PERSISTANT ORGANIC POLLUTANS “CHLORDANE” Nama : Maria Manda Kleden NPM : 082.11.026 Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Trisakti 2014
PENDAHULUAN Persistant Organic Pollutants (POPs) adalah senyawa organik dengan berbagai macam struktur yang tahan terhadap fotolitik (pemecahan molekul oleh cahaya), degradasi secara kimia maupun biologi. POPs seringnya memiliki struktur terhalogenasi (mempunyai gugus halogen (-Cl, -Br, -F pada alkilnya) dan memiliki kelarutan dalam air rendah sedangkan kelarutan dalam minyak/lemak tinggi, sehingga memiliki kecenderungan tinggal dalam jaringan lemak (Kurniawan, 2013). POPs juga bersifat semi volatil (agak mudah menguap), sifat ini membuat dapat berpindah pada jarak jauh di atmosfer sampai akhirnya terdeposisi/jatuh ke bumi kembali (Kurniawan, 2013).
APA ITU CHLORDANE? Chlordane adalah salah satu senyawa POPs insektisida organoklorin dari jenis siklodin yang persisten. Berbentuk larutan tebal, butiran, konsentrat yang teremulsi, bubuk yang dapat dibasahkan, dengan warna dari tak berwarna hingga kekuningan. Chlordane dapat tidak berbau hingga berbau ringan dan dapat mengiritasi indra penciuman. Chlordane Peptisida biasanya digunakan untuk pertanian pengendalian rayap. Gambar .Struktur Chlordane Sumber : Bennet, Suart M,2001
Sifat Fisik dan Kimia Clordane Nama Kimia 1,2,4,5,6,7,8,8-octachloro-2,3,3a,4,7,7a-hexahydro-4,7-methanoindene. Rumus Kimia C10H6Cl8 Nomor CAS 57-74-9 Berat Molekul 409,83 Kelarutan dalam air 0,1 mg/L @250C Kelarutan dalam pelarut lain Sebagian besar dalam air dan larutan organik lain termasuk minyak Titik didih 1750C Titik lebur 104-107 0C Tekanan uap 1,3 mPa @250C Tekanan uap jenuh 0,27 kPa @1750C Koefisien partisi 2,78 Koefisien adsopsi 20000 Kepadatan relatif (air=1) 1,61 Sumber :Oregon University and The World Health Organisation
Metode (1) Metode passive air sampler Pengambilan sampel POPs dilakukan dengan metode passive air sampler menggunakan piringan PUF (Polyurethane Foam) yang berdimensi diameter 14 cm; tebal 1,35 cm; luas permukaan 365 cm2; berat 4,4 g; volume 207 cm3; kerapatan 0,0213 g cm-3. Piringan PUF diletakkan dalam sangkar dengan dua kubah berbentuk “piring terbang” (Gambar 2). Metode passive air sampler merupakan metode sampling udara dimana proses pengumpulan partikel diperoleh dari banyaknya partikel yang tertahan di dalam piringan PUF karena terbawa oleh angin (Harner et al., 2006). Gambar 1. Foto pemasangan PUF disk sampler di Stasiun GAW Bukit Kototabang (bawah) Gambar skema PUF disk sampler untuk POPs (atas) Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013.
Metode (2) Tree Bark Sampling Procedure Gambar Proses pemilihan pohon Gambar . Proses pengambilan sampel kulit kayu Sumber : Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013.
Metode (3) Metode High Volume Air Sampler Perakitan HVAS Kalibrasi alat Preparasi Sampel Gambar Proses Perakitan HVAS Gambar Proses Preparasi Sampel Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013
Metode (3) Metode High Volume Air Sampler Proses Sampling Gambar 7. Proses Sampling Sumber : Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013.
Metode (4) Analisis Kerang Langkah-langkah pengmabilan sampel yang dilakukan dalam pengmabilan sampel kerang adalah sebagai berikut. Kerang hijau (Perna viridis) dikoleksi lebih dari 20 individu kerang dikoleksi pada setiap lokasi pengambilan sampel. Kerang utuh beserta cangkangnya disimpan dalam es bok dan dibiarkan dalam keadaan beku untuk mempertahankan kesegarannya. Kemudian sampel kerang beku ditransportasikan ke laboratorium untuk pengukuran biometrik, homogenisasi sampel dan analisis kimia. Pengukuran biometrik kerang dilakukan dengan mengukur panjang - berat cangkangnya. Selanjutnya seluruh daging kerang dilepaskan dari cangkangnya dan dikumpulkan untuk setiap lokasi sampling (>20 individu kerang) dan kemudian dihomogenisasi sampai menghasilkan sampel yang lembut dan teraduk rata menggunakan homogenizer. Seluruh homogenisasi sampel disimpan dalam gelas yang bersih dan disimpan dalam cold storage pada suhu -20 °C sampai analisis kimia. Metode untuk menganalisis chlordane mengikuti prosedur yang dilakukan Kan-Atireklap et al. (1997).
