Memilih dan merancang media dalam LMS
LMS harus memiliki lima kemampuan kinerja program Classroom management atau manajemen kelas, memiliki kemampuan untuk memfasilitasi pengiriman catatan atau alat bantu belajar lainnya misalnya, dosen/guru menciptakan sebuah website untuk Mendistribusikan bahan ajar. Course management, memiliki fasilitas pendukung seperti alat-alat untuk evaluasi, umpan balik, dan diskusi
Next… c) Manajemen kurikufum, menyediakan tools untuk menyampaikan tujuan pembelajaran, apa yang mesti dicapai setelah mengikuti pelajaran, dan hubungan antara tujuan pembelajaran sebelumnya dengan yang akan dipelajari.
Next… d) Learning management, belajar diatur untuk kebutuhan peserta didik. Hal ini memudahkan self directed learning, siswa dapat memilih tingkat pelajaran, dan siswa dapat mengembangkan pelajaran sesuai tingkat kemampuan siswa. Siswa dapat memiliki area pribadi dalam sistem, misalnya biodata siswa, hasil evaluasi siswa, dan sebagainya (Memfasilitasi penggunaan e-portfolio
Next… e) Community management, memungkinkan adanya interaksi dan membangun komunitas belajar, kelas, kurikulum, dan bahkan untuk kolaborasi dengan kelas tradisional, memungkinkan untuk berinteraksi dengan kelas belajar dari berbagai organisasi belajar
Memilih LMS adalah langkah dan keputusan penting untuk membangun e-learning, dan cenderung memiliki dampak yang besar dalam keberlangsungan program pembelajaran. LMS tersedia dalam dua kategori: propriety (berbayar) dan open source (gratis). Sebagian besar sistem program dirancang untuk sistem operasi Microsoft NET dan teknologi Java. Contoh LMS berbayar adalah Blackboard, CMS Joomla, Learn.com, dan Saba Learning Suite. Bahasa perancangan dan pengembangan dibangun dari bahasa program Apache, PHP dan MYSQL, proses instalasi sederhana dan murah (atau gratis). Sedangkan perangkat lunak untuk setiap LMS open source adalah gratis untuk didownload, diinstalasi, digunakan dan diperbarui. Selain itu bebas untuk memiliki dokumentasi komprehensif dan forum (Eckstein, 2010). Contoh LMS open source adalah LMS Moodle termasuk, Sakai Project, Claroline, dan Atutor.
Buku ini berkonsentrasi pada LMS Moodle, karena ini adalah yang paling sering digunakan, hasil dari penelitian Bacus (2010) di "University of Tasmania". Meskipun data yang pasti sangat sulit untuk akses, tampak bahwa dari 33 universitas di seluruh Selandia Baru dan 29 dari Australia saat ini menggunakan versi Blackboard (tesmasuk WebCT), 12 menggunakan versi Moodle, 1 (satu) menggunakan LMS Sakai dan 1 (satu) menggunakan Desire2Learn. Blackboard didirikan pada tahun 1997, dan telah berkembang jauh dari waktu ke waktu melalui akuisisi strategis LMS lain dan perusahaan non- LMS. Akibatnya, Blackboard memiliki lini jangkauan produk yang luas. Pada tahun 2009, Blackboard Learn Version 9 diperkenalkan ke publik, yang diperbaharui dari versi Blackboard sebelumnya adalah WebCT
Blackboard telah mengadopsi a modular approach, di mana LMS diperpanjang dan penggabungan aplikasi "building blocks" yang dibangun oleh pihak ketiga. Sejumlah kecil building blocks yang tersedia secara gratis, namun sebagian besar dibeli atau berlisensi setiap tahunnya. Tambahan tools yang termasuk dalam Blackboard Learn community adalah coursecentric, dan dilengkapi dengan sistem content. Karena investasi setiap tahun yang signifikan diperlukan untuk sistem konten, biaya membangun community dapat mencapai tiga atau empat kali lipat dari biaya lisensi awal. Banyak pelanggan hanya menggunakan inti sistem saja tanpa menggunakan tools tambahan tersebut.
Seiring dengan perkembangan teknologi internet di dunia, masyarakat dunia mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang tepat diperoleh menjadi mutlak, dan jarak serta lokasi bukanlah halangan. Disinilah muncul sebutan Learning Management System atau biasa disingkat dengan LMS. Perkembangan LMS yang semakin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang ada dengan suatu standar. Standar yang muncul misalnya adalah standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Committee), IMS, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
UX (User Experience) adalah sebuah bidang baru yang berangkat dari hubungan manusia dengan teknologi. Interaksi antara manusia dan teknologi didefinisikan dalam desain sebelum diimplementasikan. Desain ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan stimulus yang dapat diberikan oleh sebuah teknologi dalam hal ini website E-learning– kepada penggunanya. Stimulus ini pada akhirnya akan melahirkan respon dan efek tertentu yang diinginkan pengembang terjadi pada pengguna, sehingga lahirlah pengalaman belajar melalui website E-Learning tersebut.
Pada hakikatnya UX bersifat subjektif, artinya bergantung pada penilaian pribadi seseorang sehingga pengembang aplikasi hanya bisa memberikan berbagai stimulus baik berupa grafik, gambar bergerak (animasi), dan sebagainya, sehingga setidaknya pengguna akan mengeluarkan respon, apakah itu meng-klik tombol, mengisi form, dan respon-respon lainnya. Tentu, respon tersebut akan berbeda-beda tiap orangnya. Pada akhirnya perlu dipahami bahwa UX hanya berbicara bagaimana mengoptimasi berbagai stimulus, bukan membahas bagaimana respon itu akan muncul.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk memaksimalkan user experience adalah sebagai berikut: Navigasi Navigasi dalam sebuah website merupakan kunci tersampaikannya informasi hingga sesuai dengan yang ingin pengembang sampaikan. Dengan pengaturan navigasi yang tepat dan ringkas memungkinkan pengguna nyaman berinteraksi di website tersebut.
Pemilihan Warna Salah satu faktor yang dapat dijadikan acuan dalam menawarkan user experience sebuah website adalah dengan memilih warna yang sesuai dengan karakteristik task yang ditawarkan, seperti untuk menegaskan user untuk mengklik tombol, maka lebih baik tombol berwarna merah misalnya.
Typografi (pengaturan huruf) Pengaturan huruf memiliki peranan penting dalam membimbing pengguna memahami arsitektur website, pemilihan dan pengaturan huruf yang tidak tepat akan menyebabkan pengguna ‘tersesat’ di website kita dan tentunya memberikan ‘bad experience’ bagi pengguna.
arsitektur informasi Arsitektur informasi adalah metode untuk merancang, memetakan dan mengevaluasi informasi-informasi yang ada dan harus ada ke dalam sebuah halaman-halaman web yang dikembangkan. Melalui arsitektur informasi yang baik, website akan memiliki keandalan berupa kesederhanaan, kemudahan akses dan tentunya memberikan experience yang baik bagi pengguna.
Dalam merancang E-learning UX, tentukan jenis LMS yang akan dibangun termasuk pada jenis LMS seperti apa. Kemudian lihat audience yang akan terlibat dan analisis karakteristiknya. Setelah itu tentukan fitur-fitur apa yang akan dimunculkan serta alur informasinya
sekian