Hukum Perkawinan
Pengertian Perkawinan: UU no 1/74 ttg Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1 UU Perkawinan) KUHPerdata: hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara (Pasal 27, 28 BW)
Asas Perkawinan Menurut BW: Asas monogami, melarang poligami Asas kebebasan kata sepakat, tidak ada paksaan Menurut UU Perkawinan: Asas monogami, tapi boleh poligami dg syarat-syarat tertentu (Pasal 3 – 5 UUPerkawinan )
Syarat Perkawinan: UU Perkawinan (Pasal 6 – 12): Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin kedua orang tua/ wali bagi calon mempelai sebelum berusia 21 tahun Usia calon mempelai laki-laki 19 tahun, perempuan 16 tahun Tidak ada ikatan perkawinan dengan yang lain Tidak ada dalam waktu tunggu (iddah) bagi perempuan janda Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi tidak dari talak tiga
Menurut BW: Syarat absolut: Asas monogami mutlak (Pasal 27) Persetujuan kedua mempelai Batas usia, bagi laki-laki 18 tahun, perempuan 15 tahun (Pasal 29) Bagi janda harus mengindahkan masa tunggu selama 300 hari (Pasal 34 BW) Diperlukan izin bagi semetara orang (Pasal 35 – 49)
Lanjutan… Syarat material relatif: Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat dalam hubungan keluarga (Pasal 30 – 31) Larangan untuk kawin dengan orang, dg siapa orang itu pernah melakukan zina (Pasal 32) Larangan memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian sebelum lewat waktu 1 tahun (Pasal 33)
Syarat formal (Lanjutan): Syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan: Pemberitahuan tentang maksud untuk kawin Pengumuman untuk maksud dan tujuan kawin (Pasal 50 – 57) Syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan perkawinan = syarat-syarat dapat disahkannya perkawinan
Pencegahan perkawinan: Menurut BW: - Suatu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh jaksa (penuntut umum) dan orang-orang yang tertentu, berdasarkan alasan2 tertentu mempunyai hubungan dengan calon suami/istri; terjadi jika perkawinan itu tidak seyogyanya dilaksanakan Menurut UU Perkawinan (Pasal 13 – 21): - Perkawinan dapat dicegah bila ada phak yang tidak memenuhi syarat dalam perkawinan
Orang yang dapat melakukan pencegahan perkawinan: Para keluarga dari salah seorang calon mempelai Saudara dari salah seorang calon mempelai Wali nikah dari salah seorang calon mempelai Pengampu dari salah seorang calon mempelai Pihak-pihak yang berkepentingan Suani/ istri dari salah seorang calon mempelai Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pencegahan (Pasal 14 - 16 UU Perkawinan)
Pembatalan perkawinan: Pasal 85 – 99 BW ; Pasal 22 – 28 UU Perkawinan; Pasal 37 – 38 PP No 9/75 Bukan batal demi hukum; melainkan dengan permohonan pembatalan. Dapat diajukan oleh: Para keluarga Suami/ istri Pejabat yang berwenang; pejabat yang ditunjuk; jaksa Orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung dengan perkawinan itu, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus
Lanjutan… Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap; dan berlaku sejak berlansungnya perkawinan Pasal 28 UU Perkawinan, bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap: anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan (tetap anak sah) Suami istri yang beriktikat baik, kecuali harta perkawinan, bila pembatalan karena adanya perkawinan terdahulu Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk di atas
Akibat Hukum Perkawinan Terhadap harta perkawinan Harta yang diperoleh selama perkawinan: harta bersama Harta bawaan: harta yang dimiliki sebelum perkawinan atau harta yang diperoleh dari hadiah/warisan: dalam penguasaan masing-masing, selama keduanya tidka menentukan lain. Perjanjian perkawinan: mengenai pengaturan tersendiri tentang harta kekayaan, secara tertulis dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, pada waktu atau sebelum perkawinan dilaksanakan. Kedudukan suami istri terhadap harta bersama adalah sama; masing-masing dapat menggunakan herta bersama atas persetujuan keduanya.
Lanjutan… Terhadap Keturunan: Anak sah: anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; sedangkan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah adalah anak tidak sah, yang hanya mempunyai hubungan dengan ibunya (Pasal 42). Suami dapat melakukan penyangkalan bahwa anak yang lahir tidak sah, jika dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina (Pasal 44) Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak (Pasal 45 -49) Kekuasaan orang tua terhadap anak sejak lahir hingga dewasa
Putusnya Perkawinan Karena kematian (Pasal 199 BW; Pasal 38 UU Perkawinan) Karena perceraian (cerai talak –dari suami--ataupun gugat cerai –dari istri) Dalam BW: Keadaan tidak hadir (selama sepuluh tahun, diikuti dengan perkawinan baru istri/ suami), putusan hakim setelah pisang ranjang dan meja makan, setelah dibukukan di Kantor Catatan Sipil
Alasan perceraian (UU Perkawinan): Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya yang sukar disembuhkan Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tiak dapat menjalankan sebagai sumai isteri Antara suami istri terjadi terus menerus peselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Akibat putusnya perkawinan: Jika putusnya perkawinan karena kematian, maka terjadi hak waris Bagi sitri terdapat masa iddah/ tunggu Harus memperhatikan ketentuan-ketentuan setelah perkawinan; misalnya jika ingin rujuk, atau ingin menikah dengan orang lain
Akibatnya terhadap keturunan: Ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata untuk kepentingan anak. Jika ada perselisihan, pengadilan yang memutuskannya. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan anak dan pendidikan anak-anak. Jika bapak tidak mampu, maka pengadilan bisa memutuskan ibu ikut menanggung biayanya Pengadilan bisa memutuskan kewajiban mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada mantan isteri, atau juga menentukan kewajiban bagi mantan isteri