Ciri-ciri Sosial, Budaya, Ekonomi dan Kepercayaan Masyarakat pada Masa Berburu SK KD Indikator Lesson Plan Studi Kasus Evaluasi
Ciri-ciri Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Kepercayaan Masyarakat Pada Masa Berburu (Food Gathering) dan Masyarakat Pertanian (Food Producing) Standard Kompetensi: Menganalisis peradaban Indonesia dan dunia Kompetensi Dasar : Kemampuan menganalisis kehidupan awal masyarakat Indonesia Indikator : Memahami kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan Memahami masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut Memahami masa bercocok tanam
Dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat prasejarah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu: masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, masa bercocok tanam
Kehidupan Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan Keadaan bumi pada masa mengumpulkan makanan masih labil, karena perubahan bentuk permukaannya, sungai masih sering berpindah-pindah aliran, keadaan ini berlangsung selama kurang lebih 600.000 tahun. Perkembangan kebudayaan masa ini masih sangat lambat, ditambah lagi manusia yang hidup pada saat ini termasuk manusia purba seperti Pithecantropus Erectus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, kehidupan mereka sangat bergantung kepada alam.
Kerangka Teoritis Challenge and Response (Arnorld J Toynbee) : manusia menjawab tantangan yang ada pada alam sekitarnya Kebudayaan tumbul dan berkembang sebagai upaya manusia menjawab tantangan yang ada pada alam sekitarnya
Hidup berkelompok antara 10-15 orang Upaya-upaya yang dilakukan oleh manusia purba pada masa mengumpulkan makanan dalam mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya, antara lain dengan : Hidup berkelompok antara 10-15 orang Menciptakan alat dari batu dan tulang untuk membantu kekurangan fisik mereka reconstruction
Hidup berpindah-pindah tempat di daerah yang dekat dengan sumber air, seperti sungai atau danau. Satu hal yang sangat membantu kehidupan manusia purba ketika mereka menemukan api
Seorang ahli arkeologi Francois Bordes dari Bordeaux University, Perancis, melakukan percobaan membuat alat seperti yang dipergunakan manusia pada zaman purba. Perhatikan rangkaian percobaan pembuatan alat berikut ini! Bordes memulai dengan sebongkah kuarsit bulat dan batu palu yang lebih kecil. Dengan dua tiga kali pukulan ia dapat menghasilkan pinggiran yang cukup baik untuk memotong, meskipun masih kasar. Alat ini merupakan senjata dasar dan alat berburu selama sejuta tahun lebih, dan ditemukan di Afrika, Timur Tengah, Asia dan Eropa.
Setelah memotong ujung sebungkah batu api, Bordes mempersiapkan landasan batu yang akan dipukul, dengan batu pula ia memukul lepas beberapa serpihan besar. Hasilnya belum berupa alat. Dengan menggunakan palu dari tanduk rusa, dia mengolah alat itu supaya menjadi tipis dan sempurna tepinya. Hasil akhirnya berupa salah satu alat yang digunakan oleh Homo erectus dan pemburu-pemburu sapiens purba selama ribuan tahun. Pinggiran alat tersebut panjang, lurus serta tajam.
Lithic flakes Pacitan
Kehidupan Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut Tahapan selanjutnya adalah berburu, meramu tingkat lanjut, berlangsung pada zaman pasca Pleistosen. Pada zaman Mesolithikum yang berlangsung pada kala Holosen, perkembangan kebudayaannya berlangsung lebih cepat daripada zaman Batu Tua, hal disebabkan antara lain oleh : Keadaan alam yang lebih stabil, sehingga memungkinkan manusia untuk hidup lebih tenang dan dapat mengembangkan kebudayaannya Manusia pendukungnya adalah Homo Sapiens, mahluk yang lebih cerdas dari pendahulunya.
Mereka masih bergantung kepada alam, seperti: berburu di hutan Menangkap ikan Mengumpulkan makanan seperti umbi-umbian, buah-buahan dan daun-daunan Namun mereka juga mulai lama tinggal di suatu tempat (semi sedenter) karena telah dapat mengumpulkan makanan dan kemampuan mengawetkan daging buruan dengan cara menjemur. Bertempat tinggal di ceruk goa, dengan tujuan untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas
Kehidupan semi sedenter membuat mereka mempunyai waktu luang yang mereka gunakan untuk menghaluskan alat-alat dan membuat lukisan di dinding goa. Lukisan yang mereka buat berkaitan dengan kepercayaan, penghormatan kepada nenek moyang, menggambarkan binatang buruan, binatang yang mereka anggap suci dan upacara penguburan.
