Memantau Hutan Indonesia dari Udara

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
GLOBAL WARMING Kelompok : Bonaventura PS Fernando Bagus P
Advertisements

Cuaca Ekstrem di Depan Mata
"Ekor" Badai Perburuk Cuaca di Indonesia
Pemanasan Global Disusun oleh: Habibatur Rohmah Layung Sekar P.
GLOBAL WARMING 1.SLIDE 1 2.SLIDE 2 3.SLIDE 3 4.SLIDE 4 5.SLIDE 5
Global Warming Pemanasan Global ( )
WELCOME TO OUR PRESENTATION
GLOBAL WARMING LARRY VERDIARMAND DIZA X-9 SMAN 8 PEKANBARU
By: Sesilia Javiera Aldisa
Pulau Es Baru Kajian Menarik
Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia (Subagjo, 1998; Wibowo dan Suyatno, 1998).
Global Warming Issue.
Febri abda surya H Saddam arrafat Dwi halimah
Kelompok Agung Kurniawan ( ) Rio Renhard Putra ( ) Ricky Setiawan Chendra ( )
Anomali Capai Tingkat Ekstrem
Bencana Akibat Ulah Manusia dan Iklim
Apakah Global Warming (pemanasan global) itu?
Remote sensing / Penginderaan jauh
M. ChananPemb & perub iklim1 DAMPAK PEMBANGUNAN THD PERUBAHAN IKLIM POLUTAN : ¤ SO x (Sulfur Oksida) : SO 2 dan SO 3 ¤ NOx (Nitrogen monoksida) : NO dan.
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP PROSES PENGGURUNAN TANAH
“Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster”
DITINJAU DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM
Global Warning: Ancaman Terbesar Planet Bumi
TEKNOLOGI HIJAU.
HUTAN DAN PEMANASAN BUMI
NERACA ENERGI MATAHARI & BUMI
MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN GLOBAL
Nama kelompok: Feni vitriani laoli Merlyn stefani
PEMANASAN GLOBAL.
Mangrove Hambat Perubahan Iklim
Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar
SIKLUS HIDROLOGI Disusun oleh: Nama : Rina Murtafi’atun
KELEMBABAN UDARA NUR AZIZAH.
NAMA KELOMPOK Muh Rofiul Umam ( ) Shendy Riyan Cahya ( )
NERACA ENERGI MATAHARI & BUMI
Potensi Gempa dan Fenomena Bulan
By: Era Duwi Setyowati ( )
Solusi Isu-Isu Lingkungan
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL PADA NAIKNYA PERMUKAAN AIR LAUT
EFEK RUMAH KACA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
Pemanasan Global Meningkatnya suhu rata- rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfir.
Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional BatchII
PERAN SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEMANASAN GLOBAL
Sekilas memahami berbagai dimensi dalam isu perubahan iklim
PEMANASAN GLOBAL HSE WEEKLY MEETING 2014.
PEMANASAN GLOBAL.
Adopted from : GLOBAL WARMING Adopted from :
PELESTARIAN FUNGSI ATMOSFER, UDARA, PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LAUT
GLOBAL WARMING NAMA ANGGOTA KELOMPOK : RIKI JUNI KRISMIADI
By : Jessica Sharon Wichita
Nama Anggota Kelompok :
Nama Kelompok : 1. Abdelaziz A. ( )
Pemanasan global.
GLOBAL WARMING.
Ns Chandra W SKP MKep SpMAt
Perubahan Iklim Global dan Dampaknya
PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL
PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
PEMANASAN GLOBAL By : M.A. Aminudin ( ).
Pelatihan Perubahan Iklim dan REDD+ Bagi Stakeholders Kabupaten
GLOBAL WARMING Nama Anggota : Cecilia Relly Gama Intan Firda Nurbaiduri Intani Ilham Widiyanto Rizki Dzulfiqor Mu’taz Disusun Oleh : Kelompok 3.
