Phoem Ruang Renung
Istirahat kinipun kupijak tak beda Ketika ku gerakkan tulang kering bi-idznillah dan debar-debar hati menyongsong kajiMu ya Robb Mungkin tekuk peristiwa lebarkan sayap-sayap yang telah patah,..... patah, Patah, dengar iapun masih terbang dangan pundi tersisa Katakan barang sekali Semangat itu tak ’kan kita pecah barang secuil, Meski tinggi bertangga-tangga, juga melelahkan sampai maut menjelang tak’kan khilaf hisnullah, Na bawa kubur semangat dulu tuk wawancara angker masa depan di tanah melesak alam yang tersembunyi, Namun kupegang janji kita tak ada renung sekarang meski disitu obligasi meruang Karena semangat itu ada dan sekarang kita genggam, duh Gusti maha Agung berkahMu meski sebutir jagung ku & kami tampa tanpa dengung janjiMu kudengar takan pasung di sedalam-dalamnya nar meraung mungkin realita na doakan begitu karnanya yang hampir jatuh,..jatuh jatuh, dengar iapun masih menyeru dengan awan mengangkasa di gaungnya katakan barang sekali semangat itu tak ‘kan kita pecah barang secuil, pertanda sakanisme masih mencakar langit dan tak ’kan pernah pudar, Muka I
Kita ternyata hanya orang-orang yang kalah dengan palingan muka dengan terpaan kata, bergumul dengan ego sesekali terbersit keinginan dalam selaksa keengganan dan seribu keresahan, hanya itu dan serasa begitu menyesakkan ketentramanku dan ketidakberdayaanmu yang selalu memanggilku ’tuk senantiasa berdiri di belakang pintu menjaga pribadimu Muka II
Muka III Bila aku meliputi keseluruhan maka aku meliputi bagian-bagian dan ketika bagian-bagian meliputiku keseluruhan coba tipu aku
Muka IV Ada yang paling berhak atas jiwa-jiwa itu jadi menunduklah jangan permalukan dirimu dengan menengadah tapi tangan terkepal berjanjilah setidaknya demi pirbadimu
Muka V Seakan batu, kutak lagi punya rasa seakan air, ku mengalir tak menoleh seakan hutan, kututup celah-celah tubuhku seakan gurun, ku tak lagi menangis seakan mati, ku tidur tak bergeming seakan-akan buta, tuli, bisu mencari muka di sakan yang penuh kejutan kemana mukaku? Hei konselor, jangan-jangan kalian jual di rongsokan kalian tahu?
Muka VI ku dengar berisik angin menghantar semesta jiwa kulipat tangan seakan kedinginan bekukan panas yang telah kusuluh sejak awal, adakah kau sadar, jikalau belulang telah rekat dengan tanah, dengan kau khilaf bapak waktu itu masih ajari kau bertarung ’tuk mengalah, adakah kemunafikan di airmukamu kau sadar sedang nama bapak terukir kasar di batu nisan yang mungkin tak kau tangisi, kini.../ ibu dulu masih bercerita tentang pertiwi dan jamrudnya menghijau jika tampak dari angkasa, adakah kemunafikan di airmukamu kau sadar tangisnya kau tawakan, tangis yang dulu peruntukannya untuk pecahkan tangismu yang pertama sedang namanya terukir agak halus di nisan yang menancap di peristirahatan terakhirnya, tak ada tanya, tak ada duka, dimana kau taruh mukamu yang dulu diusapnya perlahan,.../
Muka VII ternyata kita kalah disini oleh hawa yang merasuk sejak dulu tapi kalau sadar apa yang kau buat di menara tinggi ini, yang kemarin, hari ini & insya Allah esok telah pertuanrumahkan kita di pijakannya dan akan selalu menjadi rumah kita 'tuk perbuat amanah yang terbeban di benak/...
Biodata Ruang Renung pada jiwa sakanisme terdedikasikan Abdul Basith Asshomadi 21-04-91 Tulung Agung Jatim Sakan adalah sebuah asrama di Pondok Ali Maksum, yang sangat tinggi dan setiap hari harus kami lalui. Catnya putih, agak kusam, tapi ini adalah asrama di pondok kami yang sangat baik akreditasinya.