FUNGSI PENGAJARAN DALAM KELUARGA PA Interaktif GKI Cinere Selasa, 2 Oktober 2012
Pendidikan dalam masyarakat Yahudi Orang Yahudi sangat menekankan pentingnya pendidikan. Synagoge bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga tempat belajar bagi mereka. Sekitar usia 12-13 tahun, seorang anak Yahudi harus menjalani upacara bar mitzvah (laki-laki) atau bas mitzvah (perempuan), artinya “anak Taurat” – di mana ia harus membaca kitab suci bahasa Ibrani, dan sesudah upacara itu selesai, ia diakui menjadi anggota masyarakat Yahudi. Yesus pun berada dalam lingkungan pendidikan Yahudi ini! (baca Lukas 2:46-47) Seorang guru Yahudi (rabi) sangat dihormati pandangan-pandangannya, maupun dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dasar pendidikan bagi orang Yahudi, a. l. 1. Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu”. Dan banyak bagian lain dalam kitab Amsal yang menggarisbawahi tentang didikan yang seharusnya diterima seorang anak dari ayah dan ibunya. Proses pendidikan itu diyakini akan mempengaruhi pembentukan karakter seseorang, serta pertumbuhan imannya. Ada kebanggaan keluarga : seorang anak yang bijak, mendengarkan didikan ayahnya dan menyukakan hati ibunya.
2. Ulangan 6:1-9 Ay. 1-2 : Tuhan mengikutsertakan anak-anak dalam ikatan perjanjian dengan umatNya. Ay. 3 : perintah untuk melakukan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh dan setia, serta berkat di balik itu. Ay. 4-5 : perintah untuk mengasihi Tuhan. Ay. 6-9 : perintah untuk memperhatikan dan mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anak, dengan berulang-ulang dan dalam segala keadaan. “FUNGSI DIDAKHE”
Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus juga menekankan fungsi firman Tuhan : II Timotius 3:16 Mengajar Menyatakan kesalahan Memperbaiki kelakuan Mendidik orang dalam kebenaran II Tim 3: 17 dengan demikian tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik!
Di mana tempat pembentukan karakter yang pertama dan utama bagi anak? Di tengah keluarga ! Maka setiap keluarga yang percaya kebenaran Firman, harus selalu melaksanakan fungsi pengajaran ini. Pelaksana tanggung jawab ini : orang tua! Sebuah peribahasa Nias : “Mamahao Daroma Li, Mango’ou Duma-duma”, artinya : firman memang mengajar (mamahao), tapi contoh dan teladan itulah yang menggerakkan orang untuk menjalankannya.
Pewarisan nilai di tengah keluarga : ORANG TUA MEWARISI MEMBUDAYA KAN MEWARIS KAN BELAJAR, MENGGALI, MENYERAP, MEMILIH NILAI, MENERAPKAN MENJADIKANNYA NILAI KELUARGA MELALUI : SOSIALISASI, INTERNALISASI, APLIKASI MENJADIKANNYA MILIK GENERASI BERIKUTNYA DENGAN MEMPERHATIKAN PERUBAHAN ZAMAN “BUAH JATUH TIDAK JAUH DARI POHONNYA” ???
MENJADI AYAH DAN IBU RANCANGAN ALLAH Figur ayah : meneladankan kasih kepada seluruh anggota keluarga seperti Kristus mengasihi umat-Nya. Para ayah diingatkan untuk : Takut akan Tuhan & melakukan perintahNya (Mzm 128:1, 4) Memelihara dan membahagiakan keluarga (Mzm 128:2) Mengasihi isteri (Ef 5:25) Tidak membangkitkan amarah anak-anaknya (Ef 6:4)
Baca Amsal 31:10 – 31 Para ibu / isteri diingatkan untuk : Takut akan Tuhan (Ams 31:30) Dapat dipercaya (ay. 11) Berbuat baik (ay. 12) Mau bekerja untuk keluarganya, tidak malas (ay. 13-16, 18-19, 27) Kuat, tegar (ay. 17, 25) Peduli pada yang tertindas (ay. 20) Mempersiapkan kebutuhan keluarga (ay. 21) Mengupayakan kebutuhannya sendiri (ay. 22) Lemah lembut dan penuh hikmat (ay. 25-26) Mengurus anak-anaknya (ay. 28) TUNDUK KEPADA SUAMI (KOLOSE 3:18)
Peran Orang Tua : 5P Problem solver (penyelesai masalah) Sejak kecil seorang anak perlu partner untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Siapakah yang ia cari untuk itu? Kedekatan seorang anak dengan ayah / ibunya akan menolong dia menerapkan nilai-nilai firman Tuhan yang ada dalam keluarga. Sebaliknya, ketakutan atau rasa “tidak diterima” akan mengantar anak kita mencari problem solver di luar.
