Kisah Dua Ekor Katak TC Hamlett bertutur tentang kisah dua ekor katak. Dua katak jatuh ke dalam sekaleng es krim. Sisi-sisi kaleng itu mengkilap dan curam, sedangkan krimnya begitu dalam dan dingin. “Oh, bagaimana ini?” kata katak yang pertama. “Ini takdir, tidak ada pertolongan. Selamat tinggal, sahabatku! Selamat tinggal, dunia yang menyedihkan!” ungkapnya lagi sambil menangis dan akhirnya tenggelam. Akan tetapi, katak kedua yang juga terjatuh ke dalam sekaleng es krim itu langsung mengayuhkan kakinya untuk berenang. Sesaat dia menyeka wajah dan mengeringkan matanya yang penuh krim. “Paling tidak, aku akan berenang sejenak,” katanya. “Tidak akan membantu dunia, jika satu katak lagi mati.” Satu atau dua jam dia menendang dan berenang, tidak sekalipun dia berhenti untuk mengeluh. Tetapi terus menendang dan berenang serta berenang dan menendang. Kayuhan kaki si katak kedua ini, akhirnya membuat es krim yang ada di dalam kaleng tersebut lambat laun mulai mengeras. Setelah es krim itu mulai berubah seperti mentega, katak itu pun lalu melompat. Satu hal yang membedakan dua katak dalam kisah di atas adalah cara pandang mereka terhadap dunia di sekelilingnya dan bagaimana mereka bersikap terhadap hambatan yang terjadi. Salah satu unsur penting yang kita perlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di sekitar kita, baik itu pekerjaan, masalah keluarga, maupun problema pribadi adalah bagaimana kita memandang masalah tersebut. Cara pandang ini sangat dipengaruhi oleh informasi apa yang selama ini, secara terus-menerus, masuk ke dalam pikiran kita. Jika selama ini informasi yang masuk ke dalam pikiran, baik melalui bacaan, obrolan, perenungan maupun tontonan adalah hal-hal yang sifatnya memotivasi diri, maka orang tersebut cenderung untuk mengambil hikmah terhadap permasalahan yang terjadi sehingga membuatnya lebih optimis. Lain halnya jika yang masuk ke dalam pikiran adalah informasi-informasi yang cenderung melemahkan diri, informasi negatif tentang orang lain, bacaan yang didominasi roman picisan, dan sebagainya. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi dirinya untuk memandang secara optimis terhadap permasalahan yang terjadi. Itulah sebabnya seorang pakar NLP (Neuro Linguistic Programming) dalam hal ini pernah mengemukakan satu peringatan keras: “Awasi pikiranmu!”
Bila kita telaah lebih dalam, sesungguhnya hanya lewat cara pandang yang positif seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Orang yang memiliki cara pandang positif pada umumnya sangat alergi dengan urusan pamrih atau imbalan. Baginya, menyelesaikan pekerjaan adalah the way of life (cara hidup) bukan how to life (bagaimana hidup). Mereka yang memiliki cara pandang demikian, apa pun tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya akan diyakini sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Mereka memiliki cara pandang tersendiri terhadap dunia di sekelilingnya sehingga tidak berharap orang lain perlu dan harus memandangnya. Bagi mereka, menyelesaikan pekerjaan bukan untuk dilihat oleh pimpinan dan bukan pula untuk meraih bendera kemenangan atau meraih kedudukan tertentu. Gelar yang disandang, jabatan yang sudah diduduki, serta harta kekayaan yang melimpah bukan menjadi jaminan yang bisa membuat seseorang memiliki cara pandang positif terhadap apa dan siapa yang ada di lingkungannya. Di satu pihak kita bisa memandang rekan-rekan pegawai sebagai musuh dan kompetitor yang membahayakan. Di pihak lain, justru rekan-rekan pegawai menjadi mitra kerja yang tangguh untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kita sehari-hari. Bahkan mereka dapat dijadikan jaringan (network) untuk bisnis tertentu yang saat ini sedang marak dijalankan di tengah-tengah jam kerja. Dengan demikian, bukan lingkungan yang menerjemahkan makna ke dalam diri kita, melainkan persepsi kita yang memandang dan memaknai hal tersebut secara berbeda-beda. Cara pandang yang positif ini akan sangat mempengaruhi efektivitas kerja kita. Cara pandang yang positif akan memampukan kita untuk selalu optimis memandang situasi dan kondisi yang sedang terjadi di tengah lingkungan kita. Bahkan melalui cara pandang demikian, secara tidak langsung akan mempengaruhi bagaimana kualitas hidup dan nilai hidup yang dimilikinya. Itulah sebabnya mereka yang mempunyai cara pandang positif akan memiliki willingness to do more (keinginan untuk melakukan lebih dari yang diminta) dan memiliki watak pekerja cerdas (smart worker). Individu yang memiliki cara pandang demikian juga, secara pribadi akan mampu memetakan kompetensi dan minatnya sehingga dia akan tahu di mana dan bagaimana dia berkembang. Dengan niat yang tulus, seluruh pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, karena dia tahu itu merupakan bagian dari hidupnya.
Dua orang narapidana memandang keluar jendela Dua orang narapidana memandang keluar jendela. Napi yang satu menatap langit berbintang sambil tersenyum, sedangkan napi yang lain dengan wajah sayu menatap jalan berlumpur dan becek. Di tengah-tengah pergumulan perusahaan untuk bertahan dan bangkit misalnya, seperti apa dan bagaimana cara pandang kita. Di tengah-tengah program efisiensi dan efektivitas yang sedang dicanangkan direksi saat ini untuk bersama-sama bangkit membangun perusahaan, bagaimana pula kita menyikapi hal ini. Semua sangat ditentukan oleh cara pandang kita sendiri. Stephen Covey berkata, “Ketika kita memandang permasalahan dan beban itu berasal dari diri kita, justru pada saat itu sebenarnya kitalah yang sedang bermasalah.” Sedangkan pepatah Cina mengatakan, “Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik ambil sebatang lilin dan nyalakan.” Jadi, mari kita kembangkan optimisme kita mulai hari ini untuk memaknakan arti hidup, membangun keluarga, membangun perusahaan, dan membangun masyarakat. Optimisme yang sesungguhnya adalah menyadari masalah serta mengenali pemecahannya. Mengetahui kesulitan dan yakin bahwa kesulitan itu dapat diatasi. Melihat yang negatif tetapi menekankan yang positif. Menghadapi yang terburuk, namun mengharapkan yang terbaik. Mempunyai alasan untuk menggerutu tetapi memilih untuk tersenyum.