Pandangan Gereja Terhadap Pernikahan Beda Agama

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KISAH CINTA Pelajaran 12 untuk 24 Maret 2012.
Advertisements

“I Care !” PA Interaktif GKI Cinere Selasa, 2 April 2013.
KELUARGA MENYAMBUT YESUS DI ERA GLOBALISASI
Dalam Perspektif Gereja Katolik
Penikahan: Antara Janji dan Kenyataan? (When we said “I do”)
GPIB JEMAAT IMMANUEL DI BEKASI
BERPIKIR IDEALIS DAN BERTINDAK REALISTIS.
PA Interaktif GKI Cinere Pdt. Tohom Tumpal Marison Pardede
MENGENAL KITAB-KITAB DEUTEROKANONIKA
KITAB NEHEMIA GPIB JEMAAT IMMANUEL DI BEKASI
GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI
Sakramen Untuk Pelayanan Persekutuan & Perutusan
Oleh: Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
MATERI KAM GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI 16 AGUSTUS 2010
GEREJA &SAKRAMEN Pertemuan ke 9.
HUKUM PERKAWINAN PERKAWINAN CAMPURAN
Sakramen Tobat Sakramen penyembuhan
PELAYANAN SETIAP ANGGOTA
KEDATANGAN YESUS Lesson 1 for April 4, 2015.
A. Syarat Materil : B. Syarat Formil Materil Umum/Absolut
UU PERKAWINAN UU NO 1 TAHUN 1974.
SEKEDAR SUMBANGAN PEMIKIRAN BAHAN PENDALAMAN IMAN APP 2010 TEMA ORANG DEWASA.
Babtis.
SAKRAMEN BAPTIS, PERJAMUAN KUDUS & GEREJA BERSAKSI
JANGAN KITA LUPA (MALEAKHI)
PEMBENARAN OLEH IMAN SAJA
KESATUAN INJIL Lesson 3 for July 15, 2017.
HUKUM DAN INJIL Lesson 10 for December 8, 2012.
Ekaristi Sumber Berkat Dalam Keluarga
BERMEGAH DALAM SALIB Lesson 14 for September 30, 2017.
CHRISTIAN FAITH CREDO RUMUSAN-RUMUSAN PENGAKUAN IMAN GEREJA UNIVERSAL : ANATASIUS NICEA KONSTANTINOPEL PENGAKUAN IMAN RASULI.
GEREJA: BERBAGAI UPACARA DAN RITUAL
Oleh: Khoerul Anwar TH a.
LITURGI IBADAH GKI.
RASUL PAULUS DI ROMA Lesson 1 for October 7, 2017.
KISAH CINTA Lesson 12 for March 24, 2012.
YESUS KRISTUS, Tuhan dan Manusia
GEREJA YANG KONTEKSTUAL
Kerukunan Antar Umat Beragama
BAB V Kitab Suci dan Tradisi.
PAULUS kaderisasi penggerak kerasulan kitab suci
Tugas Tulislah doa Aku percaya / Syahadat Para rasul ! Apa Paroki anda.
BERSUKACITA DAN BERSYUKUR
PEMBENARAN OLEH IMAN Lesson 4 for October 28, 2017.
KRISIS (DIDALAM DAN DILUAR)
TIDAK ADA PENGHUKUMAN Lesson 9 for December 2, 2017.
Kebersamaan dengan orang lain tanpa kehilangan identitas
ANAK-ANAK PERJANJIAN Lesson 10 for December 9, 2017.
SIAPAKAH MANUSIA DALAM ROMA 7?
KATEKISASI GEREJA Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka.
1. MENELUSURI HAKIKAT GEREJA a. Gereja : umat allah Dalam perjanjian baru gambaran gereja sebagai umat allah dapat ditemukan dalam 1ptr. 2:10; rm. 9:25.
Pdt. Gerry CJ Takaria.
KAMU AKAN MENJADI SAKSIKU
KUNCI KEPADA PERSATUAN
MUSYAWARAH YERUSALEM Lesson 8 for August 25, 2018.
PENCIPTAAN DAN KEJATUHAN
PARA PEMIMPIN GEREJA MULA-MULA
PENYEBAB PERPECAHAN Lesson 2 for October 13, 2018.
PENTAKOSTA Lesson 2 for July 14, 2018.
PENGALAMAN PERSATUAN DI GEREJA MULA-MULA Lesson 5 for November 3, 2018.
GAMBARAN-GAMBARAN PERSATUAN
PENATALAYANAN. PENATALAYANAN APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti “tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya,
SABAT MENURUT ALKITAB Sabat adalah pusat perbaktian kita kepada Allah. Peringatan atas Penciptaan, yang menyatakan sebab-musabab mengapa Allah harus.
BUKTI YANG PALING MEYAKINKAN
ORGANISASI GEREJA DAN PERSATUAN
UMAT ALLAH YANG DIMETERAIKAN
KETIKA SEORANG DIRI Lesson 4 for April 27, 2019.
PELAYANAN DALAM JEMAAT PERJANJIAN BARU
Materi Purity Topik 2.
Hukum Pernikahan Beda Agama (Dalam Perspektif Islam) KARYA TULIS & PEMIKIRAN Diselesaikan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Jurusan ekonomi.
Transcript presentasi:

