KARYA-KARYA PUNCAK DALAM SASTRA INDONESIA MODERN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERIODESASI SASTRA INDONESIA
Advertisements

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK
UNSUR INTRINSIK & EKSTRINSIK PROSA (cerpen/novel)
Unsur-unsur dalam Karya Sastra
Telaah Kritis Menuju Kehidupan
Tugas Bahasa Indonesia
KARAKTERISTIK PROSA ANGKATAN bP
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
Amirah Jihan Afry Rhanda Rumana Salman Alfarisi
Kelompok 4: Ariq Tito Boim Karina
SEJARAH SASTRA INDONESIA MODERN
BENTUK KARYA SASTRA PROSA (cerpen,novel, hikayat)
MASA PERGOLAKAN SASTRA INDONESIA TAHUN
Analisis Novel “Sukreni Gadis Bali” karya A. A
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam kesusastraan
UNSUR EKSTRINSIK, NILAI MORAl & penulisan makalah sastra
Metode Penelitian Sastra
Pengantar KAJIAN Kesusastraan
SEJARAH SASTRA DAN PERIODESASI SASTRA INDONESIA
PERBANDINGAN NOVEL (DE WINST dan GLONGGONG) Novel Historigrafi
Standar Kompetensi: Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan Kompetensi Dasar: Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat.
Fungsi Sastra & Produksi-Reproduksi Karya Sastra
HIKAYAT.
Kelas XII Bahasa Semester 2
Sastra Balai Pustaka A. Latar Belakang B. Komisi Bacaan Rakyat C. Balai Pustaka D. Sastra Melayu, Jawa, dan Sunda E. Perkemb. Sastra Melayu F. Tema Sastra.
UNSUR INTRINSIK & EKSTRINSIK PROSA (cerpen/novel)
HIKAYAT.
SASTRA PERBANDINGAN ANWAR EFENDI FBS UNY.
Bentuk-bentuk Karya Sastra Melayu Klasik
Kompetensi Dasar : 7.1 Mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama
MENULIS RANGKUMAN/RINGKASAN DAN RESENSI BUKU.
Kelas XI IPA/IPS Semester Ganjil
PERIODISASI SASTRA MENURUT NURSINAH SUPARDO
SASTRA ANAK (1) PERTEMUAN KE-13 Khusnul Fatonah, M.Pd. PGSD.
KELOMPOK 8 JuSuf sjarif BADUDU
Sastra Korea dapat dibagi menjadi :
Materi 1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Pelatihan Singkat Karya Tulis Ilmiah 2017 Perkumpulan Gemar Belajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : Rizka Sitanggang & Grace Kolin Jalan.
Unsur Instrinsik dan ekstrinsik Novel
Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia
UNSUR-UNSUR PROSA FIKSI
Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi
Sejarah perkembangan bahasa indonesia
MENGIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN STRUKTUR UNSUR INSTRINSIK SASTRA MELAYU KLASIK kita akan membahas karakteristik dan struktur unsur instrinsik sastra.
Siapakah Usman Effendi?
3. Kebijakan Pemerintah dalam bidang keagamaan

BAB 3 MUNCULNYA NASIONALISME INDONESIA
SANDRA SIWI PRIMAWIDYA RIZA TAFRIKHATUL M
PERIODISASI NUGROHO NOTOSUSANTO PERIODISASI NUGROHO NOTOSUSANTO
CERPEN Oleh Aqmarina.
Unsur-unsur dalam Karya Sastra
Perubahan Sosial Muhammad Noor Hidayat
Jenis-jenis Sastra dan Unsur-unsur yang membangunnya
Periodesasi Sastra Buyung Saleh
MENULIS RANGKUMAN/RINGKASAN DAN RESENSI BUKU.
IVON TRIANI XII IPA 2.
Penjelasan Tentang Cerpen
Mata Kuliah KAJIAN APRESIASI PROSA FIKSI Arpan Islami Bilal, M.Pd.
APRESIASI PROSA FIKSI ANAK
MENULIS RANGKUMAN/RINGKASAN DAN RESENSI BUKU.
Kompetensi Dasar Memahami struktur dan kaidah teks novel, baik melalui lisan maupun tulisan.
Gagasan Nasionalisme dalam Karya Pramoedya Ananta Toer “Tetralogi Buru” A n g i e P e r m a t a S a r i FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS.
APRESIASI PROSA FIKSI PERTEMUAN KE-7 -KHUSNUL FATONAH- PGSD.
Periodesasi Zuber Usman B.A
KELOMPOK VI NAMA : Farid M Z Hilman S Erlangga G Zulfahmi.
Unsur-unsur dalam Karya Sastra
Unsur-unsur dalam Karya Sastra
Pengaruh Islam dalam karya Melayu Klasik
Pengaruh Islam dalam karya Melayu Klasik
Transcript presentasi:

KARYA-KARYA PUNCAK DALAM SASTRA INDONESIA MODERN Oleh: Adyana Sunanda

Pengantar Prosa merupakan karya sastra yang cukup tua, di samping puisi. Prosa merupakan kelanjutan bentuk-bentuk penulisan kisah, hikayat, sejarah, tambo, riwayat, dan lain-lain. Penulisan bentuk sejarah dan kisah yang dipadu dengan cara penulisan fiksi (prosa fiksi) dimulai oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang menulis: Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah, dan Sejarah Melayu.