Jenis kebudayaan: Banyak ditemukan di abris sous roche, hasil penelitian yang dilakukan oleh Van Stein Callenfels di Goa Lawa dekat Sampung, Ponorogo Jawa Timur. Bersamaan dengan penemuan alat-alat dari Sampung ini ditemukan pula fosil manusia Papua Melanesoide yang merupakan nenek moyang Bangsa Papua dan Melanesia sekarang SAMPUNG BONE CULTURE
FLAKES CULTURE Kebudayaan ini merupakan hasil penelitian dua saudara sepupu berkebangsaan Swiss bernama Fritz Sarasin dan Paul Sarasin. Penelitian dilakukan sekitar tahun 1893-1896 di goa-goa Lumancong Sulawesi Selatan yang didiami oleh suku bangsa Toala, mereka berhasil menemukan alat-alat serpih (flakes) mata panah bergerigi dan alat-alat tulang. Penelitian lanjutan dilakukan di wilayah Maros, Bone, Bantaeng Sulawesi Selatan
Dalam goa tempat tinggal, banyak dijumpai lukisan-lukisan di dindingnya, yang menggambarkan kehidupan dan kepercayaan adanya kekuatan magis, seperti goa Leang-leang di Sulawesi Selatan, terdapat cap tapak tangan berwarna merah, yang mengandung symbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat. Lukisan di goa juga terdapat di Irian Jaya, yakni lukisan-lukisan binatang seperti kadal dan cap jari tangan yang tidak lengkap, mungkin sebagai tanda berkabung LUKISAN DINDING GOA
Masa Bercocok Tanam Masa bercocok tanam merupakan masa penting bagi perkembangan masyarakat dan peradaban. Beberapa penemuan baru dalam rangka penguasaan sumber alam berlangsung cepat. Selain bercocok tanam, mereka pun mulai mengenal cara-cara berternak. WORKSHEET
Pada masa ini juga ditemukan tanda-tanda kehidupan menetap di suatu perkampungan. Di tempat-tempat tandus dan berbatu telah mulai kelompok-kelompok kerja yang menghasilkan alat-alat kerja seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Membangun rumah, menebang, membakar hutan, menanam, me manen, berburu, menangkap ikan mereka lakukan secara bergotong royong. Telah muncul perdagangan barter, barang yang dipertukarkan adalah hasil bercocok tanam, hasil kerajinan dan ikan laut yang dikeringkan. Barang-barang tersebut diangkut melalui jalan darat, laut dan sungai. Sehingga perahu dan rakit pada masa ini memegang peranan penting sebagai alat transportasi.
ARTEFAKTUAL KAPAK PERSEGI KAPAK LONJONG Pemberian nama kapak persegi berasal dari peneliti berkebangsaan Belanda, Von Heine Geldern, di Indonesia Barat terutama ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali, juga di Indonesia bagian timur yaitu, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan sedikit di Kalimantan Kapak lonjong adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong atau bulat telur. Di Indonesia kapak lonjong persebarannya hanya terbatas di wilayah Indonesia bagian timur.
GERABAH Pada zaman ini peranan penting gerabah adalah sebagai wadah atau tempat keperluan alat-alat rumah tangga. Gerabah di gunakan sebagai akalt sehari-hari. Banyak ditemukan di lapisan teratas bukit kerang Sumatera dan bukit pasir pantai selatan Jawa, antara Yogyakarta dan Pacitan, Kendeng Lembu (Banyuwangi), Tangerang, dan Minanga Sipakka (Sulawesi). Di Melolo (Sumba) banyak ditemukan gerabah yang berisi tulang belulang manusia Gerabah zaman neolitik dari situs Kelapa Dua. Bentuknya sangat sederhana tidak banyak variasi tidak memiliki hiasan dan mempunyai tingkat kerapuhan yang sangat tinggi sehingga sulit ditemukan dalam kondisi yang utuh.
Homo Floresiensis, dibanding jenis lainnya, homo ini memiliki keistimewaan karena tubuhnya yang kerdil. Ditemukan oleh seorang pastur bernama Verhoeven pada tahun 1958 di goa Liang Bua Manggarai, Flores, dan baru di umumkan sebagai temuan yang menghebohkan pada tahun 2004. Diperkirakan hidup sekitar 30.000 – 18.000 tahun yang lalu, telah mampu membuat peralatan dari batu, pemburu handal dan memasak dengan api, tetapi ukuran tangannya masih panjang. Manusia kerdil ini memiliki tinggi tubuh sekitar 1m, dan ukuran tengkorak seperti anak kecil. Dari cerita rakyat setempat, masyarakat Flores menyebut manusia kerdil ini dengan nama Ebu Gogo. Studi kasus Wacana di atas merupakan gambaran dari kehidupan Homo Floresiensis yang hidup pada zaman……………………dengan ciri-ciri sebagai berikut: a)… b)… c)…
Evaluasi Jawablah pertanyaan berikut denga singkat dan jelas! Bagaimanakah pola hidup manusia purba di zaman Palaeolithikum? Kebudayaan apa sajakah yang berkembang pada zaman Mesolithikum? Hasil budaya apa sajakah yang berasal dari zaman Neolithikum? Disebut apakah tempat yang digunakan untuk memasak, terbuat dari tanah liat dalam masyarakat bercocok tanam dan beternak? Pada zaman apakah api pertama kali dikenal?