HASIL Dalam jurnal Distribusi Global Persistent Organic Pollutants (Nahas,2005) di Stasiun Pemantuan Atmorfer Global Bukit Koto Tabang diketahui bahwa analisis sampel POPs memakan waktu lebih kurang 18 bulan yang meliputi proses pengumpulan sampel, analisis laboratorium, sampai dengan publikasi data. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data hasil pengukuran konsentrasi POPs di 53 lokasi.
Sumber: Environment Canada Tabel 2. Konsentrasi senyawa-senyawa Persistent Organic Pollutants berdasarkan tipe lokasi sampel diambil periode tahun 2005 Sumber: Environment Canada Keterangan : a-HCH = -HCH; g-HCH = -HCH; hept = heptachlor; hepx = heptachlor epoxide; TC=transchlordane; CC = cis-chlordane; TN = trans- nonachlor; Endo I = endosulfan I; Endo II = endosulfan II; EndoSO4 = endosulfan sulphate; Semua konsentrasi dalam satuan pg/m3.
Grafik Persentase konsentrasi 8 senyawa eks-pestisida secara global pada tahun 2005 Sumber : Nahas, Kristian.A. (2005). Distribusi Global Persistent Organic Pollutant. BMKG : Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Bukit Kototabang.
Kelimpahan relatif delapan senyawa POPs di lima tipe lokasi sampling Sumber : Nahas, Kristian.A. (2005). Distribusi Global Persistent Organic Pollutant. BMKG : Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Bukit Kototabang.
Sumber: Environment Canada, N/A = tidak dilakukan analisis Tabel 3. Konsentrasi POPs di SPAG Bukit Koto Tabang hasil pengukuran tahun 2005 dan 2006 Sumber: Environment Canada, N/A = tidak dilakukan analisis
Berdasarkan jurnal Kontaminasi Organoklorin Persisten dalam Kerang Hijau (Perna vidiris) di Perairan Indonesia (Sudaryanto,et al.,2005) persisten senyawa organoklorin (OCs) terdeteksi di seluruh homogenisasi kerang dari seluruh lokasi pengambilan sampel di perairan pantai Indonesia (Gambar 9) meliputi Belawan (Medan), Teluk Hurun (Lampung), Teluk Lada (Panimbang), Teluk Jakarta (Kamal, Ancol dan Cilincing), Bondet (Cirebon), Genjeran (Surabaya) dan Maros (Ujung Pandang). Sampling pengambilan sampel dilakukan pada periode Juli - November 1998, dengan area survei difokuskan pada daerah urban, pelabuhan, marina, aquakultur dan rekreasi pantai. Detail data biometrik, lokasi dan waktu pengambilan sampel kerang dapat dilihat pada Tabel 4.
Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005) Gambar . Peta lokasi pengambilan kerang hijau (Perna viridis) dari perairan Indonesia, 1998. Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
Tabel 4. Data biometrik kerang hijau (Perna viridis) dibeberapa perairan Indonesia, 1998 Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
Tabel 5. Konsentrasi organoklorin (ng/g berat basah) dalam kerang hijau (Perna viridis) di perairan Indonesia, 1998. Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
(Perna viridis) dari perairan Indonesia, 1998. Gambar 10. Kisaran dan rata-rata konsentrasi organoklorin dalam kerang hijau (Perna viridis) dari perairan Indonesia, 1998. Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
Tabel 6. Konsentrasi senyawa organoklorin (ng/g, berat basah) dalam mussel dari beberapa negara di Asia. Sumber : Sudaryanto,et al.,(2005)
Proses Masuk kedalam Lingkungan Gambar 13. Skema Perpindahan POPs di darat,laut dan udara Sumber : Fernandez dan Grimalt, 2003
Pemaparan pada Makhluk Hidup Gambar 14. Distribusi bahan beracun dalam tubuh makhuk hidup (manusia/hewan) Sumber : Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013.
