E. Coli & Mikotoksin (Okratoksin).

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
LEMAK DAN MINYAK.
Advertisements

BAB I PRINSIP MIKROBIOLOGI PANGAN Andian Ari Anggraeni, M
MEKANISME KETAHANAN MIKROORGANISME TERHADAP PROSES PENGOLAHAN
PENANGANAN BAHAN BAKU.
PENGENALAN & PENANGANAN BAHAN KIMIA
Kerusakan Bahan Pangan
PROTEIN.
MIKROBIA PATOGEN PADA MAKANAN
Kuliah Pengetahuan Bahan Agroindustri VITAMIN
(BIOLOGIS, KIMIA DAN FISIK) SERTA CARA MENGATASINYA
PENGENDALIAN PROSES UNTUK MENGATASI BAHAYA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FATETA-IPB
PENGOLAHAN DENGAN GARAM, ASAM, GULA DAN BAHAN KIMIA
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Keseimbangan Asam Basa
SIFAT SIFAT DAGING.
III. Senyawa penghambat dalam kacang-kacangan
(BIOLOGIS, KIMIA DAN FISIK) SERTA CARA MENGATASINYA
KUALITAS SUSU Susu bahan makanan yang sangat penting untuk kebutuhan manusia, karena mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Susu.
Tips Mencegah Timbulnya Gangguan Pencernaan
SUHU RENDAH & AKTIFITAS MIKROBIA
Sejarah kimia pangan di mulai pada tahun 1700an, ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam bahan pangan termasuk Carl.
PEMELIHARAAN KESEHATAN
“(SISTEM PERTAHANAN TUBUH)”
PEMANFAATAN MIKROBA BAKTERI Lactobacillus sp PADA BIDANG KESEHATAN
11. VITAMIN VITAMIN : SENYAWA ORGANIK YANG DIBUTUHKAN TERNAK DALAM JUMLAH YANG SANGAT SEDIKIT, GUNA MENGATUR BERBAGAI PROSES DALAM TUBUH AGAR BERJALAN.
Pencemaran Pangan Oleh Jamur,Potensi Bahaya dan Pencegahannya.
LIMBAH INDUSTRI PANGAN
SANITASI BAHAN BAKU Sakunda Anggarini Sanitasi Industri Pangan 2015.
MANAJEMEN KESEHATAN IKAN
TEKNOLOGI PAKAN Pokok Bahasan : PENGELOLAAN BAHAN PAKAN/PAKAN
Pemeriksaan E. Coli, Salmonella, Vibrio cholera dan Shigella Pada Makanan & Minuman Oleh : Z A E N A B, SKM, M.Kes.
PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI
BAKTERI PENCEMAR MAKANAN
PENERAPAN HACCP.
ANALISIS BAHAN PENGAWET ALAMI PADA MINUMAN
Identifikasi Mikroba.
PENGAWETAN PANGAN AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari
Fiskha Ayuningrum SMK PGRI 1 SENTOLO
VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR DAN DALAM LEMAK
PERAWATAN LANSIA DENGAN ARTRITIS GOUT (ASAM URAT)
POLA HIDUP SEHAT DENGAN MEMPERHATIKAN VITAMIN YANG ADA DALAM TUBUH
KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN
PENGAWETAN PANGAN AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari
Disusun Oleh: Nama : IMELDA SAPUTRI Npm : Sesi : A
FERMENTASI TAHU KELOMPOK 5 : ANDRIYANI.AR ( )
FOOD POISONING Keracunan makanan oleh bakteri terjadi karena bakteri dalam makanan tersebut mengeluarkan enterotoksin, atau racun, sebagai produk sampingan.
AFLA TOKSIN & MIKOTOKSIN
Clostridium Botulinum & Clostridium Perfringens
TEKNOLOGI LEMAK DAN MINYAK
MANFAAT ZAT-ZAT GIZI BAGI WANITA SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN
BACILLUS Bacillus cereus
VITAMIN SYAFRIANI.
Sejarah kimia pangan di mulai pada tahun 1700an, ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam bahan pangan termasuk Carl.
Oleh: Weni Pratiwi Azhar Billah Aziz Agung Kurniaji
Nanda Thyareza Imaniar ( )
MACAM-MACAM ZAT MAKANAN
Peran Vitamin E dalam Reproduksi
Daging yang baik Manusia butuh makan Makanan yang bergizi lengkap
POLA HIDUP SEHAT DENGAN MEMPERHATIKAN VITAMIN YANG ADA DALAM TUBUH
TEKNOLOGI PAKAN Pokok Bahasan : PENGELOLAAN BAHAN PAKAN/PAKAN
LEMAK DAN MINYAK.
Anemia pada Remaja Puteri Siti Fathimatuz Zahroh UPT Puskesmas Karangmojo II.
PENGAWASAN KUALITAS MAKANAN. Tujuan umum :  Mampu melakukan pengendalian keamanan mak min Tujuan Khusus :  Mampu menjelaskan pengaruh lingk fisik mak.
Anemia pada Remaja Puteri Puskesmas Cipedes dr Rinny Oktafiani 2017.
PROTEIN.  Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.  Sebagai.
Anemia pada Remaja Puteri dr. Aris Rahmanda UPTD Puskesmas Bojong Rawalumbu – Peserta Dokter Intership Indonesia 2016.
SIKLOPROPINOID: JARINGAN A. LEMAK TAK JENUH YANG TERDIRI ATAS A. STERCULAT DAN A. MALVALAT YANG TERBENTUK DALAM MINYAK BIJI KAPUK PADA TINGKAT 1-2% DARI.
L/O/G/O Besi (Fe) dan Seng (Zn) ROSSA INTAN MANURUNG PRODI D-IV JURUSAN GIZI LUBUK PAKAM.
Vitamin-vitamin Larut Air
Transcript presentasi:

