Perkembangan Film Indonesia Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom
UU Perfilman 2009 Film sebagai karya seni budaya Film sebagai pranata sosial Film sebagai media komunikasi massa
Film sebagai Karya Seni Budaya Seni pertunjukan seperti film berkembang karena kemajuan ekonomi VOC di abad-19 Belanda pada awalnya membawa film dokumenter yang pada saat itu tidak mendapat apresiasi dari masyarakat (bukan tutur fiksi) Film Loetoeng Kasaroeng (1926) muncul sebagai film cerita pertama
Film sebagai Karya Seni Budaya Munculnya film menghubungkan cerita fiksi dan realitas sehingga mempengaruhi cara pandang masyarakat Film buatan bangsa Indonesia pertama adalah “Darah dan Doa”/”Long March” karya Usmar Ismail, produksi pertama Perfini Film diposisikan sebagai sebuah kekuatan strategis dalam pembangunan dan ketahanan budaya bangsa sehingga perlu pengawasan.
Film Sebagai Pranata Sosial Film sebagai media publik memiliki kekuatan dalam mendorong perubahan dalam sistem sosial Film Terang Boelan melahirkan sistem bintang film di tahun 1930-an Berkembangnya akses pendidikan dan kesadaran nasionalisme membuat bangsa Indonesia memanfaatkan kesenian sebagai alat merintis kemerdekaan
Film Sebagai Pranata Sosial Keadaan tersebut memicu reaksi dari penjajah dengan melakukan berbagai upaya sensor dan menggunakan media sebagai propaganda Pasca kemerdekaan film Indonesia mencari jati diri antara Holywood dan sejarah seni Indonesia, kekuatan pasar dan nasionalisme, serta transformasi teknis Jepang Belanda atau kreativitas sendiri Visualisasi tanah air dan juga tersebarnya bahasa melayu merupakan andil besar yang dimiliki perfilman
Film Sebagai Media Komunikasi Massa Punya pengaruh besar dalam mempengaruhi khalayak Kekuatan film terletak di emosi penonton Mensyaratkan perhatian penuh khalayak / Hot Media (McLuhan) Khalayak lebih terbatas dan aktualitas rendah daripada radio, televisi, majalah
Film Sebagai Media Komunikasi Massa Lebih banyak yang menonjolkan hiburan dan informasi Ada yang edukatif dan ada juga tentang konten negatif Ada yang berisi kepentingan politis
UU Perfilman UU No 1 Pnps Tahun 1964 film sebagai alat revolusi Diganti UU No 2 Tahun 1992 film sebagai subjek dan objek pembangunan nasional Diganti lagi UU No 33 Tahun 2009 pengawasan pemerintah semakin longgar dan meningkatkan partisipasi masyarakat (reformasi/liberalisasi politik dan ekonomi)
UU Perfilman Film yang dimaksud dalam UU adalah film yang mengandung unsur naratif dan sinematik, yang dibuat dan disimpan dengan teknologi khusus perfilman Selain film berita dan film yang diunggah di media sosial
Dinamika Perfilman Nasional Nasionalisme dan Peranan Seniman Film menjadi alat perjuangan Pemahaman film adalah alat perjuangan didapat dari Jepang (Nippon Eigasha ex Multi Film) BFI merekam peristiwa perjuangan untuk meyakinkan dunia internasional bahwa yang terjadi bukan terorisme
Dinamika Perfilman Nasional Perkembangan lembaga film pertama lebih bersih dari permainan politik karena dibina oleh para seniman teater. Perfilman dimasa awal kemerdekaan tidak berjuang untuk kebebasan dari peran pemerintah seperti pers, tetapi malah membutuhkan dukungan seperti modal, teknologi, dan sebagainya
Suasana Perfilman Setelah Kemerdekaan Adanya perang dingin AS-Soviet Terjadi transisi ekonomi kolonial ke nasional yang kurang SDM Presiden menginisiasi gerakan non-blok kemudian mengadakan festival film Asia Afrika (FFAA) Kesadaran berpolitik membentuk dua kubu dalam perfilman (Lesbumi & Lekra)
Suasana Perfilman Setelah Kemerdekaan Perfilman dibebani tanggung jawab nasional dan sosial sebagai alat revolusi Suasana negara yang krisis politik dan ekonomi mempengaruhi perkembangan film saat itu Pemboikotan film-film holywood di tahun 1964 (jumlah bioskop menurun, 750 -350 ) FFI ketiga tidak bisa dilaksanakan
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Semua hal yang berafiliasi dengan PKI dihilangkan termasuk film dan pelakunya dipenjara Muncul film G30S-PKI, sebuah film propaganda anti komunis Indonesia memihak kubu Amerika
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Pengaruh budaya Amerika dan sekutunya marak dengan didukung perekonomian yang menguat Maraknya ekspresi budaya populer sekaligus adanya sensor ketat dari Departemen Penerangan Sensor meliputi: sistem perizinan, pekerja film, judul, skenario, isi, hingga proses pasca produksi, distribusi, bahkan peserta festival film internasional harus ada persetujuan pemerintah.