Angkatan Balai Pustaka Pendukung angkatan ini adalah kaum muda terdidik yang mendapat didikan Barat. Mereka ini pada awalnya diarahkan untuk menjadi ambtenaar (pegawai negeri) yang trampil dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda. Namun ternyata kaum muda ini menjadi sadar akan kenyataan bangsanya yang terjajah.

Konflik yang terjadi antara kaum muda dengan masyarakatnya berpangkal pada kesadaran mereka akan ketertinggalan bangsanya dalam berbagai bidang yang disebabkan oleh kungkungan adat, tradisi, dan berbagai macam penghambat kemajuan. Beberapa novel menyorot dengan tajam konflik sosial-politik-ekonomi yang terjadi pada masa itu. Novel-novel tersebut adalah: Siti Nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan (Abdul Muis), dan Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar).

Masalah politik dan adat serta tradisi dengan gamblang diungkap di dalam Siti Nurbaya dan Hulubalang Raja. Masalah perkawinan antarsuku dan antar-bangsa digarap dengan bagus oleh Abdul Muis di dalam Salah Asuhan. Dalam ketiga novel tersebut, juga dalam novel-novel yang lain, konflik sosial, konflik psikologis, suasana masa digarap dengan sangat mendalam sehingga ketiga novel ini dapat dikatakan sebagai tanda-tanda zamannya, saksi sejarah yang dilaluinya. Beberapa novel lain cukup menonjol: Lahami (Marah Rusli); Pertemuan Jodoh, Surapati (Abdul Muis); Jangir Bali, Apa Dayaku Karena Aku Perempuan, Mutiara, Cobaan (Nur Sutan Iskandar); Ni Rawit Ceti Penjual Orang, Sukreni Gadis Bali, I Swasta Setahun di Bedahulu (I Gusti Nyoman Panji Tisna); Si Cebol Rindukan Bulan (Tulis Sutan Sati).

Angkatan Pujangga Baru Pada periode ini hanya ada dua novel yang dapat disebut sebagai karya puncak: Layar Terkembang (Sutan Takdir Ali Syahbana) dan Belenggu (Armijn Pane). Kedua novel tersebut menampilkan masalah yang universal tentang hubungan manusia, baik sebagai masyarakat maupun individu. Terutama novel Belenggu, Armijn bertumpu pada pribadi manusia secara utuh menurut kodratnya untuk memilih dan melakukan sesuatu yang disukainya.

Angkatan 45 Ada empat novelis yang menonjol pada periode ini, yakni: Pramoedya Ananta Toer, Achdiat Karta Mihardja, Utuy Tatang Sontani, dan Mochtar Lubis. Pramoedya Ananta Toer (Mereka Yang Dilumpuhkan, Keluarga Gerilya, Bukan Pasar Malam, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak-jejak Langkah, dan Rumah Kaca) Ahdiat Karta Mihardja (Atheis dan Debu Cinta Berterbangan) Utuy Tatang Sontani (Tambera) Mochtar Lubis (Jalan Tak Ada Ujung, Tak Ada Esok, Maut dan Cinta, Tanah Gersang, dan Harimau! Harimau!)

Orientasi penulis periode ini dalam menggarap novel-novelnya bertolak dari kenyataan revolusi fisik yang terjadi saat itu. Permasalahan yang digarap pengarang bukan terkait dengan perang itu sendiri tetapi mereka menggarap efek langsung dari perang baik yang bersifat fisik maupun psikis. Berbeda dengan Pramodedya Ananta Toer dan Utuy Tatang Sontani, Achdiat Karta Mihardja dan Mochtar Lubis memandang dari sudut ideologi (Atheis) dan Psikologi (Jalan Tak Ada Ujung).

Angkatan 70 Ciri-ciri yang menonjol pada awal periode (angkatan 66) ini adalah kembalinya tema-tema romantik , mite, dan legenda. Pada periode ini mulai muncul novel-novel populer seperti yang ditulis oleh Motinggo Busye dan Asbari Nurpatria Krisna. Pengarang yang hadir pada periode ini di antaranya:

Toha Mochtar (Pulang dan Daerah Tak Bertuan) Trisno Yuwono (Pagar Kawat Berduri dan Petualang) Ramadhan KH (Royan Revolusi) Ali Audah (Jalan Terbuka) Nasjah Djamin (Gairah Untuk Hidup dan Untuk Mati dan Hilanglah Si Anak Hilang) Harijadi Sulaeman Hartowardojo (Orang Buangan dan Perjanjian dengan Maut) NH Dini (Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, dan Hati yang Damai)

Selain nama-nama di atas, pada periode ini muncul dua nama novelis yang hadir dengan karya inkonvensionalnya, Iwan Simatupang (Merahnya Merah, Ziarah, Kering, dan Koong) dan Putu Wijaya (Telegram, Stasiun, Pabrik, dan Lho). Novel-novel Iwan Simatupang hampir sepenuhnya menampilkan tokoh-tokoh ideal yang tidak mungkin diidentifikasikan secara fisik. Tidak ada realitas formal karena disampaikan hanya ide-ide shingga wujud manusianya adalah manusia gagasan. Novel-novel Putu Wijaya memperlihatkan kehadiran manusia sebagai tokoh masih terlihat wujud formalnya. Ia membaurkan antara realitas impian dan realitas fisik sehingga sosok tokoh masih teridentifikasi.

Pada periode ini muncul nama-nama lain yang cukup berpengaruh dalam perkembangan sastra Indonesia modern. YB Mangunwijaya (Burung-burung Manyar, Burung-burung Rantau)