PARAMETER KESETARAAN GENDER PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RATNA SUSIANAWATI, S.H. M.H KEPALA BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PP & PA H. Mirah, 18 Maret 2014
OUTLINE LATAR BELAKANG UU no.12/2011 ttg PEMBENTUKAN PEARTURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANMATERI MUATAN PEARTURAN PERUNDANG-UNDANGAN APA PARAMETER KESETARAAN GENDER PENTINGNYA PARAMETER KESETARAAN GENDER DASAR PEMIKIRAN TUJUAN DISUSUN PARAMETER KESETARAAN GENDER HASIL YANG DIHARAPKAN SIAPA PENGGUNA PARAMETER KESETARAAN GENDER PRINSIP-PRINSIP KESETARAAN GENDER INDIKATOR KESETARAAN GENDER PENGINTEGRASIAN PKG DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PUU-AN 14 HAK DASAR KAPAN PKG DIINTEGRASIKAN RAMBU-RAMBU YANG PENTING DIPERHATIKAN MEKANISME PENGAWASAN BAGAIMANA PENGUATAN KEBIJAKAN DI K/L RENCANA TINDAK LANJUT PENUTUP
LATAR BELAKANG Masih berlangsung nilai dan konsep budaya patriarkhi, yg menempatkan perempuan dan laki-laki pada hubungan kekuasaan yang tidak setara, sehingga terjadi diskriminasi gender; Diskriminasi gender menyebabkan kerentanan thd perempaun dan berpotensi terjadinya kekerasan thd perempuan di berbagai bidang kehidupan; Kondisi demikian semakin memprihatinkan manakala hal tersebut melembaga/terlembaga dalam bentuk peraturan perundang-undangan; Perlu pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif gender; Untuk hal itu, diperlukan parameter kesetaraan gender dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tentang Pembentukan Peraturan UU NO.12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pembentukan Peraturan Perundang- undangan adalah: pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN adalah: * Peraturan tertulis; yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum; dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang; melalui posedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN JENIS DAN HIERARKHI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 7 UU 12/2011 menentukan bahwa Jenis dan Hierarkhi Peraturan Perundang-undangan, terdiri atas: Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/PERPU; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kekuatan hukum sesuai dengan hierarkhinya.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan; sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarkhi Peraturan Perundang- undangan.
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER Kurangnya pemahaman dan kepekaan gender dikalangan pengambil keputusan/kebijakan dan pelaksanaannya di tingkat institusi formal, karena struktur masyarakat (dan Negara) yang masih kental dengan patriakhi, sehingga berdampak pada masih terjadinya kebijakan dan/atau peraturan perundang-undangan atau produk hukum yang bias gender/diskriminatif; Kesenjangan gender dalam masyarakat, dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang adil atas pencapaian hasil pembanguan di berbagai bidang; Masih rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan publik, dan bidang ekonomi. Masih tingginya angka kekerasan thd perempuan.
PARAMETER KESETARAAN GENDER Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, yang didasarkan atas konstruksi sosial ( bagaimana menjadi laki-laki dan menjadi perempuan..? Bedakan dengan ‘’jenis kelamin’’ secara kodrati terlahir sebagai laki-laki dan perempuan). Parameter Kesetaraan Gender (PKG) dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah alat/tools untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan sesuai dengan jenis dan hierarkhinya dengan cara/melalui analisis gender; Analisis Gender adalah kegiatan melakukan analisis yang didasarkan pada perspektif gender dengan pendekatan akses, pertisipasi, kontrol dan manfaat.
PARAMETER KESETARAAN GENDER TUJUAN DISUSUNNYA PARAMETER KESETARAAN GENDER Adanya alat analisis yang didasarkan pada perspektif kesetaraan gender, dengan menggunakan indikator: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat; Mengintegrasikan perspektif kesetaraan gender dalam proses pembentukan peraturan perundang- undangan, termasuk kebijakan teknis operasionalnya (Kebijakan K/L & Daerah); Digunakan sebagai acuan dalam melakukan kajian, pemantauan dan evaluasi atas perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
HASIL YANG DIHARAPKAN Terintegrasikannya perspektif kesetaraan gender dalam suatu proses pembentukan kebijakan dan/atau peraturan perundang-undangan; Terbentuknya suatu ketentuan kebijakan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang responsif gender; Terjaminnya pengakuan kesetaraan gender dalam suatu kebijakan/peraturan perundang-undangan.