Pandangan Gereja Terhadap Pernikahan Beda Agama Pemahaman Alkitab Interaktif Komisi Dewasa GKI Cinere 16 Oktober 2012 Pdt. Tohom Tumpal Marison Pardede

Kawin Campur: Tradisi Perjanjian Lama Pernikahan beda agama, dalam sejarahnya sering disebut perkawinan campur; Dalam tradisi Perjanjian Lama (PL), dipengaruhi oleh keterpilihan Israel sebagai bangsa yang terpilih dan kudus; Ini menyebabkan eksklusivisme dengan sikap memisahkan diri dari bangsa-bangsa lain yang kafir;

Pemisahan ini ditempuh agar bangsa pilihan tidak tercemar dari sikap menyembah ilah lain, yang acapkali digambarkan dengan penyembahan pada dewa-dewa, yang sesungguhnya tidak apa-apanya dibandingkan Yahweh (TUHAN); Juga karena pemahaman bahwa bangsa-bangsa bukan Israel akan dilenyapkan TUHAN, oleh sebab mereka melakukan penyembahan berhala. Umat Tuhan saja dihukum, apalagi bangsa lain. (Keluaran 7: 21-26, 23: 23)

Kawin antara orang Israel dengan orang kafir; Itu juga berarti kawin campur antara orang-orang yang berbeda agama; Kawin campur dinilai negatif karena alasan religius, sosiologis, politis; Namun ada juga yang tidak negatif, tetapi mungkin tidak etis dan tidak adil, seperti dalam Ulangan 21: 10- 14.

Kawin campur dilarang karena bahaya untuk iman akan Yahweh (TUHAN), karena sangat memungkinkan untuk umat beribadah kepada allah lain, terutama juga menyangkut pendidikan iman anak-anak. (Keluaran 34: 12- 16 dan Maleakhi 2: 10- 15); Bahkan dalam zaman Ezra dan Nehemia, hal ini lebih keras dan tegas (Ezra 2: 59- 62, Nehemia 7: 61- 65). Tidak ada dalam silsilah, tersingkir.

Ezra 9: 2, menyebutkan bercampurnya “benih yang kudus” dengan penduduk negeri (bangsa bukan Israel). Ini lebih kepada ketidaksetiaan umat Tuhan yang ada di pembuangan yang melakukan kawin campur; Hasil kawin campur (laki-laki umat Tuhan memperisteri perempuan asing), baik perempuan asing dan anak-anak yang lahir darinya disuruh pergi, diusir, termasuk yang dikawini oleh para imam sekalipun (Ezra 10).

Nehemia pun menyampaikan sikap yang luar biasa tegas terhadap perkawinan campur, bahkan dengan menyebutkan raja Salomo, yang juga terbawa ke dalam dosa dan berubah setia oleh karena perempuan-perempuan asing (Nehemia 13: 22b- 31); Juga menentang hal ini lebih karena para imam telah mencemarkan jabatannya dan mencemarkan perjanjian Tuhan dengan para imam Lewi.

Kawin Campur: Tradisi Perjanjian Baru Yang pertama meneruskan semangat Perjanjian Lama, bahwa yang disebut kawin campur adalah antara orang beriman dengan orang tidak beriman kepada Yesus Kristus; Dalam 2Korintus 6, disebut pasangan yang tidak seimbang, diperbandingkan antara kebenaran dan kedurhakaan, antara terang dan gelap, antara Kristus dan Belial, antara orang percaya dan tidak percaya, bait Allah dan berhala (14-16).