ISU LOKAL DAN GLOBAL OLEH YUDO SISWANTO ASEAN ECO SCHOOL MANDIRI
PENDALAMAN MATERI IPA PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING)
Teknologi Energi Angin & Air
PEMANASAN GLOBAL.
Oleh: ASROFUL ANAM, ST., MT.
Optimasi Energi Terbarukan (Energi Biomassa dan Energi Biogas)
PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING). Pemanasan global: Pemanasan global: proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Selama seratus.
GLOBAL WARMING. DIAN NURIYAH INDAH ( ) MARINDA RESTI SARI ( )
Dampak Perubahan Iklim Bagi Ekosistem Mangrove di Indonesia Muhammad Imran Amin Direktur Mangrove Ecosystem Restoration Alliance Yayasan Konservasi Alam.
Transcript presentasi:

Memantau Hutan Indonesia dari Udara Pemanasan suhu global akibat akumulasi gas rumah kaca, terutama karbon, telah menyebabkan perubahan iklim dan melelehnya es di kutub. Upaya pemantauan dilakukan dengan melihat potensi sumber peredamnya—hutan—dengan teknologi penginderaan jauh, menggunakan satelit dan pesawat terbang. Indonesia, negeri berhutan tropis terluas kedua di dunia, menjadi incaran banyak negara maju. Dengan potensi sumber daya alam itu, wilayah di khatulistiwa ini menjadi tumpuan dunia untuk menahan dan mereduksi emisi karbon—penyebab pemanasan suhu global. Namun, seberapa luas kawasan hutan di Indonesia hingga kini belum diketahui pasti karena sebagian besar wilayah di negeri kepulauan ini, terutama Kalimantan, kerap tertutup awan hasil penguapan perairan di sekitarnya. Indonesia tentu berkepentingan dengan kelestarian sumber daya hutannya karena gas karbon dioksida (CO2) yang teremisi dari wilayahnya terus meningkat. Kenaikannya diproyeksikan dari 1,72 gigaton (Gt) pada tahun 2000 menjadi 2.95 Gt pada 202O, dan bakal menanjak lagi jadi 3,6 Gt t ahun 2030. Kenaikan ini akan terjadi bila tak ada upaya menekan pelepasan gas karbon dan mengelola sumber karbon, terutama di sektor kehutanan. Bagi Indonesia, kenaikan emisi karbon dalam kurun waktu lama jelas mengkhawatirkan. Naiknya kandungan karbon—sebagai perangkap panas dari matahari di lingkungan atmosfer— menyebabkan suhu bumi meningkat. Dampaknya antara lain mencairnya es di kutub akan menambah volume air laut hingga menaikkan permukaan laut. Karena itu, negara pulau dan kepulauan, termasuk Indonesia, bakal terkena dampak signifikan dari proses tersebut, yaitu berkurangnya daratan di kawasan pesisir karena kenaikan permukaan laut. Dengan program terpadu untuk melestarikan hutan, Indonesia berpotensi mengurangi emisi CO hingga 2.3 Gt pada tahun 2030 atau 4,5 persen dari yang diperlukan di tingkat global. Reduksinya bisa mencapai 50 persen atau 1,16 Gt. Lalu dengan melestarikan dan merehabilitasi kawasan gambut pengurangan karbon bisa mencapai 0,60 Gt (26 persen). Karena lahan gambut dan hutan merupakan sumber terbesar emisi CO2 di Indonesia, yaitu mencapai 45 persen. Observasi bumi Upaya itu tentu memerlukan penguasaan teknologi observasi bumi dan pembangunan jejaringnya. Untuk memantau perubahan tutupan lahan, Indonesia memanfaatkan citra satelit Landsat milik Amerika Serikat. Namun, itu tidak cukup karena satelit optik ini tidak dapat melihat daerah yang tertutup awan. Karena itu, Indonesia diwakili Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menggandeng JAXA Jepang yang memiliki satelit ALOS (Advanced Land Observation Satellite) Palsar. Dengan sensor Radar (Radio Detection and Ranging) pada satelit yang