PERKEMBANGAN REGULASI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA YENI SALMA BARLINTI Selasa, 21 September 2010 FHUI, Depok
PERKEMBANGAN UU PERBANKAN UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan UU No. 14 Tahun 1967 ttg Pokok-pokok Perbankan Deregulasi 1 Juni 1983 Pakto 1988 UU No. 7 Tahun 1992 ttg Perbankan UU No. 10 Tahun 1998 ttg Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 UU No. 21 Tahun 2008 ttg Perbankan Syariah
1. UU NO. 14 TAHUN 1967 Pasal 1 huruf a disebutkan definisi Bank adalah Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang. Definisi Kredit yang diberikan pada Pasal 1 huruf c yaitu: penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam- meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga (rente) yang telah ditetapkan.
Cont’d Tujuan pemerintah dalam menentukan tingkat bunga adalah agar tidak terjadi penentuan bunga yang sewenang-wenang oleh masing-masing bank dan untuk menjaga stabilitas keuangan negara Akibat penentuan bunga oleh pemerintah: Bank-bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersedianya likuiditas BI Tidak ada persaingan antar-bank, sehingga tabungan menjadi tidak menarik dan alokasi dana tidak efisien
2. DEREGULASI 1 JUNI 1983 Deregulasi 1 Juni 1983 memberi kebebasan kepada bank untuk menentukan tingkat suku bunga, bahkan hingga 0% Kebolehan memberikan suku bunga 0% memungkinkan pelaksanaan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah, namun masih ada kendala yaitu: Pemerintah belum membuka izin pendirian bank baru Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap berkonotasi ideologis merupakan bagian atau berkaitan dengan konsep negara Islam Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu Bank syariah didirikan dalam bentuk koperasi yang dimulai oleh Koperasi Jasa Keahlian Teknosa di Bandung, Koperasi Simpan Pinjam Ridho Gusti di Jakarta
3. PAKTO 1988 Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober pada tanggal 27 Oktober 1988 (PAKTO 88) berisi kebijakan liberalisasi perbankan yang membuka peluang untuk mendirikan bank-bank baru. Terbuka kesempatan untuk mendirikan bank syariah dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yaitu BPR Islam di Lombok, BPRS Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, BPRS Amanah Rabaniah, dan BPRS Hareukat
Pendirian Bank Syariah Lokakarya Ulama tentang Bunga dan Perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990 Musyawarah Nasional ke IV MUI di Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990 Tim Perbankan MUI berhasil mendirikan Bank Muamalat dengan mengumpulkan komitmen pembelian saham pendiri sebesar Rp84miliar Silaturahmi Presiden RI dengan masyarakat Jawa Barat di Istana Bogor, dipenuhi total komitmen modal disetor awal sebesar Rp106.126.382,- yang bersumber dari dana personal, institusi, dan masyarakat Bank Muamalat mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992
4. UU NO. 7 TAHUN 1992 Definisi Bank pada Pasal 1 angka 1 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Definisi Kredit pada Pasal 1 angka 12 ini kredit didefinisikan adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan Pasal 6 huruf m mengenai usaha yang dilakukan oleh Bank Umum dan Pasal 13 huruf c mengenai usaha yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat, bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil Dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 disebutkan bahwa prinsip bagi hasil adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariat
PP No. 72 Tahun 1992 Pada Pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992 ditentukan bahwa: Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil
SEBI No. 25/4/BPPP SEBI No. 25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993 yang pada pokoknya menetapkan hal-hal antara lain: Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil; Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariah; Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan usaha tidak dengan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
5. UU NO. 10 TAHUN 1998 Istilah Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil menjadi Bank berdasarkan Prinsip Syariah Definisi Bank pada Pasal I angka 1 Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Definisi Prinsip Syariah pada Pasal I angka 1 Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Cont’d Peraturan lebih lanjut mengenai bank syariah diatur dalam SK dan PBI SK Dir BI No. 32/34/KEP/DIR ttg Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah PBI No. 6/24/PBI/2004 SK Dir BI No. 32/36/KEP/DIR ttg Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah PBI No. 6/17/PBI/2004
6. UU NO. 21 TAHUN 2008 UU No. 21 tahun 2008 memiliki beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan implikasi tertentu, meliputi: Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Definisi Prinsip Syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting yaitu (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dan (2) penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip syariah. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya akuntan publik, konsultan dan penilai. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan definisi yang ada dalam UU sebelumnya tentang perbankan (UU No. 10 tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multijasa). Bentuk badan hukum bank syariah adalah PT.
EVOLUSI PERUNDANG-UNDANGAN PERBANKAN (by Karnaen AP) * TIDAK MUNGKIN ADA BANK TANPA BUNGA UNDANG-UNDANG NO. 14/1967 * DIMUNGKINKAN ADANYA BANK TANPA BUNGA TETAPI BELUM DIBUKA IZIN MENDIRIKAN BANK BARU DEREGULASI 1 JUNI 1983 * DIMUNGKINKAN ADANYA BANK TANPA BUNGA DAN SUDAH DIBUKA IZIN MENDIRIKAN BANK BARU PAKTO 27 OKTOBER 1988 * SISTEM BAGI HASIL ATAS DASAR KESEPAKATAN MURNI * SUDAH DIAKOMIDIR ADANYA BANK TANPA BUNGA DENGAN SISTEM BAGI HASIL UNDANG-UNDANG NO. 7/1992 * SUDAH DIAKOMIDIR ADANYA BANK SYARIAH UNDANG-UNDANG NO. 10/1998 * BANK SYARIAH PUNYA UNDANG-UNDANG SENDIRI UNDANG-UNDANG NO. 21/2008
WASSALAM