TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER (2)
1. Pendahuluan Mekanisme transmisi kebijakan moneter bekerja memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.
2. Jalur Neraca Perusahaan Perubahan kebijakan moneter berbanding lurus dengan pergerakan suku bunga lainnya sehingga akan mengakibatkan meningkatkan suku bunga kredit. Akibat peningkatan suku bunga kredit kondisi neraca perusahaan dapat terpengaruh, melalui penyesuaian cash flow dan ratio utang yang meningkat. Hal tersebut menyebabkan turunnya tingkat kelayakan kredit dari peminjam dan semakin mahalnya dana pembiayaan yang berdampak pada akses kredit dan berkurangnya investasi. Secara makroekonomi akan berdampak pada permintaan agregat, output dan inflasi. Kebijakan Moneter↑ Harga Saham↑ Moral Hazard↑ Aktifitas Pinjaman GDP↑
3. Jalur Nilai Tukar Untuk meneliti transaksi kebijakan moneter melalui nilai tukar di Indonesia, dapat dilakukan melalui 2 blok : 1. Blok pertama, untuk mengukur kekuatan shock moneter disbanding factor resiko terhadapnilai tukar yang diperoleh untuk melihat bagaimana kebijakan moneter dan faktor non ekonomi mempengaruhi inflasi. 2.Blok kedua untuk mendeteksi transmisi pergerakan nilai tukar terhadap inflasi baik melalui harga (direct pass through effect) dan melalui output (indirect pass trough effect)
4. Jalur Ekspektasi Jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi pembentukan ekspektasi terhadap inflasi dan kegiatan ekonomi yang akhirnya berpengaruh terhadap keputusan konsumsi dan investasi. Kebijakan Moneter↑ Ekspektasi Harga↑ Moral Hazard↑ Aktifitas Pinjaman Investasi↑
3. Penelitian Empiris Bank Indonesia 3.1. Transmisi Kebijakan Moneter ke Pasar Keuangan Pada jalur suku bunga, secara umum transmisi kebijakan moneter telah cukup kuat dan masih dapat lebih dioptimalkan, terutama pada suku bunga PUAB. Meskipun suku bunga PUAB bergerak searah dengan BI Rate, namun perlu dicermati karena dibentuk dari spread yang lebar dan dibarengi volatilitas yang tinggi.
3.2 Transmisi Kebijakan Moneter ke Output Riset BI menunjukkan bahwa perubahan suku bunga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Jalur kredit melemah sejalan dengan perilaku credit rationing perbankan. Jalur nilai tukar juga tidak terlalu kuat meskipun apresiasi rupiah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jalur harga aset, melalui harga saham, diindikasi mulai berpengaruh, meskipun belum cukup kuat akibat masih kecilnya portofolio aset rumah tangga dalam bentuk saham (Astiyah dan Husman, 2005 dan Idris et.al, 2002). Sedangkan jalur harga aset melalui harga aset non-finansial juga belum kuat.
3.3. Transmisi Kebijakan Moneter ke Inflasi Beberapa hasil pengujian menunjukkan pengaruh jalur suku bunga ke inflasi cukup kuat, meski tidak merata ke dalam seluruh kelompok barang. Husman (2006) dan Astiyah dan Husman (2005) menunjukkan bahwa suku bunga cukup signifikan mempengaruhi inflasi. Temuan ini masih searah dengan temuan Kusmiarso et.al (2002). Namun demikian, berdasarkan kelompok barang, pengaruh tersebut tidak terjadi secara merata. Nugroho dan Mochtar (2006) mengindikasikan bahwa suku bunga kredit hanya signifikan mempengaruhi inflasi inti kelompok barang sekunder dan kelompok barang tersier. Sejalan dengan peran di PDB, jalur ekspektasi terlihat cukup kuat mempengaruhi pergerakan inflasi.
3.4. Implikasi hasil penelitiaan Hasil pemetaan menunjukkan bahwa tidak semua jalur memiliki hubungan kuat terhadap sinyal kebijakan moneter perilaku perbankan yang mengakibatkan terjadinya credit rationing perlu ditindaklanjuti dalam koridor kebijakan perbankan yang lebih luas. Dalam konteks yang lebih luas, kredibilitas kebijakan makro merupakan kunci untuk mempengaruhi ekspektasi pelaku ekonomi.