PARAMETER KESETARAAN GENDER SIAPA PENGGUNA PARAMETER KESETARAAN GENDER Para pembentuk Undang-Undang dan/atau yang menetapkan Peraturan Perundang- undangan; Para penentu, perumus dan pelaksana kebijakan, program pembangunan nasional dan daerah. Perancang Peraturan Perundang- undangan (Legislative Drafter); Ahli dan Praktisi hukum, akademisi, organisasi masyarakat sipil, para legal, dan profesi lain yang sejenis;
DASAR PEMIKIRAN PENYUSUNAN PARAMETER KESETARAAN GENDER Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila; Pembukaan UUD 1945 serta hak-hak dasar sebagaimana diamanahkan oleh Konstitusi UUD 1945; Tap MPR-RI No.XII/MPR/1988 ttg HAM; Prinsip-prinsip Konvensi CEDAW (UU No.7/1984): 1. Kesetaraan substantif, 2. Non diskriminasi, 3. Kewajiban Negara, dengan tetap mempertimbangan dari aspek sosial budaya (patriarkhi), yang masih kental dan menghambat thd ruang gerak perempuan dalam pemenuhan dan penikmatan hasil yang adil dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
PRINSIP-PRINSIP KESETARAAN GENDER Prinsip Kesetaraan Gender, pada dasarnya memaknai bahwa: Nilai-nilai yang ada pada dasar negara Pancasila dan Pembukaan Konstitusi Negara R.I. UUD 1945; Hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Semua manusia dilahirkan bebas, memiliki harkat, martabat dan hak yang sama, bagi laki- laki maupun perempuan, dan untuk itu negara wajib menjamin persamaan pemenuhan hak laki-laki dan perempuan di bidang ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik, serta bidang-bidang lainnya; Memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender merupakan kandungan prinsip dalam Konvensi Cedaw, yakni: 1) Prinsip Kesetaraan Gender; 2) Prinsip Non Diskriminasi; 3) Prinsip Kewajiban Negara (de-jure dan de-facto). Affirmative action, tindakan khusus sementara (terutama terkait dengan peran gender).
14 (Empat Belas) HAK DASAR 1. Hak atas Kewarganegaraan (hak dasar yang ke- 1-2) 2. Hak atas Hidup (hak dasar yang ke- 3-4) 3. Hak untuk mengembangkan diri (hak dasar yang ke- 5-8) 4. Hak atas Kebebasan Meyakini Kepercayaan (hak dasar yang ke 9-14) 5. Hak atas Informasi (hak dasar yang ke-15 -16) 6. Hak atas Kerja dan Penghidupan yang layak (hak dasar yang ke 17-19) 7. Hak atas kepemilikan dan Perumahan (hak dasar yang ke 20-21)) 8. Hak atas Kesehatan dan Lingkungan yang sehat (Hak dasar 22-24) 9. Hak Berkeluarga (hak dasar yang ke 25) 10. Hak atas Kepastian Hukum dan Keadilan (hak dasar yang ke- 26-28) 11. Hak Bebas dari Ancaman, Diskriminasi dan Kekerasan (hak dasar 29- 32) 12. Hak atas Perlindungan (hak dasar ke 33-37) 13. Hak Memperjuangkan Hak (hak dasar ke 38-39) 14. Hak atas Pemerintahan (hak dasar yang ke-40)17
PENGINTEGRASIAN PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Didasarkan pada ketentuan hak-hak konstitusional sebagaimana diamanatkan UUD 1945; Terdiri dari 14 (empat belas) Rumpun Hak Dasar dan terjabarkan menjadi 40 (empat puluh) Hak Konstitusional; Mempertimbangkan dan/atau memperhitungkan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam perumusan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengikuti teknik dan prosedur pembentukan peraturan PUU-an sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (UU 12/2011 ttg Pembentukan Peraturan PUU-an)
INDIKATOR KESETARAAN GENDER Analisis kesetaraan gender dalam pembentukan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan: * Akses, * Partisipasi, * Kontrol, dan * Manfaat. Diintegrasikan pada setiap tahapan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari: Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, yang diikuti dalam Pengesahan/ Penetapan, Pengundangan, dan lebih lanjut disebarluaskan.
INDIKATOR AKSES Mempertimbangkan bagaimana ‘akses’ yang setara terhadap setiap sumber daya yang akan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan dapat dijangkau sehingga norma hukum yang dirumuskan mencerminkan kesetaraan baik bagi laki-laki maupun perempuan; Akses terhadap: - Informasi (pengetahuan; cepat, mudah, dan Murah) - Sumber Daya; - Faktor Sosial Budaya.
INDIKATOR PARTISIPASI Memperhatikan dan/atau mempertimbangkan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan memberikan kesempatan yang setara kepada laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di setiap aspek kehidupan dan/atau kebijakan dan program pembangunan, misalnya, untuk: Menentukan proses untuk solusi atas suatu persoalan yang dihadapi; Turut serta dalam pengambilan keputusan baik atas jumlah maupun kualitas; Keberdayaan institusi dan peran serta masyarakat, terutama persoalan yang dihadapi perempuan.
INDIKATOR KONTROL Menganalisis apakah norma hukum yang dirumuskan memuat/terermin ketentuan yang setara terkait dengan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal ini tercermin dalam: Keberdayaan dan kehasilguanaan dalam menggunakan haknya; Keberdayaan institusi dan peran serta masyarakat untuk mewujudkan keadilan/kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan; Menjamin perwujudan kesetaraan gender, utamanya bagi perempuan di pedesaan dan perempuan kepala keluarga.
