renungan
Jika engkau mencari kebenaran, engkau berjalan sendirian. Jalan ini terlalu sempit untuk kawan seperjalanan. Siapakah yang akan dapat tahan dalam kesendirian itu?
Seorang sarjana Muslim yang sholeh sedang menyetir mobilnya di siang hari terik di suatu bulan Ramadhan. Siang itu sangat panas sehingga serasa AC mobilnya pun tidak mampu mencegah dahaga yang dirasakannya. Tengah berhenti menunggu lampu merah, dia melihat tiga orang tukang batu yang sedang istirahat dari pekerjaan menggali parit ditepi jalan. Mereka minum es dawet dengan nikmat untuk menghilangkan dahaga.
Terlintas di benak sarjana tadi fikiran : “Ya Tuhan, alangkah berdosanya tiga orang itu. Betapa mereka menyia-nyiakan pahala di bulan Ramadhan ini.” Lampu merah menjadi hijau, dia melanjutkan perjalanannya ke rumah. Sampai di kamar dia mengambil air wudhu dan kemudian menunaikan sholat Asar. Pada waktu dia berdoa diakhir sholat, dia memohon ampunan dan sorga. Ketika itu bayangan tiga orang tadi melintas kembali.
“Besok aku akan menemui tiga orang itu dan menanyakan kenapa mereka tidak berpuasa,” dia bergumam. Esok harinya dia lewat lampu merah itu lagi. Mereka bertiga masih disana. Parit yang digali makin dalam dan sebagian jalan telah berlubang sehingga lalu lintas lebih macet. Saat itu jam 14.00 dan matahari sangat terik.
Tiga orang itu sedang menghilangkan dahaga dengan segelas besar es sirop merah. Banyak pengendara mobil yang geram pada mereka. “Ayolah kerjanya lebih cepat, biar jalan tidak macet”. Tokoh kita ini mencari tempat agak longgar untuk parkir mobilnya, lalu berjalan menuju tiga orang tadi dan bertanya, “Bapak-bapak ini muslim ya?” “Ya den, kenapa?” jawab salah satu, heran.
“Lho kenapa ndak pada puasa?” tegurnya. “Walah den, kepinginnya ya bisa puasa seperti aden, tapi panasnya begini, kerjaan berat. Mana tahan hausnya.” “Lho pak, tapi kewajiban tetap kewajiban. Mana lebih penting pekerjaan dunia atau kebahagiaan akhirat?” Tiga pasang mata itu memandang teman kita yang sarjana itu dengan sorot tidak mengerti.
“Pak, kalau kita tidak bekerja begini, anak isteri kita tidak makan,” salah satu bapak tua itu menjawab “Bapak ndak coba cari pekerjaan lain? Coba cari Pak, karena puasa itu sangat penting.” Sarjana kita pulang dengan puas, dia merasa telah berjuang syiar agama, demi sorga. Dia yakin tiga orang itu akan sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Malam itu, ketika dia selesai mengerjakan sholat witir lewat tengah malam, bayangan tiga orang itu muncul kembali. Lalu terdengar suara bisikan di telinganya, “Bayarkan fidiyah mereka …..”