Penjual Keripik Pisang Bagi warga kota Manado, mungkin mereka sudah tidak asing lagi dengan seorang bapak tua, dengan kondisi tidak sempurna (buta), berdiri di atas trotoar depan Bank Sinar Mas sambil menjajakan keripik pisang jualannya. Dengan menggunakan sebuah ember yang berisi keripik pisang jualannya, ia berdiri di situ sambil terus bersuara menarik perhatian orang-orang yang lalu-lalang di sekitar situ. “Keripik pisang… keripik pisang!” begitulah teriakannya. Satu hal yang saya lihat, bapak tua itu tak pernah berhenti meneriakkan keripik pisangnya. Semangat untuk terus bertahan hidup, sepertinya tak pernah padam. Suatu hari, selepas pulang kerja, saya mencoba mendekatinya dan ia seperti sudah tahu kedatangan saya. Ia lalu menawarkan keripik pisangnya. Setelah memberikan uang, saya katakan keripiknya tidak usah. Setelah itu, saya meninggalkannya.
Esok harinya, saya melewati jalan yang sama selepas pulang kantor, dan saya masih mendapatkan bapak tua itu berdiri dengan setia di situ. Tidak beberapa jauh dari tempatnya saya melihat ia tersenyum, seakan menyambut kedatangan saya. Dengan suara yang khas, “keripik pisang… keripik pisang!”. Saya mendekatinya dan ia berkata, “adik yang kemarin sore itu ya?”. Saya kaget dengan ucapannya. Bagaimana mungkin ia bisa tahu dengan keadaan fisiknya yang seperti itu? Akhirnya saya memberanikan diri mengajaknya bercerita. Bapak tua itu sejak kecil sudah di lahirkan dengan keadaan buta total. Ia berkata pada saya, entah sudah berapa lama ia menjadi penjual keripik pisang. Sejak ia menikah, istrinya juga sakit-sakitan. Akhirnya ia memutuskan berjualan keripik pisang untuk membiayai kehidupan hidup keluarganya. Istrinya dengan setia membuat keripik pisang dan ia sejak jam 6 pagi sudah berdiri di situ sampai jam 7 malam. Posisi berjualan pun tidak pernah berubah. Hujan, panas atau dalam keadaan apapun, ia tetap setia berdiri di situ.
Pengalaman di usir oleh petugas Satpol PP sudah terlalu sering ia alami. Mungkin karena kasihan dengan keadaanya, petugas akhirnya membiarkan ia tetap berjualan di situ. Dalam perbincangannya dengan saya, ia katakan bahwa menjalani hidup dengan keadaan seperti ini tidak pernah ia sesali. Ia marah kalau ada orang melihat dia hanya karena kasihan. Ia mau menunjukkan pada dunia bahwa keterbatasan fisik seperti ini, bukan penghalang untuk terus bertahan hidup. Kata -kata yang paling menyentuh hati saya dari bapak tua itu “Tuhan mengizinkan saya hidup dan saya bersyukur untuk itu!” Pertemuan saya dengan bapak tua itu akhirnya menjadi pengisi hidup saya sehari-hari. Hampir setiap hari sepulang kerja, saya selalu menyempatkan diri membeli keripik pisangnya. Terima kasih karena sudah menyadarkan saya, bahwa mensyukuri hidup yang Tuhan sudah berikan secara cuma-cuma, jauh lebih berharga dari harta apapun di dunia ini. Seringkali, perjuangan adalah sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup ini. Jika Tuhan memperbolehkan hidup kita lalui tanpa cobaan, hal ini akan membuat kita lemah. Kita tidak akan sekuat seperti apa yang kita harapkan.
Kita meminta kekuatan… dan Tuhan memberi kita kesulitan untuk kita hadapi dan membuat hidup kita menjadi kuat. Kita meminta kebijksanaan… dan Tuhan memberi kita masalah-masalah yang harus kita pecahkan. Kita meminta kemakmuran… dan Tuhan memberi otak dan kekuatan untuk bekerja. Kita meminta keberanian… dan Tuhan memberikan rintangan untuk kita hadapi. Kita meminta cinta… dan Tuhan memberikan orang-orang yang dalam kesulitan untuk kita bantu. Kita meminta pertolongan… dan Tuhan memberikan kita kesempatan. “Kita tidak menerima apa yang kita inginkan…, tapi kita menerima apa yang kita butuhkan”.