INDIKATOR MANFAAT Analisa utk adanya norma yang dirumuskan kelak akan dapat menjamin bahwa suatu kebijakan dan kegiatan programnya akan menghasilkan manfaat yang setara terhadap laki-laki dan perempuan: Adanya ‘penikmatan manfaat’ yang adil dan setara terhadap pemenuhan akan hak dan kewajiban bagi perempuan dan laki-laki. Contoh, penikmatan manfaat atas: - hasil kerja untuk dirinya dan keluarga; - pemilikan dan pengelolaan atas hak tanah; - hak perempuan menikmati hasil pembangunan, melalui penyediaan sarana dan prasarana.
DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGINTEGRASIAN PKG DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dimulai pada saat dilakukan kajian/penelitian untuk kepentingan penyusunan Naskah Akademik suatu RUU atau R.Perda; Saat penyusunan Naskah Akademik suatu RUU atau R.Perda; Selama proses penyusunan/perumusan ketentuan peraturan perundang-undangan (biasanya pada unit perundang- undangan); pembahasan suatu RUU atau R.Perda antara DPR-RI/D dan Pemerintah/Pemda; Saat penyusunan/perumusan kebijakan sebagai tindak lanjut atas ketentuan peraturan perundang-undangan; Saat melakukan kajian atas review/revisi suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan;
RAMBU-RAMBU YANG PENTING DIPERHATIKAN Harus tetap mengacu ketentuan UUD 1945; (tidak emosional dalam mengaktualisasikan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan). harus tetap mengacu pada asas pembentukan dan asas yang tercermin dalam materi muatan Peraturan Perundang- undangan (asas kejelasan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan); Untuk Perda, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hal yang sama yang diatur dlm UU, sesuai asas kenusantaraan; Menganalisa kembali rumusan norma yang telah disusun dengan gunakan indikator kesetaraan gender: APKM.
MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN PUU-an YG RG Melalui peran lembaga yang berwenang melakukan hak uji formal dan hak uji materiil, menjadi salah satu komponen penting dalam upaya menghapus perlakuan diskriminasi gender terhadap setiap warga negara. Hak uji formal wewenang untuk menilai apakah suatu produk legislatif (UU) dibuat melalui/sesuai prosedur; Hak uji materiil wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai apakah materi/isi PUU-an sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya; termasuk sesuai/mempertimbangkan dari perspektif HAM dan/atau kesetaraan gender, sehingga tidak diskriminasi gender, dan dibuat oleh suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan peraturan –peraturan tertentu;
JALUR PENGAWASAN PERATURAN PUU-an YG RG Pengawasan melalui Jalur Hukum (Yudicial Review) - Melalui Mahkamah Konstitusi - Melalui Mahkamah Agung Pengawasan Jalur Pemerintah (Executive Review) Pengawasan Jalur Legislatif (Legislative Review)
PENGUATAN KEBIJAKAN K/L DAN DAERAH Sejalan dengan pengintegrasian prinsip-prinsip Parameter Kesetaraan Gender dengan materi/hak-hak dasar atau hak konstitusional yang sudah dituangkan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, maka dalam penyusunan kebijakan operasional seyogyanya dilakukan dengan langkah-langkah yang sejalan (mutatis mutandis). Pendekatannya sama, yakni, dengan cara menganalisis dari perspektif gender per urusan pemerintahan, dengan indikator APKM. Substansi pengaturan suatu Kebijakan, disesuaikan dengan kewenangan K/L dan SKPD terkait (Prov, Kab/Kota), shg perspektif gender diharapkan akan terintegrasi pula dalam jabaran program dan kegiatan yang responsif gender.
Lanjutan…. Penting dilakukan monitoring dan evaluasi atas berbagai kebijakan yang telah pernah diterbitkan oleh K/L (di Pusat) dan oleh SKPD (di Daerah); Peningkatan kapasitas SDM melalui berbagai bentuk pelatihan sangat dibutuhkan, sebagai upaya dalam mencari pembaharuan kebijakan serta menyikapi isu-isu terkini yang timbul dalam masyarakat. Koordinasi dan sinergi dengan lintas sektor terkait antar K/L di Pusat dan/atau antar SKPD di Daerah, dalam pelaksanaan program pembangunan, sekaIigus guna mengikis ego sektor (tidak parsial).
RENCANA TINDAK LANJUT PERLU TERUS DILAKUKAN: Sosialisasi dan advokasi kepada para pembentuk undang-undang/hukum dan penentu kebijakan di setiap bidang pembangunan, akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat; Pengembangan dan/atau peningkatan kapasitas (capacity building) para aparatur pemerintah dan perancang peraturan perundang-undangan (legislative drafter).
Terima Kasih 29