Efek pada kesehatan Sumber : WWF, 2005; Ritter et al 1995 Senyawa POPs Rute Paparan Toksisitas Dampak Kesehatan Chlordane Ingesti dari kontaminasi ikan (kerang-kerangan), daging, akar tanaman dan makanan lainnya; peralihan dari ibu ke anak; pekerjaan berbahaya; terpancar dari rumah yang menggunakan anti rayap chlordane LD50 dari 83-590 mg/kg hewan-hewan air dan LD50 dari 25-50 mg/kg berat badan manusia Menyebabkan liver, ginjal dan penyakit darah; merusak endokrin, cardiovaskular, dan sistem reproduksi Sumber : WWF, 2005; Ritter et al 1995
Data kesehatan dari paparan yang terhirup http://www.epa.gov//ttn/atw/hlthef/chlordane.html
Hubungan perubahan iklim dengan peningkatan konsentrasi POPs Penelitian tentang hubungan antara perubahan iklim dan POPs telah dilakukan oleh para ahli iklim dan kimia dari 12 negara, yang merupakan review sistematis pertama dari dampak perubahan iklim terhadap pelepasan POPs ke lingkungan, transportasi jangka panjang dan nasibnya di lingkungan dan paparannya terhadap manusia dan lingkungan. Perubahan iklim dapat mempengaruhi emisi utama POPs ke udara dengan mengubah tingkat mobilisasi dari bahan atau stok, atau dengan mengubah pola penggunaan. Suhu yang lebih tinggi juga akan meningkatkan emisi sekunder POPs ke udara dengan menggeser partisi POPs antara udara dan tanah, dan antara udara dan air. Paparan dari tempat penyimpanan POPs di lingkungan seperti tanah, air dan es juga akan meningkat karena peningkatan suhu. Pengaruh suhu pada POPs yang bersifat semi stabil meyebabkan efek yang paling penting dan kuat dari pada efek lain dari perubahan iklim terhadap penyebaran dari POPs. Peningkatan kadar POPs ditemukan di udara dan air akibat dari pencairan es, salju dan banjir dikombinasikan dengan peningkatan penyakit vector-borne terkait dengan perubahan iklim, seperti malaria, dapat menyebabkan peningkatan permintaan dan pelepasan DDT di beberapa daerah.
Upaya Pengendalian Konvensi Stockholm tentang POPs adalah sebuah perjanjian internasional yang diprakarsai oleh the Governing Council of the United Nations Environment Programme (UNEP) sebagai usaha utama dalam menyikapi dan mewaspadai POPs sekaligus meningkatkan taraf kesehatan manusia dan lingkungan (United Nations Environmental Program, 2001; UNEP Chemicals 2001). Sebagai langkah awal yang dilakukan UNEP adalah dengan membuat suatu penugasan internasional pada Mei 1995 untuk menginventarisir dan menganalis 12 macam POPs. Tugas tersebut sekaligus diimplementasikan dengan adanya usulan dari the Intergovernmental Forum on Chemical Safety (IFCS) untuk segera melaksanakan tindakan internasional sebagai langkah nyata dalam menyikapi POPs. Pada tanggal 22-23 Mei 2001 dihasilkannya Konvensi Stockholm dalam perundingan yang dibicarakan dalam Conference of Plenipotentiaries di Stockholm, Swedia sebagai bentuk jawaban dari keseriusan masyarakat internasional dalam menyikapi maraknya POPs yang tertimbun dalam alam. Konvensi ini mulai berlaku (entry into force) pada tanggal 17 mei 2004.
