Etika Pembangunan
Latar Belakang Muncul sebagai hasil perdebatan antara ahli pembangunan (terutama yang berfokus besar pada peningkatan sektor ekonomi) dengan ahli etika (filsuf) ketika distribusi hasil dan dampak pembangunan dinilai tidak merata.
Pertanyaan filosofis kuno Goulet, 1997:1165 dalam Astroulakis, 2010:5 Apakah “kehidupan yang baik” itu? (hubungan antara kepemilikan barang dan “menjadi baik” (having goods and being goods). Apakah pondasi keadilan dalam kehidupan masyarakat? Sikap Mental yang seperti apakah yang seharusnya diapdopsi masyarakat dan diterapkan terhadap alam? Goulet, 1997:1165 dalam Astroulakis, 2010:5
Crocker, 1991;1998;2008 dalam Astroulakis, 2010:4 Definisi Etika Pembangunan merupakan pertimbangan etis pada akhir dan cara dari perubahan sosial ekonomi di negara-negara dan wilayah-wilayah miskin yang berfokus utama pada elemen kemiskinan, gap antara si kaya dan si miskin di bawah isu tentang moral Crocker, 1991;1998;2008 dalam Astroulakis, 2010:4
Definisi Etika Pembangunan merupakan pengujian nilai – nilai etis terhdap teori, perencanaan, dan praktek pembangunan yang bertujuan untuk mendiagnosa adanya konflik nilai, menganalisa kebijakan (yang ada dan yang mungkin), dan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pembangunan (Goulet, 1997:1168 dalam St. Clair, 2011:6). Secara sederhana, kajian etika pembangunan berusaha untuk memasukkan nilai – nilai etis (kebaikan) sebagai pertimbangan dalam melakukan pembangunan (suatu usaha yang sadar dan terencana untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik).
Tujuan Etika Pembangunan bertujuan untuk menghindari pembangunan yang tidak etis (hanya berfokus pada salah satu aspek kehidupan dan mengakomodasi kepentingan salah satu pihak/stakeholder) sehingga dapat meminimalisir dampak negatif suatu proses dan hasil pembangunan, serta meminimalisir distribusi hasil dan dampak pembangunan yang tidak merata.
Target Etika Pembangunan 1 Menentukan tujuan etis dari sebuah pembangunan 2 Menentukan strategi etis dalam mencapai tujuan – tujuan pembangunan tersebut Astroulakis, 2010:1
Moral dan Etika dalam Pembangunan Moral dan Etika dalam Pembangunan mencakup: tidak membenarkan penggunaan segala cara untuk mencapai tujuan. Karena apabila hal itu terjadi maka akan merusak dasar dan tujuan pembangunan. hendaklah seseorang bersikap setia terhadap terhadap negara, bangsa, pemerintah, organisasi tempat seorang melakukan kegiatan, atasan, rekan setingkat dan juga kepada mereka yang berada di lapisan bawah. jujur terhadap diri sendiri, organisasi, mitra kerja, dan masyarakat luas dengan menjaga komitmen dalam semua bidang kegiatan dan profesi. Sondang P. Siagian,
Moral dan Etika dalam Pembangunan Moral dan Etika dalam Pembangunan mencakup: etos kerja yang menjadi komitmen dalam setiap satuan kerja mulai dari lingkup kecil sampai kepada yang besar. adanya iklim keterbukaan sebagai bagian dari norma moral dan etika yang intinya adalah keinginan untuk saling mendukung dan mempercayai. pemberdayaan sumber daya manusia dalam organisasi. ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
Strategi Etis dalam Pembangunan Terdapat tiga strategi etis yang menjadi sasaran dalam pembangunan, yaitu : Keberlimpahan barang Solidaritas Universal Partisipasi (Goulet, 1975, 1995 dalam Astroulakis, 2010:5). Keberlimpahan barang berarti seseorang memerlukan “barang yang cukup” agar dapat menjadi seorang “manusia”. Kata “cukup” mempunyai makna relatif, namun cukup pada dasarnya mengacu kepada kepemilikan (sacara minimum) kemampuan mengakses, semua barang/benda yang dapat memenuhi kebutuhan hidup secara biologis, dan juga barang/benda lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (Astroulakis, 2010:7). .
Strategi Etis dalam Pembangunan Solidaritas Universal menuntut kesadaran bahwa sebenarnya “mereka yang ada di planet ini” saling berbagi berbagai hal yang ada di planet tersebut. Solidaritas universal diperlukan mengkonsolidasi hubugan sosial yang “tidak adil”. Partisipasi yang diikuti oleh semua stakeholder pembangunan sangat penting untuk meghndari mobilisasi kekuasaan dan pengendalian yang terlalu besar oleh kaum elit terhadap kaum “non-elite” (Goulet, 1989).
Terima Kasih