E. Coli & Mikotoksin (Okratoksin)

Escherichia coli  E. coli pertama kali diisolasi thn 1885 oleh T. Escherichi.  E. coli digunakan sbg indikator sanitasi karena habitat aslinya usus manusia atau hewan berdarah panas shg keberadaan- nya mrp indikator pencemaran kotoran manusia/hewan. Karakteristik :  Sel berbentuk batang, tidak berspora  Beberapa E. coli motil dengan adanya flagela peritrik  Bersifat fakultatif anaerobik  Ukuran sel: panjang 2-6 m dan lebar 1,1-1,5 m  Suhu pertumbuhan 10-65C, suhu optimal 35-37C Sensitif thd panas, non aktif pada suhu pasteurisasi  pH pertumbuhan 4-9, pH optimal 6-7  aw minimal untuk pertumbuhan 0,96  Memfermentasi beberapa gula sederhana misalnya lak- tosa, glukosa, menghasilkan asam dan gas

Patogenisitas  Berdasarkan sifat koloni pada media NA E. coli tdd: 1. Golongan smooth (S) : biasanya patogen bersifat halus, mucoid, translucent, cembung, abu-abu, tepi rata, dan mudah terdispersi dalam larutan garam fisiologis 2. Golongan rough (R) : biasanya tidak patogen bersifat kasar, kering, koloninya berkerut dan tidak mudah terdispersi dlm larutan garam fisiologis. Gol. R biasanya telah termutasi LPS nya (pada bagian antigen O) sehingga kehilangan virulensinya (mutasi O Ag) Berdasarkan syndrome penyakit yang ditimbulkan, karakteristik dan pengelompokan serologinya, terdapat 5 kelompok E.coli yang virulen : 1. Enteroaggregative E. coli (EAggEC) / enteroadherent E. coli 2. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) 3. Enteroinvasive E. coli (EIEC) 4. Enteropathogenic E. coli (EPEC) 5. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

Enterotoxigenic E. coli (ETEC)  Kasus penyakit karena ETEC: * pertama kali diketahui sbg patogen th 1968 di Bangladesh * sering menyerang para pelancong yg tidak kebal terhadap lingkungan dgn kebersihan rendah (traveler’s diarrhea)  E. coli ini memproduksi 1 atau 2 enterotoksin : * LT (labile toxin) labil thd suhu tinggi, mirip cholerae toxin * ST (stabile toxin) stabil thd suhu tinggi, BM rendah dan bersifat non antigenik (tidak menstimulir pembentukan Ab krn ukuran kecil)  Memiliki adhesin sehingga menempel pada vili usus  Gejala penyakit krn ETEC: diare cair dengan demam ringan, kram, mual, lelah. Pada kondisi yg parah gejala mirip kolera dimana diare 5-6 kali sehari, berlendir tetapi tanpa darah.-  Waktu inkubasi 8-44 jam