Kawin Campur: Tradisi Perjanjian Baru Yang kedua adalah situasi di mana sebelumnya tidak beriman, namun salah satu kemudian beriman. Dalam bahasa 1Korintus 7 suami/isteri yang beriman menguduskan isteri/suami yang belum beriman. (13- 16) Model yang sama dengan ini ditampakkan dalam 1Petrus 3: 1- 7, khususnya ayat 1. Bahwa lebih banyak kaum perempuan/isteri yang lebih dahulu menjadi kristiani.

Alasan sikap ini Adalah biologistis-Mekanistis, yaitu bahwa sekarang termasuk anak-anak termasuk dalam lingkaran orang-orang kudus; Adanya peluang tawaran iman dan rahmat yang menguduskan, yaitu rahmat penebusan (sebutkan contohnya!)

Alasan sikap ini Adalah antropologi semitis, yaitu gagasan personalitas korporatif, berdasarkan keanggotaan dalam suatu kelompok orang mengambil bagian dalam suka duka anggota lain; Adanya kesatuan erat suami isteri, satu daging, demikian juga bagi anak-anak dalam kesatuan dengan orangtuanya

Kaum Proselit dan Samaria Kaum proselit yaitu kaum penganut agama Yahudi yang berasal dari non Yahudi (simpatisan ke-Yahudi-an). Lalu yang dalam Perjanjian Baru lebih condong kekristenan. Tetap perkawinannya disebut sebagai kawin campur, dan inipun ditentang oleh kaum Yahudi; Perkawinan antara Yahudi dengan Yahudi (+), yaitu Samaria, juga dapat disebut perkawinan campur, ini pun juga dilarang.

Dalam Pandangan Bapa-Bapa Gereja dan Sejarah Gereja Tertulianus: Kawin campur merupakan hubungan yang tidak murni; Cyprianus: Kawin campur berarti mencemarkan anggota-anggota Kristus (“prostituere gentilibus membra Christi”); Konsili Elvira (± 300M): mempermasalahkan orangtua yang menikahkan puterinya dengan orang kafir (bukan kristiani), tanpa ancaman hukuman;

Pandangan Bapa-Bapa Gereja Masih konsili Elvira (± 300M): memberikan hukuman tapa 5 tahun kepada orangtua yang menikahkan puterinya dengan orang Yahudi. Menurut konsili justru lebih membahayakan iman kristiani, jika seorang katolik (kristiani) menikah dengan seorang Yahudi atau seorang dari anggota bidat. Jika dengan orang kafir masih ada peluang untuk pertobatan, sementara ini tidak.

Pandangan Bapa-Bapa Gereja Konsili Orleans (314M): menghukum pemudi yang kawin dengan orang kafir dengan pengucilan dari ekaristi (terkena siasat gereja atau penggembalaan khusus); Kosili Laodisea (pertengahan abad 4): mengizinkan perkawinan campur jika hanya si kafir menjadi katolik (kristiani); Konsili Hipo dan Kartago (akhir abad 4): melarang perkawinan anak-anak uskup dan klerus dengan non katolik (kristiani).

Pandangan Bapa-Bapa Gereja Konsili Chalsedon (451M): melarang dan mengancam dengan hukuman perkawinan rohaniawan dengan perempuan Yahudi, bidat dan kafir; Zaman Reformasi: Larangan perkawinan beda gereja (Katolik Roma dan Kristen Protestan). Setiap non Katolik Roma dituntut perobatan, atau anak-anak terjamin pendidikan iman Katolik Roma.

Pandangan Bapa-Bapa Gereja Masih zaman Reformasi: Jika terjadi perkawinan beda gereja (Katolik Roma dan Kristen Protestan), lalu dari perkawinan itu lahir anak-anak, maka laki-laki ikut ayahnya dan jika perempuan ikut ibunya. Pemahaman seperti ini masih ada sampai sekarang.

Dari Sudut Teologi Keselamatan Kawin campur “dilarang” karena dipandang sebagai faktor penghambat atau faktor risiko yang membahayakan pencapaian keselamatan (Filipi 2: 12), yaitu bahwa percaya itu bukan hanya dengan mulut tetapi juga dengan hati (Roma 10: 9); Anak dari kawin campur pun mempengaruhi sikap gereja terutama dalam pembaptisan anak, sebab yang sering terjadi adalah pasangan kawin campur mengabaikannya

Dari sudut Teologi Moral Perkembangan hidup beriman keluarga (suami-isteri, orangtua-anak) terganggu, bahkan bisa terhambat. Kapan “couple power” suami isteri tampak? Juga kapan “family power” terwujud, jika ada perbedaan iman di dalamnya? Mengganggu upaya pertumbuhan iman suami/isteri dan anak-anak (pendidikan iman).