PERAN INDONESIA Republik Indonesia juga ikut menandatangani Konvensi Stockholm, dan saat ini sedang dalam proses ratifikasi yang salah satu persyaratannya adalah penyusunan dokumen Rencana Penerapan Nasional (NIP, National Implementation Plan) yang disahkan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia berketetapan melaksanakan NIP setelah Konvensi diratifikasi dengan target penghapusan POPs dan melibatkan semua stakeholder. Yang melatarbelakangi komitmen ini ialah (1) PCB (polychoro-byphenyls) dan HCB (hexachlorobenzene) masih digunakan di industri, dan residu POPs terdeteksi di lingkungan, (2) dampak akibat POPs belum dipahami oleh masyarakat luas, (3) kapasitas dan kemampuan infrastruktur dalam mengelola POPs
PERATURAN-PERATURAN PP No.74/2001 tentang Pengelolaan B3. Peraturan ini mengatur pelarangan penggunaan 10 bahan kimia POPs di Indonesia, salah satunya chlordane. Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang persyaratan teknis pengolahan limbah B3 yang mengatur baku mutu untuk efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa POPs untuk insinerator. Parameter yang diatur adalah POHC (principle organic hazard constituents), PCB, PCDD, dan PCDF. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VII/2002 kadar maksimum chlordane yang diperbolehkan adalah 0,2 m/L sedangkan menurut PP RI No.20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, kriteria kualitas air golongan B air baku air minum kadar chlordane yang diizinkan adalah sebesar 0,003 mg/L
Kesimpulan Chlordane adalah senyawa organoklorin yang dari jenis siklodin yang persisten dan toxic sehingga perlu diminimalkan keberadaannya di lingkungan Perubahan iklim berpengaruh pada peningkatan konsentrasi POPs dan lepasnya POPs ke lingkungan
REFERENSI Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 1994. Toxicological Profile for Chlordane (Update). Public Health Service, U.S. Department of Health and Human Services, Atlanta, GA. American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH). 1999. 1999 TLVs and BEIs. Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents. Biological Exposure Indices. Cincinnati, OH. Anonim. 2005. Ridding The World of POPs: A Guide to the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants. United Nations Environment Programme. Geneva. Anonim. 2008. Information for the Consideration of Endosulfan, Provision of Information to the Stockholm Convention Secretariat for Use by the POPs Review Committee (POPRC). London, UK. Anonim. 2009. Endosulfan. http://en.wikipedia.org/Endosulfan. Diakses tanggal 13 Januari 2009. Anonim. 2009. Persistent Organic Pollutant. http://en.wikipedia.org/Persistent_organic_pollutant. Diakses tanggal 13 Januari 2009. Bennet, Suart M,2001 Bidleman, Terry F. (1999). Atmospheric Transport and Air-Surface Exchange of Pesticides. Canada : Atmospheric Environment Service. Brown dan Candwell. 1998. de Wit, C. A. 2002. An Overview of Brominated Flame Retardants in The Environment. Chemosphere 46(5): 583 624. Fernández P. & J.O . Grimalt. 2003. On The Global Distribution of Persistent Organic Pollutants. Chimia 57: 514-521.
Harner, T. , K. Pozo, T. Gouin, A. Macdonald, H. Hung, J. Cainey, A Harner, T., K. Pozo, T. Gouin, A. Macdonald, H. Hung, J. Cainey, A. Peters. 2006. Global Pilot Study for Persistent Organic Pollutants (POPs) Using PUF Disk Passive Air Sampler. Environmental Pollution 144: 445-452. Hillebrand, M. Th. J., J. M. Everaarts, H. Razak, D. Moelyadi Moelyo, L. Stolwiyk & J. R Boon 1989. Input of selected chlorinated hydrocarbon into the coastal area of east Java and adjacent waters distributon patterns in the dissolved and suspended phase, Netherlands Journal of Sea Research, 23 (4) : 369-377. Kan-Atireklap, S., N.T.H. Yen, S. Tanabe and A.N. Subramanian 1998. Butyltin compounds and organochlorine residues in green mussel (Perna viridis L.) from India. Toxicological and Environmental Chemistry. 67: 409-424. Kan-Atireklap, S., S. Tanabe, J. Sanguansin, M. Tabucanon And M. Hungspreugs 1997. Contamination by butyltin compounds and organochlo-rines residues in green mussel (Perna viridis. L.) from Thailand coastal waters. Environmental Pollution. 97: 79-89. Kurnia, A. “Memantau POPs dari Bukit Kototabang”. Suara Bukit Kototabang. Desember 2013. Nahas, Kristian.A. (2005). Distribusi Global Persistent Organic Pollutant. BMKG : Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Bukit Kototabang. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997. Pocket Guide to Chemical Hazards. U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Centers for Disease Control and Prevention. Cincinnati, OH. Occupational Safety and Health Administration (OSHA). 1998. Occupational Safety and Health Standards, Toxic and Hazardous Substances. Code of Federal Regulations. 29 CFR 1910.1000. Ritter, L., K.R. Solomon, J. Forget. 2007. Persistent Organic Pollutants: An Assessment Report on DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Heptachlor, Hexachlorobenzene, Mirex, Toxaphene, Polychlorinated Biphenyls, Dioxins, and Furans. Canadian Network of Toxicologi Centres. Rodan, B.D., D.W. Pennington, N. Eckley, R.S. Boethling. 1999. Screening for Persistent Organic Pollutants: Technique to Provide a Scientific Basis for POPs Criteria in International Negotiations. Environ. Sci. Technology 33: 3482-3488 Sudaryanto, A., Muchtar, M., Razak, H.,Tanabe,S. 2005. Kontaminasi Organoklorin Persisten Dalam Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37 :1-1.