KOMPLEKSITAS PENGELOLAAN PERBATASAN Nama : TRI EKOWARNO NPM : 170510140046 KOMPLEKSITAS PENGELOLAAN PERBATASAN Oleh Letjen TNI Moeldoko Resume dari Jurnal Pertahanan
Wilayah NKRI yang banyak berbatasan langsung dengan negara lain merupakan suatu kenyataan yang harus disadari bahwa Indonesia harus senantiasa waspada dalam menjaga wilayah perbatasan. Kemungkinan masuknya , pengaruh asing negatif (ideologi dan sosial budaya) serta kemungkinan terjadinya kegiatan kejahatan lintas negara (trans nasional crimes), pembalakan liar (illegal logging), pemancingan ilegal (illegal fishing), perdagangan manusia (woman and child trades/trafficking), imigran ilegal (illegal immigrants), penyelundupan manusia (people smuggling), peredaran narkotika, pintu masuk teroris, perompakan, dan konflik sosial budaya yang berpotensi mengancam stabilitas nasional, harus dapat diantisipasi dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Kenapa Pulau-Pulau Kecil Terluar Sangat Rawan ? Setidaknya ada sekitar 12 dari 92 pulau kecil terluar yang menjadi titik batas negara Indonesia, rawan terhadap konflik perbatasan dengan negara tetangga. Kerawanan itu ditimbulkan oleh beberapa faktor, kondisi pulau yang umumnya tidak berpenghuni, dimanfaatkan oleh nelayan asing sebagai tempat berlindung atau mencari ikan di perairan sekitarnya, dan adanya kegiatan eksplorasi cadangan sumber daya. Bahkan, ada indikasi yang mengarah pemanfaatan pulau (oleh Negara asing) sebagai basis aktivitas militer, antara lain pengumpulan data intelijen, pengintaian, atau pengamatan.
Selain itu, pembangunan pulau kecil terluar berjalan sangat lamban, terutama disebabkan kondisi masyarakat yang masih termarjinalkan akibat minimnya perhatian dari pemerintah pusat dan daerah. Di samping itu, letak pulau kecil terluar yang tersebar dan minimnya akses pasar dan komoditas ekonomi unggulan, serta sulitnya sarana perhubungan dan komunikasi yang menghubungkan pulau tersebut dengan pusat kegiatan. Pemerintah (pusat maupun daerah) harus lebih bisa memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di sekitar pulau kecil terluar tersebut.
Permasalahan Pengelolaan Perbatasan Wilayah perbatasan merupakan salah satu kawasan yang strategis, yaitu kawasan yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak, baik ditinjau dari sudut kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, maupun pertahanan keamanan. Wilayah perbatasan tersebut meliputi wilayah perbatasan yang ada di daratan, lautan, dan udara yang bersinggungan dengan negara tetangga.
Pada awalnya, permasalahan pengelolaan kawasan perbatasan negara hanya merupakan salah satu isu sensitif yang berdimensi politik dan pertahanan, terutama berkenaan dengan keberlangsungan kerja sama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki kawasan perbatasan yang langsung bersinggungan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sensitivitas isu pengelolaan kawasan perbatasan tersebut dapat berkembang menjadi permasalahan multilateral dan bahkan internasional. Di samping itu, kemajuan teknologi dan beroperasinya kepentingan negara dan korporasi yang bersifat lintas negara memungkinkan intervensi sejumlah pihak yang lebih luas melalui berbagai mekanisme internasional
Tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan Indonesia, yakni, masalah yang berkenaan dengan penetapan garis batas (alokasi, delimitasi, dan demarkasi), baik darat (demarkasi) maupun laut (delimitasi), masalah pengamanan kawasan perbatasan, dan masalah pengembangan kawasan perbatasan (administration).
Untuk mengatasi permasalahan/isu tersebut, pemerintah telah melakukan perubahan paradigma pengelolaan perbatasan. Yaitu melalui perubahan cara pandang pemerintah terhadap kawasan perbatasan yang semula cara pandang yang berorientasi ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang yang berorientasi ke luar (outward looking).
Pengembangan kawasan perbatasan dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan yang berorientasi pada aspek kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security), sebenarnya telah dilakukan oleh berbagai kementerian/lembaga dan instansi, tetapi masih bersifat parsial dan belum menunjukkan implementasi kebijakan pengelolaan perbatasan yang utuh dan terintegrasi.
Mengapa belum berhasil ? Lembaga atau institusi yang mempunyai otoritas untuk mengelola kawasan perbatasan, tampak masih tampak tumpang- tindih dan juga belum ada koordinasi yang memadai antarinstansi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan pengawasan dan pengelolaan kawasan perbatasan Sampai tahun 2010 Indonesia masih belum memiliki otoritas yang jelas dalam mengelola kawasan perbatasan
Permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan langsung masyarakat di kawasan perbatasan meliputi masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan dibandingkan dengan di negara tetangga, seperti di perbatasan Kalimantan, masih rendahnya kualitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan, masih kurangnya informasi yang dimiliki masyarakat, terutama berkaitan dengan pengetahuan tentang peraturan perundang- undangan, dan terbatasnya infrastruktur dan fasilitas umum untuk memenuhi pelayanan dasar sosial kepada masyarakat di kawasan perbatasan.
Selain itu, terdapat permasalahan lain yang tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan kawasan perbatasan, yakni belum disepakatinya penetapan wilayah negara di beberapa segmen batas darat dan laut melalui kesepakatan dengan negara tetangga Permasalahan lain yang mengemuka hingga saat ini adalah masih belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antarpelaku yang menyebabkan lambannya upaya pengelolaan kawasan perbatasan
Kesimpulan Permasalahan pengelolaan perbatasan merupakan permasalahan yang bersifat universal dan hampir seluruh negara di dunia menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perbatasan negaranya. Pada dasarnya permasalahan pengelolaan perbatasan dapat dibagi menjadi dua, yakni: (1) permasalahan berkaitan dengan penegasan batas negara secara fisik; (2) pengelolaan daerah perbatasan. Kebijakan pengelolaan perbatasan Indonesia sampai saat ini dinilai masih belum komprehensif kendatipun telah dibentuk BNPP. Untuk itu, perubahan paradigma yang menjadikan daerah perbatasan sebagai “beranda depan” negara perlu didukung oleh sejumlah kebijakan lain agar pengelolaan perbatasan menjadi lebih optimal sekaligus memperkuat kelembagaan BNPP.
Dari pemaparan permasalahan perbatasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, Berbagai kebijakan yang ada pada saat ini cenderung belum saling menguatkan, tetapi berdiri sendiri dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Untuk itu, diperlukan kebijakan peraturan perundang- undangan pengelolaan perbatasan tersendiri Diperlukan perumusan dan penyusunan perencanaan skenario (scenario planning) dan strategi kebijakan pengelolaan perbatasan di Indonesia hingga 25 tahun ke depan yang dapat didudukkan sebagai cetak biru (blue print)
Diperlukan penguatan kelembagaan BNPP agar tidak mengulangi kesalahan pembentukan suatu badan pengelolaan perbatasan yang tidak dapat menjawab kebutuhan permasalahan pengelolaan perbatasan faktual. Diperlukan perbaikan dan penataan dokumen berkaitan dengan batas wilayah dan kepemilikan pulau terluar. Diperlukan penetapan prioritas penyelesaian sejumlah sengketa perbatasan karena setiap perselisihan perbatasan (dispute area) akan menjadi titik rawan bagi stabilitas kawasan, baik dari sisi hubungan bilateral, multilateral, maupun dari aktivitas tindak kejahatan lintas negara.