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Sensor ketat meliputi tema komunisme dan radikalisasi agama Tema film agama meliputi islam modern dan perjuangan melawan penjajah Dwi fungsi ABRI membuat perfilman terkontrol langsung oleh militer
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Berkembang pesatnya tv membuat orang perfilman beralih tempat Situasi krisis 90-an membuat film-film kualitas rendah marak Generasi emas perfilman dengan jangkauan global mulai tumbuh
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Banyak film masuk Indonesia Dewan Film memiliki kebijakan melindungi karya lokal dengan kebijakan alokasi dana film impor untuk prooduksi film lokal Matinya bioskop kelas bawah dengan masuknya pengaruh kroni penguasa
Suasana Perfilman Setelah Orde Lama Menurunnya pendapatan migas, hutang, gencarnya budaya luar masuk dengan adanya satelit mewarnai akhir-akhir Orba. Novel Indonesia menurun sebagai pendukung film Indonesia Masuknya teknologi video Munculnya film-film indie
Suasana Perfilman Setelah Reformasi Pembuatan film tanpa melalui birokrasi rumit Komunitas film tumbuh pesat Bermacam genre muncul di era ini
Sistem Perfilman Pancasila Subsistem perfilman nasional: Usaha perfilman Sensor film Peran serta masyarakat Pembinaan perfilman Jasa teknik film Ekspor impor film Distributor film Pertunjukan film
Sistem Perfilman Pancasila Pelaksanaan kebebasan dan tanggung jawab terletak pada dunia perfilman (kontrol/pengendalian diri) dan juga negara (ijin/pembinaan/sensor)
Lembaga Sensor Film Diterapkan pemerintah Hindia Belanda di tahun 1923 Dilanjutkan jepang tahun 1943 Dilanjutkan Panitia Sensor Film 1959 Badan Sensor Film 1964 LSF 1992 Beranggotakan 17 orang (12 orang unsur masyarakat dan 5 orang unsur pemerintah), dan diangkat oleh Presiden dengan masa jabatan 4 tahun
Badan Perfilman Indonesia Memberikan masukan untuk kemajuan perfilman Melakukan pendidikan, penelitian, dan pengembangan film Memfasilitasi pendanaan film tertentu yang bermutu Menyelenggarakan festival film dalam negeri
Badan Perfilman Indonesia Menyelenggarakan pekan film dan /atau mengikuti festival film luar negeri Mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film luar negeri Memberi penghargaan
Beberapa aturan perfilman Usaha perfilman dilarang memiliki usaha perfilman lain Pelaku usaha pertunjukan dilarang memutar film yang hanya berasal dari satu pelaku usaha lebih dari 60 % jam pertunjukannya selama 6 bulan Pertunjukan film di televisi untuk 21+ hanya dapat dilakukan pukul 23.00 – 03.00 Film dilarang diputar di khalayak umum atau non bioskop kecuali untuk tujuan pendidikan dan/atau penelitian
Disarikan dari buku Sistem Komunikasi Indonesia karya Prof. Dr Disarikan dari buku Sistem Komunikasi Indonesia karya Prof. Dr. Anwar Arifin (Simbiosa Rekatama Media,2011, Bandung) Film Indonesia: Krisis & Paradoks karya Garin N. & Dyna H.S.(Kompas,2015, Jakarta) Terima Kasih . . .
Propaganda melalui film Penggambaran masyarakat Indonesia melalui film. Perkembangan ideologi pemerintah melalui film Per kelompok maksimal 5 orang Buat makalah dan presentasinya Upload di internet, beri bukti tercetaknya