Kasus Dalam Pelayanan Kesehatan…cont Perubahan pada masyarakat profesional kesehatan: Kecenderungan materialistik Kompetisi antar dokter dan antara dokter dengan tenaga kesehatan yang lain Peningkatan ilmu dan teknologi yang sangat pesat tanpa peningkatan nilai moral/etik Perubahan orientasi RS profit oriented Pemanfaatan dokter sebagai perantara bisnis (farmasi, alat kesehatan, laboratorium, dll
Latar Belakang Meningkatnya Kasus-Kasus Dalam Pelayanan Kesehatan…cont Adanya mis-komunikasi Adalah penyebab utama terjadinya konflik-sengketa medik Faktor utama dalam komunikasi yang menjadi penyebab utama konflik kedokteran adalah: Isi informasi (tentang penyakit dan alternatif terapi) Waktu pemberian informasi Cara pemberian informasi Pemberi informasi Penerima informasi
Karakteristik Sengketa Dokter-Pasien Sengketa terjadi dalam hubungan antara dokter-pasien Objek sengketa adalah upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter Pihak yang merasa dirugikan adalah pasien Kerugian tersebut disebabkan oleh adanya dugaan kelalaian/kesalahan dokter yang disering disebut malpraktik
Kelalaian, Malpraktik, dan Kecelakaan Medik
Standar Profesi Kedokteran (Prof. Leenan) Berbuat secara teliti atau seksama Sesuai ukuran ilmu medik Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahlian medik yang sama Situasi dan kondisi yang sama menuntut tindakan yang sama pula Sarana upaya yang sebanding/proporsional dengan tujuan konkret tindakan/perbuatan tersebut
Kelalaian/Negligence/Culpa Medis Tidak melakukan sesuatu apa yang seorang yang wajar berdasarkan pertimbangan biasa yang umumnya mengatur peristiwa manusia akan melakukan atau Melakukan sesuatu yang seorang wajar dan hati-hati justru tidak akan melakukan De minimis not curat lex (the law doesn’t concern itself with trifles)
Kelalaian Medis/Negligence/Culpa Unsur Kelalaian Dalam Tolak Ukur Pidana Bertentangan dengan hukum Akibatnya dapat dibayangkan Akibatnya dapat dihindarkan Sehingga perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya
Kelalaian/Negligence Bentuk-bentuk negligence: Malfeasance (execution of an unlawful or improper act) Misfeasance (the improper performance of an act) Nonfeasance (the failure to act when there is a duty to act) Maltreatment (improper or unskillful treatment, can be caused by ignorance, neglect, or willfulness) Criminal negligence (reckless disregard for the safety of another)
Malpractice/Malpraktik “Malpractice is a professional misconduct on the part of a professional person, such as a physician, dentist, veterinarian. Malpractice may be the result of ignorance, neglect, or lack of skill or fidelity in the performance of professional duties, intentional wrongdoing or illegal or unethical practice” (Coughlin’s Dictionary of Law)
Medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (World Medical Association, 1992)
Seorang dokter melakukan kesalahan profesi jika ia tidak melakukan pemeriksaan, tidak mendiagnosa, tidak melakukan sesuatu atau tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang baik pada umumnya dan dengan situasi kondisi yang sama akan melakukan pemeriksaan dan diagnosa serta melakukan atau membiarkan sesuatu tersebut (Aansprakelikeheid, KNMG – the Netherlands)
Kesimpulan mengenai definisi malpraktik: Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan
Hubungan Antara Malpraktik dan Kelalaian Tindakan sengaja Tindakan tidak sengaja (kelalaian) Malpraktik
Kecelakaan Medis Tidak termasuk dalam kelalaian dan kesalahan (malpraktik) Tidak dapat dipersalahkan Kecelakaan yang terjadi meskipun tindakan sudah dilakukan dengan baik, secara hati-hati, dan berdasarkan standar profesi Unsur-unsur kecelakaan medis: Tidak dapat dicegah Terjadinya tidak dapat diperkirakan sebelumnya
Pembuktian Malpraktik
Pembuktian Malpraktik Pembuktian cara langsung Adanya 4 unsur malpraktik Adanya Duty (kewajiban) yang harus dilakukan Adanya Dereliction of duty (penyimpangan kewajiban) Terbuktinya Direct causal relationship (berkaitan langsung) antara pelanggaran kewajiban dengan kerugian Terjadinya Damaged (kerugian)
Pembuktian tidak langsung Res Ipsa Loquitor (the thing speaks for itself) dengan memenuhi unsur-unsur: Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter tidak lalai Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggung jawab dokter Pasien tidak ikut menyumbang timbulnya fakta itu atau dengan kata lain tidak ada contributory negligence
Penyelesaian Sengketa Pidana Perdata BPSK UU Praktik Kedokteran Penyelesaian Sengketa
Pidana “Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan (Pasal 1 KUHP) Dapat berupa delik culpa atau delik alpa Malpraktik medik dalam bidang hukum pidana: Karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain (Pasal 359 KUHP) Karena kealpaan menyebabkan orang lain luka berat/sakit (Pasal 360 ayat 1,2 KUHP) Perbuatan pengguguran kandungan tanpa indikasi medik (pasal 299, 348, 349, 350 KUHP) Membuka rahasia kedokteran (Pasal 322 KUHP) Pemalsual surat keterangan (Pasal 263, 267 KUHP)
Alat-alat bukti pembuktian pidana: Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa Minimal 2 alat bukti 3 unsur kealpaan: Pelaku berbuat (atau tidak berbuat) lain daripada apa yang seharusnya ia perbuat Pelaku telah berbuat lalai, lengah, atau kurang berpikir panjang, dan Perbuatan pelaku tersebut dicela
Perdata “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri ataupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut” “Pasien harus dapat membuktikan kesalahan dokter!”
Perbuatan melawan hukum (dalam perspektif perdata) adalah berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri atau kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain Kesalahan diartikan luas: kesengajaan, kelalaian, dan kurang hati-hati Kesalahan dokter dalam menjalankan profesinya pada dasarnya berkaitan dengan kewajiban yang timbul karena profesinya
“Tiap perbuatan melanggar hukum yag membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut” (Pasal 1365 KUHPerdata) Pembuktian dengan 4D Doktrin Res Ipsa Loquitor
Melakukan wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata) Melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUHPerdata) Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab (Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata)
BPSK Lex spesialis derogat lex generalis Diajukan ke Pengadilan Negeri Beban pembuktian merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK): Pasal 31 UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Tugas dan Wewenang BPSK menurut UU: Melaksanakan penanganan dan sengketa konsumen dengan cara mediasi, arbitrase, atau konsiliasi Memberikan konsultasi perlindungan konsumen Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku Menerima pengaduan tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen Melakukan penelitiian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan UUPK Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UUPK ini Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana yang dimaksud dalam No. 6 dan 8 yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK Mendapatkan, meneliti, dan menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyidikan dan atau pemeriksaan Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap UUPK Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK
Sistem pembuktian terbalik Alat Bukti BPSK: Barang dan/atau jasa Keterangan para pihak Keterangan saksi dan/atau saksi ahli Surat dan/atau dokumen Bukti-bukti lain yang mendukung Sistem pembuktian terbalik
UU Praktik Kedokteran Menunggu peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Pasal 70 UU tentang Praktik Kedokteran)
Thank You