DISTOSIA KELAINAN TENAGA/HIS OLEH : RESTU HARINI 130075 2.B
KONSEP DASAR DISTOSIA Distosia itu adalah kesulitan dalam jalannya persalianansalah satunya adalah distosia karena kelainan his baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan.yang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu inersia hipotonik dan inersia hipertonik dan inkoordinasi otot rahim. Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan/ sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet.
1 . INERSIA HIPOTONIK 1 Pengertian Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering di jumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu terenggang misalnya karena hidramion atau kehamilan kembar atau grandemultipara atau primipara serta pada penderita yang keadaan emosinya kurang baik.
Inersia uteri terbagi dua yaitu: a. Inersia primer Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum b. Inersia sekunder Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan dan kemudian melemah maka pada persalinan akibat inersia uteri sekunder ini tidak dibiarkan berlangsung sedemikian lama karena dapat menimbulkan kelelahan otot uterus maka inersia uteri sekunder ini jarang di temukan. Kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalin
2. Etiologi a. Primigravida terutama pada usia tua b. Anemia c 2. Etiologi a. Primigravida terutama pada usia tua b. Anemia c. Perasaan tegang dan emosional d. Ketidak tepatan pengunaan analgetik seperti saat pemberian oksitosin atau obat penenang e. Salah pimpinan persalinan f. Kelinan uterus seperti bikornis unikolis g. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramion h. Kehamilan postmatur
3. Tanda dan gejala a. Waktu persalinan memanjang b. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek c. Dilatasi serviks lambat d. Membran biasanya masih utuh e. Lebih rentan terdapatanya plasenta yang tertinggal
Diagnosis Menurut prof. Dr. Sarwono prawihardjo diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang di sertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk pada kesimpulan ini di perlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran dan pembukaan. Kesalahan yang sering terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien padahal persalinan belum di mulai
5 Penatalaksanaan a. Keadaan umum penderita harus di perbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan b. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan jelaskan tentang kemungkinan yang akan terjadi c. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin turunya bagian terbawah janin dan keadaan janin d. Jika sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk jalan – jalan e. Melakukan perubahan posisi ketika ada kontraksi dengan miring kiri dan miring kanan
f. Melakukan stimulasi puting susu dengan cara menggosok, memijat atau melakukan gerakan melingkar di daerah puting dengan lembut yang diyakini akan melepaskan hormon oksitosin yang dapat menyebabkan kontraksi. ada beberapa rekomendasi dalam hal penggunaannya, yaitu: Hanya memijat satu payudara pada suatu waktu Hanya memijat puting selama 5 menit, lalu tunggu selama 15 menit untuk melihat apa yang terjadi sebelum melakukan pemijatan kembali Sebaiknya tidak menstimulasi payudara selama kontraksi Jangan menggunakan stimulasi payudara jika kontraksi sudah terjadi setiap 3 menit atau 1 menit
g. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak kepala Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5% dimulai dengan 12 tetes/menit, dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit. tujuannya pemberian oksitosin agar serviks dapat membuka Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his setelah pemberian oksitosin beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya di ulang lagi pemberian oksitosin drips
Bila inersia uteri di sertai disproposi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, ibu lemah dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus di sesuaikan sesuai hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ektrasi vakum, forcep dan seksio sesaria
2 . INERSIA HIPERTONIK 1 Pengertian Adalah inersia hipertonik bisa disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannnya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat (<3 jam di sebut partus presipitatus). Pasien merasa kesakitan karena his yang terlalu kuat dan berlangsung hampir terus menerus pada janin akan terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. 2 Etiologi a. Ketuban pecah dini disertai adanya infeksi b. Infeksi intrauteri c. Pemberian oksitosin yang berlebihan
3 Tanda dan gejala a.Persalinan menjadi lebih singkat (partus presipitatus) b.Gelisah akibat nyeri terus menerus sebelum dan selama kontraksi c. Ketuban pecah dini d.Distres fetal dan maternal e.Regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat terjadi ruptura
4 Diagnosis a. Anamesa Dilihat dari keadaan ibu yang mengatakan his yang terlalu kuat dan berlangsung hampir terus menerus b.Pemeriksaan fisik Di lihat dari kontraksinya yang terlalu kuat dan cepat sehingga proses persalinan yang semakin cepat .5 Penatalaksanaan a. pemberian sedativa dan obat yang bersifat tokolitik (menekan kontraksi uterus) agar kontraksi uterus tersebut hilang dan diharapkan kemudian timbul His normal. b. bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus segeradi akhiri dengan sectio cesarea. c. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
3.HIS YANG TIDAK TERKOORDINASI 1.Pengertian Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal ) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim. Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan hipoksia pada janin. Kadang- kadang Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti.
Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit.
Penyebab terjadinya inkoordinasi his (His Yang Tidak Terkoordinasi) 1. Faktor usia penderita relatif tua dan relatif muda 2. Pimpinan persalinan 3. Karena induksi persalinan dengan oksitosin 4. Rasa takut dan cemas
Cara Mengatasi Dengan anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO, diharapkan penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin dan ibu tiba dirumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal. Metode partograf tersebut diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan kasep (terlantar) yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada ibu maupun janin. Dengan dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan dengan partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya meningkatkan usaha untuk melakukan rujukan.
Selain itu, Kelainan ini dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha-usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali klau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis.
Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
TERIMAKASIH