Otomatisasi Perpustakaan, Perpustakaan Hibrida dan Perpustakaan Digital Pertemuan VIII & IX
Otomatisasi Perpustakaan Library automation atau library automation system adalah seperangkat aplikasi komputer untuk kegiatan di perpustakaan yang terutama bercirikan penggunaan pangkalan data ukuran besar, dengan kandungan cantuman tekstual yang dominan, dan dengan fasilitas utama dalam hal menyimpan, menemukan dan menyajikan informasi
Secara lebih spesifik, sistem otomatisasi perpustakaan mengandung sedikitnya empat sub-sistem utama yaitu: Katalog Online Sub sistem sirkulasi untuk mengelola transaksi peminjaman Sub sistem akuisisi untuk mengelola administrasi pengadaan koleksi Sub sistem serial untuk mengelola koleksi yang berseri (jurnal, majalah, surat kabar dsb) (Pendit: Perpustakaan digital dari A-Z, hal. 222)
Perpustakaan Hibrida Perpustakaan, adalah ruangan, ataupun bagian sebuah gedung atau gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca bukan untuk dijual (Sulistyo-Basuki, 1991: 3)
Istilah perpustakaan hibrida (Hybrid library) pertama kali dikemukakan oleh Chris Rusbridge dalam artikel yang dimuat dalam di D-Lib Magazine pada tahun 1998. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu perpustakaan yang koleksinya terdiri atas bahan cetak dan bahan noncetak
Perpustakaan hibrida adalah campuran bahan-bahan cetakan seperti buku, majalah, dan juga bahan-bahan berupa jurnal elektronik, e-book dan sebagainya
Perpustakaan hibrida merupakan continuum antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital, dimana informasi yang dikemas dalam media elektronik maupun cetak digunakan secara bersamaan. Tantangan pengelola perpustakaan hibrida adalah mendorong pemakai untuk menemukan informasi dalam berbagai format.
Perpustkaan Digital Pendit dalam perpustakaan digital: perspektif perpustakaan perguruan tinggi, yaitu ”organized colections of digital information” (2007:29). Batasan lain yang lebih luas disampaikan arms seperti dikemukakan deegan (2002:20) yaitu: “A managed collection of information, with associated services, where the information is stored in digital formats and accessible over network. A crucial part of this definition is that the information is managed.”
Federasi perpustakaan di amerika serikat juga memberi batasan sebagaimana dikutip oleh deegan (2002:20) sebagai berikut: “Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by defined community or set of communities”.
Batasan terakhir memberi makna yang lebih luas dari dua terdahulu, yaitu bahwa perpustakaan digital menyediakan sumber-sumber digital disamping pegawai dengan tatakerja dan tujuan kerja serta masyarakat yang diharapkan dapat memanfaatkan layanan perpustakaan
Selanjutnya tedd dan large, seperti dikutip pendit (2007:30),menyebut ada tiga karakter untuk menyebut perpustakaan sebagai perpustakaan digital yaitu: 1) memakai teknologi yang mengintegrasiakan kemampuan menciptakan, mencari, menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dalam sebuah jaringan digital yang tersebar luas.
Lanjutan 2) memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data, baik di lingkungan internal maupun sksternal. 3) merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumberdaya jasa untuk memenuhi kebutuhan informai masyarakat tersebut karenanya peprustakaan digital merupakan integrasi institusi museum, arsip, dan sekolah yang memilih, mengoleksi, mengelola, merawat dan menyedikan informasi secara meluas ke berbagai komunitas
Mukaiyama (1997) mengemukakan setidaknya ada 7 (tujuh ) teknologi yang menjadi perhatian utama dalam mewujudkan perpustakan digital yaitu: 1) contents processing technology. Teknologi yang digunakan untuk menciptakan, menyimpan, menemukan kembali informasi digital, baik informasi primer maupun sekunder secara efektif.
2) information access technology. Teknologi yang memungkinkan menyediakan akses ke berbagai jenis informasi tanpa batasan waktu dan tempat. 3) human-friendly, intelellgenet interface. Antarmuka yang memungkinkan peningkatan produktivitas intelektual dalam bentuk fasilitas yang juga memungkinkan berbagai pengguna melakukan berbagai carian informasi
4) interoperability. Teknologi yang memungkinkan berbagi teknologi yang berbeda-beda saling bertemu dalam lingkungan yang heterogen. 5) scalability. Teknologi yang memperluas sebaran informasi dan mmapu meningkatkan jumlah pengguna serta memungkinkan aksesnya.
