Mengembangkan E-learning
Definisi… Model adalah tema yang cukup problematik dan digunakan secara berbeda-beda dari tiga komunitas. Jika model merupakan representasi dari sebuah tujuan, maka kemudian secara jelas ia menjadi sesuatu yang dimaksudkan oleh pengguna (user).
Beberapa definisi model e-learning muncul dari beberapa kalangan. Pertama, para praktisi cenderung menggunakan "model" dalam arti "pendekatan belajar dan mengajar". Contoh, para praktisi mungkin berbicara tentang penggunaan "problem-based (berbasis masalah)", "outcome-based (berbasis keluaran)",
Atau secara spesifik lebih popular dengan pendekatan konstruktivistik ketika merencanakan materi dan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, sebuah model yang menggambarkan sebuah pendekatan belajar dan mengajar di mana ia didesain untuk dipraktekkan oleh para praktisi di sebut dengan "practice model" atau sebuah pendekatan praktis.
Next… Kedua, para peneliti cenderung menggunakan "model" dalam arti sebuah cara untuk menjelaskan atau mengeksplorasi sesuatu yang terjadi di dalam konteks belajar. Model-model ini secara umum berada pada level abstraksi yang lebih tinggi daripada model praktis dan lebih eksplisit tentang komitmen-komitmen teoritikal mereka (seperti tentang kognitif, sosiokultural, atau cybernetic). Sosiokultural adalah berkenaan dengan segi sosial dan budaya masyarakat. Cybernetics adalah ilmu sistem mengatur diri sendiri.
Dalam praktek-praktek yang berorientasi lapangan seperti pendidikan, para peneliti menginginkan model-model mereka menjadi berarti, dan demikian juga dengan hasil penelitian mereka.
Next… Ketiga, komunitas pengembangan teknik dan standar menggunakan "model" dalam arti sebuah cara untuk menyusun representasi (misalnya XML) atau menyesuaikan dengan standar dan spesifikasi yang ada (misalnya IMS LOM). Sebuah sistem single VLE misalnya, akan tergantung pada sejumlah bagian yang terpisah dengan para pengguna, prosedur administratif, isi materi belajar. Rashty (1999) mengklasifikasikan - klasifikasi model e-learning.
Model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Model Adjunct (tambahan) Model ini dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran tradisional plus. Artinya pembelajaran tradisional, yang ditunjang dengan sistem penyampaian secara Online sebagai pengayaan. Keberadaan sistem penyampaian sebagai suatu tambahan. Contoh untuk menunjang pembelajaran di kelas, seorang guru/dosen menugaskan siswa/mahasiswanya untuk mencari informasi dari internet.
Next… Model Mixed/Blended Model blended menempatkan sistem penyampaian secara online sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan. Artinya baik proses tatap muka dan pembelajaran secara online merupakan satu kesatuan utuh. Berbeda dengan model adjunct yang hanya menempatkan sistem penyampaian Online sebagai tambahan.
Dalam model blended, tentu saja masalah relevansi topik pelajaran mana yang dapat dilakukan secara Online dan mana yang dilakukan secara tatap muka (tradisional) menjadi faktor pertimbangan penting menyesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, karakteristik siswa maupun kondisi yang ada.
Next… Model Online Penuh (Fully Online) Dalam model ini semua interaksi pembelajaran dan penyampaian bahan belajar terjadi secara online. Contoh bahan belajar berupa video streaming via internet, atau pembelajaran ditautkan (link) melalui hyperlink ke sumber lain yang berupa teks atau mungkin gambar. Ciri utama model ini adalah adanya pembelajaran kolaboratif secara online.
Model IDLF memiliki tiga tahapan disertai pandangannya mengenai konteks sosial dan budaya itu. Berikut tahapannya : Eksplorasi, adalah tahapan pengumpulan informasi yang berhubungan dengan latar pembelajaran, seperti informasi mengenai peserta didik. Penyusunan, tahapan ini adalah tahapan untuk menyusun informasi yang telah diperoleh melalui eksplorasi. Proses belajar, materi atau bahan ajar serta strategi pembelajaran secara Online disusun sedemikian rupa dalam tahap ini.
3. Evaluasi, hampir mirip dengan komponen evaluasi pada suatu desain pembelajaran, maka tahap evaluasi adalah tahapan untuk menentukan apakah maksud, tujuan pembelajaran, hasil yang diperoleh serta revisi yang harus dilaksanakan berdasarkan masukan yang diterima.
Manfaat model IDLF Bisa diterapkan untuk penggunaan media digital dan telekomunikasi Menjangkau karakteristik peserta didik lebih rinci dibandingkan dengan model lain Penyusunan materi ajar dapat disusun secara menarik
4. Menerapkan seluruh komponen desain pembelajaran berbasis KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) lebih jelas. 5. Untuk penerapan di Indonesia sangat berguna karena telah mencantumkan aspek sosial budaya yang terinci untuk dijadikan masukan dalam model pembelajaran.
Ciri umum model ILDF Berorientasi pada proses di kelas maya (virtual classroom). Model ini mengangkat masalah sosial budaya yang sangat menonjol untuk mengantisifikasi lompatan waktu dan geografis yang timbul. Memanfaatkan berbagai macam sistem penyampaian bahan ajar yang bisa digunakan dalam pembelajaran kelak konvensional.
Next… keterbatasan yang mungkin saja ditemukan dalam penerapan model ini adalah sebagai berikut. Karena relatif baru, dan ditujukan untuk online learning, maka tidak semua pengajar menyadari adanya model ini. Tidak semua aspek dapat diterapkan untuk KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), terutama terkait dengan teknologi belajar.
Penyediaan instruktur dan perangkat keras relatif masih mahal dan belum terjangkau oleh semua lembaga atau organisasi pendidikan di Indonesia.
Terdapat dua modus utama pembelajaran dalam e-learning, yaitu belajar mandiri dan belajar kelompok. Masing-masing terbagi kembali menjadi dua kategori. Belajar mandiri, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu belajar mandiri secara Online dan belajar mandiri secara offline. Begitu juga dengan belajar kelompok, diklasifikasikan menjadi belajar kelompok secara sinkronous dan belajar kelompok secara asinkronous.
LMS (Learning Management System) merupakan software pendukung dalam pembelajaran online/e-learning yang memiliki kemampuan untuk memanajemen kelas secara online, seperti pengelolaan dalam memberi tugas, materi pelajaran, evaluasi/ulangan, dan lain sebagainya. LMS haruslah memiliki kemampuan yang dapat memberikan situasi pembelajaran seolah-olah siswa berada di kelas konvensional, padahal mereka sedang berada di virtual classroom.
LMS juga dirancang semudah mungkin dalam pengoperasian siswa dan mampu memberi peluang siswa berinteraksi sosial dan melakukan pembelajaran secara kolaboratif. Contoh LMS yang sering digunakan adalah LMS Blackboard dan Moodle