diluncurkan tahun 2004 itu, daerah yang tertutup awan dapat terpantau. Pada tahun ini Lapan juga menjalin kerja sama dengan Lembaga Antariksa Inggris (United Kingdom Space Agency/UKSA). Penandatanganan kerja sama dilakukan 1 Februari oleh Kepala LAPAN Adi Sadewo Salatun dan Chief Executive UKSA David Williams. Kerja sama tersebut tidak sebatas memanfaatkan citra satelit Inggris, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan peneliti Lapan dalam pembuatan satelit Radar pada orbit ekuatorial. ”Ini merupakan terobosan karena selama ini satelit Radar hanya beredar di orbit polar,” kata Adi. Ia mengharapkan terjadi transfer teknologi pembuatan satelit Radar. Satelit orbit ekuatorial ini memiliki resolusi tinggi, yaitu hingga 3 meter, dan melintas wilayah Indonesia setiap 45 menit. Pengaplikasiannya ditujukan untuk mendukung program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) dan mitigasi perubahan iklim, kata Bambang Tedja Sumantri, Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan. Observasi bumi dengan Satelit Radar antara lain juga untuk memantau ketahanan pangan melalui pemantauan kawasan penanaman padi. Dalam kerja sama itu, UKSA akan membantu Indonesia untuk memantau hutan dan lahan dengan menyediakan data satelit, keahlian, dan infrastruktur terkait. Dengan memantau kawasan hutan secara efektif dan akurat yang dibantu jaringan internasional, Indonesia diharapkan mampu membuktikan kepada dunia untuk memenuhi pengurangan emisi karbon melalui pemantauan kondisi permukaan bumi di wilayahnya. Perubahan iklim dapat berdampak besar bagi berbagai sektor kehidupan manusia. Karena itu, negara-negara maju melakukan berbagai langkah adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim, dengan menggandeng negara berkembang. Kerja sama ini akan memberi efek bagi peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia. Hal ini terkait dengan program Lapan di bidang pengembangan satelit. Menurut Deputi Bidang Penginderaan Jauh Nur Hidayat, belum banyak pakar yang menguasai interpretasi data citra satelit Radar. Selain kerja sama dengan Inggris dalam pembangunan satelit Radar yang diproyeksikan peluncurannya tahun 2014, kata Bambang, Lapan juga memiliki kemampuan membangun satelit mikro, yaitu satelit Lapan-Tubsat. Awal Februari ini, tepat empat tahun satelit ini beroperasi di atas wilayah Indonesia. Lapan kini mengembangkan tiga satelit eksperimental, yaitu Lapan-Orari dan Lapan A2 (disebut dengan Twin-Sat), serta Lapan-IPB. Satelit tersebut menurut rencana akan diluncurkan pada tahun 2014. Pemanfaatan data SAR untuk orbit khatulistiwa ini memungkinkan terjalinnya kolaborasi dengan negara tropis lain, seperti Brasil dan Kongo, yang memiliki kawasan hutan yang luas serta untuk pemantauan ketahanan pangan dan kelautan. ”Sebagai wilayah yang memiliki hutan tropis terluas, banyak negara menaruh perhatian pada potensi hutan Indonesia untuk meredam perubahan iklim. SAR memungkinkan hal tersebut,” kata Bambang. Penggunaan satelit Radar untuk memantau kawasan tropis pernah dirintis Indonesia bersama Belanda dengan menggelar program Tropical Earth Resource Satellite tahun 1982. Namun, rencana tersebut tidak berlanjut karena dinilai belum layak pada masa itu. Pemantauan hutan dengan sensor Radar juga dilakukan Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) di Sumatera. Survei udara dengan pesawat terbang dilakukan di areal 300.000 kilometer persegi.