2. Playmate (teman bermain) Hubungan antara Tuhan dan umat digambarkan sebagai Bapa dan anak, tetapi sekaligus juga sebagai sahabat! Relasi orangtua dan anak memang diwarnai rasa hormat dari anak, tetapi tidak boleh meniadakan kasih dan keakraban dalam kebersamaan yang indah. Dengan relasi akrab ini, tanpa harus ditanya terus menerus, anak akan memiliki trust untuk menceritakan segala perasaannya, dan sebaliknya orang tua juga memiliki sahabat untuk sharing. Keduanya akan saling menguatkan.
3. Punisher (hakim) Orang tua harus berani menyatakan yang benar dan yang salah. Mengimbangi dengan teladan nyata. Ada kalanya hukuman diperlukan, sebagai sebuah “alat kendali disiplin”. Hati-hati dengan emosi, sebab hukuman bukan untuk melampiaskan emosi! Perlu hikmat untuk menerapkan sistem hukuman yang efektif menimbulkan efek jera serta melatih penguasaan diri anak, tanpa mengakibatkan luka hati terhadap orangtua. Baca Amsal 19:18. Menghindari kematian semangat, iman, dan fisik! Pengalaman orang tua bukan dasar yang tepat untuk diulang kepada anak, sebab setiap anak memiliki cara pembentukan yang unik. Diskusi : apa indikator seorang anak sudah perlu mendapatkan hukuman?
4. Provider (penyedia kebutuhan) Tidak hanya menyediakan kebutuhan secara material, tetapi juga : Intelektual : sekolah, pendidikan kemandirian, dll. Emosional : wadah untuk bicara dari hati ke hati, perasaan diterima dan dikasihi, pemberian maaf, dll. Spiritual : memperkenalkan Tuhan dan firmanNya, serta meneladankannya pergi ke gereja bersama, mendorong anak aktif dalam pelayanan, mengadakan persekutuan keluarga, share ayat firman dalam pergumulan keluarga, dll. NOTE : BELAJAR MENERAPKAN KEHENDAK TUHAN TERHADAP ANAK UNTUK KEBUTUHAN MATERIAL, TIDAK SELALU MEMENUHI SEMUA YANG DIMINTA / DIINGINKAN!
5. Preparer (orang yang mempersiapkan; coach) Melatih anak-anak untuk siap menghadapi dunia nyata yang tidak selalu “baik-baik saja”. Melatih anak melangkah menjadi seorang problem solver secara mandiri, tidak menjadi seorang anak yang peragu. Orang tua bertanggung jawab menjadi “coach” bagi anaknya, menumbuhkan ketahanan uji dan daya juang, sampai anaknya siap tanding dalam arena kehidupan dunia ini, bahkan dengan mental juara!
Dengan 5P tersebut, orang tua juga menuntun anaknya untuk memiliki pandangan yang benar tentang dirinya sendiri, tentang Tuhan dan gerejaNya! Semua perubahan yang akan terjadi, berawal dari diri kita! Jadilah “orang tua pembelajar” yang mau terbuka untuk terus belajar seiring perubahan tuntutan zaman – termasuk belajar dari anak! – sehingga pada gilirannya kita pun menjadi orang tua yang “kontekstual” bagi anak-anak kita. Terimalah tugas pengajaran ini dengan sukacita, dan lakukan selalu dalam kerangka kasih untuk menciptakan suasana yang menyenangkan!
Beberapa tips untuk menerapkan pola pengajaran yang menyenangkan bagi anak : Memiliki quality time dengan pasangan untuk membicarakan visi keluarga dan menjaga keharmonisan relasi. Memiliki quality time dengan anak : kenali bahasa kasihnya! Memperkaya diri dengan buku-buku parenting. Menerapkan ide-ide kreatif di luar kebiasaan sehari-hari sebagai “kejutan-kejutan” yang berkesan. Menanyakan pada anak bagaimana kesan mereka terhadap orang tua Merayakan moment-moment tertentu, meski tidak harus mewah. Pergi bersama dan membahas satu topik seru sepanjang perjalanan. Mengajak anak melakukan pengalaman-pengalaman baru bersama-sama; dll.
Sasaran akhir dari pengajaran di tengah keluarga : Keluarga yang memancarkan citra Allah kesaksian ke dalam dan ke luar Keluarga yang menjadi wadah untuk memproses anak-anak kita mencapai target rencana Allah.