Penggenapan Efesus 5: 22- 33 Terhambatnya perwujudan “rahasia ilahi” atau “misteri agung” soal perkawinan atau pernikahan, soal relasi suami isteri; Terhambatnya perwujudan sikap tunduk, sikap mengasihi dan sikap mengampuni, dalam kehidupan suami isteri yang adalah gambaran Kristus dan jemaat (sebab satu pihak tidak dapat mewujudkan); Apakah istilah “satu tubuh” dan “satu daging” relevan untuk kawin campur? (Tentu TIDAK)

Kawin Campur: Masa Kini (Fridolin Ukur: Dialog PGI-KWI, 12- 14 Maret 1987, di Malang) Kawin campur (matrimonia mixta) yang dipahami sekarang ini adalah kawin campur beda agama disparitas cultus) dan kawin campur beda gereja (mixta religio); Mereka dianjurkan menikah secara sipil, di mana mereka tetap menganut agama masing-masing; Mereka dikenakan “penggembalaan khusus”; Pada umumnya tidak diberkati;

Ada beberapa gereja yang memberkati perkawinan tersebut dengan mensyaratkan, bahwa si non-Kristen, mau menjadi Kristen (nantinya); Ada juga yang mensyaratkan, bahwa si non-Kristen bersedia diberkati secara gereja, juga memberikan pernyataan bahwa kelak jika mempunyai anak, anak/anak-anak boleh dibaptis. (GKI termasuk di sini, Talak GKI Jawa Tengah, 1995, Bab V, Pasal 1, Ayat 26, butir 2.a.3 dan Talak GKI, 2003, Bab X, Pasal 30, butir 9.b. ) Ada juga gereja yang tidak memberkati perkawinan tersebut , malah mengeluarkan anggota yang kawin campur itu dari Gereja;

Kawin Campur Beda Gereja Dengan adanya PSMSM (Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima), maka perkawinan campur antargereja anggota PGI sudah sepenuhnya diterima; Dalam hubungannya kawin campur antara Gereja anggota PGI dan Gereja Katolik Roma, juga telah diterima dengan beberapa persyaratan (Talak GKI Jawa Tengah, 1995, Bab V, Pasal 1, Ayat 26, butir 2.a.2 dan Talak GKI, 2003, Bab X, Pasal 30, butir 9.c; Pedoman Pelaksanaan, Bab I)

Kawin Campur Beda Agama dan Beda Gereja Bagi Gereja Katolik, kawin campur beda agama, diberikan ruangan dengan apa yang disebut dispensasi, mengacu Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983 Kanonik 1125, yang tidak jauh beda degan Talak GKI Jateng atau Talak GKI (Kawin Campur, hl. 20-21); Sementara itu kawin campur beda Gereja, dapat dilaksanakan dengan mendapat ijin dari Waligereja (keuskupan) untuk dicatatkan dalam Berkas Kanonik (KHK 1983 Kanonik 1124-1128)

Peraturan dan Surat Keputusan Kawin Campur (KC, hl. 126, 132-133) UU RI No. 1/1974 tentang Perkawinan, pasal 66; Peraturan Perkawinan Campuran 1898 No. 158, pasal 6; Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen 1933 No. 74, pasal 75 dan 76; Surat Ketua Mahkamah Agung RI, Nomor: KMA/72/IV/1981, 20 April 1981 tentang Pelaksanaan Perkawinan Campuran

Peraturan dan Surat Keputusan Kawin Campur Keputusan (Pj.) Kepala Kantor Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta no. 2183/1.755.2/CC 1986, tanggal 12 Agustus 1986 tentang Petunjuk Penyelesaian Pelaksanaan Perkawinan “Antar Agama” pada Kantor Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta; (KC, hl.93, juga 134-136) Kutipan dari Surat Mendagri 17 April 1989 kepada Gubernur KDh Tingkat I di seluruh Indonesia tentang Catatan Sipil (KC, hl. 137)

Sikap GKI terhadap ini Sebagai pendeta GKI, tentu pada hakekatnya pa yang dituangkan dalam Tata Laksana GKI yang sekarang ini, menjadi acuan dan sekaligus sikap serta pandangan GKI terhadap pernikahan beda agama (Perkawinan Campur Antar Agama)