6) open system development 6) open system development. Teknologi yang memungkinkan penggunaan standard international dan standar de facto tetapi tidak mengorbankan kinerja keseluruihan. Standardisasi tidak boleh menyebabkan sistem terlalu lambat. 7) highly system development. Luasnya cakupan informasi dan cepatnya pertumbuhan perpustakaan digital dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan teknologi yang dengan cepat bisa disesuaikan dengan perkembangan sistem sosial
Suryandari (2007:234-235) menjelaskan proses digitalisasi bahan-bahan perpustakaan sebagai berikut: Scanning, Editing dan Uploading
Scanning Yaitu proses menscan atau menindai bahan-bahan tercetak dan mengubahnya menjadi berkas digital.
Editing Adalah proses mengolah bahan berkas pdf dalam komputer dengan memberikan password, catatan kaki, daftar isi dan sebagainya. Tentu, pemberian password ataupun catatan kaki disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di institusi yang bersangkutan. Proses OCR (optical character recognition) juga dimasukkan dalam kategori editing. Proses OCR adalah proses mengubah gambar menjadi teks.
Uploading Merupakan proses pengisian metadata serta mengupload berkas dokumen ke dalam perpustakaan digital. Berkas yang diupload ini merupakan berkas PDF yang berisi full text karya akhir dari mulai halaman judul hingga lampiran yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan password daftar isi, catatan kaki dan sebagainya
Baik para mahasiswa maupun dosen dan peneliti di era digital saat ini semakin dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola pengetahuan yang sudah mereka miliki, agar dapat secara sistematis mengembangkan pengetahuan berikutnya. Dalam tuntutan seperti ini, maka mereka harus punya kemampuan bekerja berdasarkan aturan dan metode yang menentukan pertukaran pengetahuan ilmiah yang efisien dan efektif. Persoalannya bukan lagi bagaimana memahami sistem perpustakaan dan menggunakan koleksinya, tetapi juga bagaimana berurusan dengan berbagai materi ilmu yang menampilkan dirinya dalam bentuk elektronik dan digital.
Pada saat informasi digital melimpah ruah seperti sekarang ini maka para mahasiswa, pengajar dan peneliti akan menjadi pustakawan bagi diri mereka sendiri dan pengetahuan mereka akan berkembang seumur hidup sesuai kehendak bebas mereka.
Program perpustakaan seharusnya menyediakan prosedur yang sedemikian rupa membantu mereka berkembang dari pihak yang hanya bisa memakai koleksi yang tersedia di perpustakaan, menjadi pihak yang punya kemampuan menyusun strategi pencarian informasi sesuai dengan bidang pengetahuan yang didalaminya
Teknologi saat ini memungkinkan perpustakaan dan pustakawan menawarkan bantuan bagi pengguna untuk memanfaatkan sumberdaya digital, sehingga kunjungan mereka (baik kunjungan ke lokasi fisik maupun kunjungan ke situs Internet) bisa lebih efektif dan efisien.Aplikasi perpustakaan digital akhirnya melahirkan peran baru bagi perpustakaan dan pustakawannya.
Potensi teknologi telematika dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat pengguna, dan konsentrasi para pustakawan di era digital ini bukanlah pada upaya ‘mengejar teknologi’ melainkan pada bagaimana menjadi mitra yang sesungguhnya dalam kehidupan perguruan tinggi yang sedang berubah cepat. Melalui penerapan konsep perpustakaan digital dan perubahan peran inilah para pustakawan sebenarnya sedang memastikan diri bahwa profesi mereka tetap diperlukan
Contoh sistem perpustakaan digital di Perguruan Tinggi di Indonesia Nama PerTi Sistem yang dipakai Potensi Kerjasama UI/UNRI LONTAR Mampu melakukan harvesting secara efektif ITB/ITS GDL Mampu melakukan harvesting UGM Sipus Mengembangkan Yogya for all, menjadi node untuk perpustakaan di Yogya Unibraw LENTERA Dikembangkan bersama PT lain di Malang, mampu bertukardata secara multilateral IPB SIPISIS Berbasis CDS/ISIS yang dipakai oleh sebagian besar PT, dikembangkan untuk merintis katalog induk (Union Catalogue) PT Lain Senayan