Enteroinvasive E. coli (EIEC)  Karakteristik mirip Shigella  Invasif  berkembang biak dlm sel epitel shg sel mati  Umumnya non-motil, anaerobik dan tidak memfermentasi laktosa dlm 48 jam  Gejala penyakit yg ditimbulkan mirip Shigellosis: mukosa kolon rusak, dingin, demam, sakit kepala dan otot, kram perut, diare cair atau disentri  Enterotoksin yang dihasilkan dapat berupa : * Stable Toxin (ST) : > toksin tahan thd suhu 100C, 30 mnt > berukuran 1500-4000 Da (kecil shg non antigenik) * Labile Toxin (LT) : > inaktif pada 65C, 30 menit > berukuran 86.000 Da > bersifat antigenik  menstimulir antibodi

Enteropathogenic E. coli (EPEC)  Umumnya berasal dari air  Sering menimbulkan diare pada anak-anak bayi, pd orang dewasa biasanya telah timbul kekebalan  Gejala : * pada bayi: diare parah, demam, muntah, sakit perut * pada dewasa: mual, pusing, diare cair, lamanya 6 jam sampai 3 hari, waktu inkubasi 17-72 jam  Tidak menghasilkan toksin  Menyebabkan kerusakan struktur mikrovili usus pada sisi penempelan bakteri menimbulkan luka yang menyebabkan defisiensi enzim, malabsorpsi sodium dan sekresi klorida berlebih yg secara kombinasi bisa berakibat kematian

Enteroaggregative E. coli (EAggEC)  Hampir seperti EPEC tetapi pola penempelan kedua bakteri tersebut pada sel usus berbeda.  Pola penempelan yg unik dari EAggEC disebabkan adanya fimbriae dan protein membran luar yang spesifik  Beberapa EAggEC menghasilkan enterotoksin yg stabil thd panas (ST)  Masih belum jelas apakah EAggEC juga menyebabkan penyakit lewat makanan

Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)  Dikenal sbg patogen baru th 1982.  Ada 2 galur yaitu O157:H7 dan O26 :H11 yang patogenisitasnya paling fatal dengan laju kematian tinggi terutama pada anak & lansia  Bersifat invasif  Menghasilkan 2 jenis Verotoxin (VT) yaitu VT1 dan VT2  dikenal sebagai Shiga Like Toxin (Stx)  Pengaruh VT : 1. Hemorrhagic colitis  diare dengan pendarahan hebat 2. Pada kasus yang parah  hemolitic uronita (pendarahan ginjal) 3. Bisa menyerang otak  Keberadaan pada makanan : * Banyak mencemari makanan melalui daging sapi. Bbrp food- borne outbreak disebabkan produk olahan daging :daging burger, daging cacah, daging panggang * Makanan lain yg pernah menyebabkan outbreak karena EHEC : seafood, susu (mentah, pasteurisasi), salad, sosis, daging kalkun

Kaitan E. coli Patogen dgn Foodborne Disease Jenis Asal Sumber kontaminasi Penyebab outbreaks E. coli pd Bahan Pangan EPEC Manusia Pekerja, air buangan, jarang lingkungan EIEC Manusia Pekerja, air buangan keju lunak, air ETEC Manusia Pekerja, air buangan keju lunak, air EHEC Ternak Kotoran ternak, fasilitas daging giling pengolah pangan, yg kurang masak tempat pengolah susu susu non-pasteurisasi

Mikotoksin (Okratoksin)

Struktur Kimia, Karakteristik dan Produksi OKRATOKSIN Struktur Kimia, Karakteristik dan Produksi Okratoksin terdiri dari sedikitnya 7 senyawa toksin. Okratoksin A (OA) dan kadang-kadang Okratoksin B (OB) terdapat scr alami pd produk nabati yg berjamur. OA (C20H18ClNO) adalah senyawa yang paling toksik, OA dihasilkan oleh : Aspergillus : A. ochraceus, A. alliaceus, A. ostianus, A. melleus/mellus, A. sclerotiorum, A. sulphureus, A. citricus dan A. fonsecaeus. Penicillium : P. verrucosum, P. viridicatum, P. cyclopium, P. variable/variabile, P. palitans, P. commune, P. purpurescens, P. chrysogenum. A. ochraceus dan P. verrucosum paling potensial.

Persyaratan media pertumb. optimal tiap spesies kapang berbeda. A Persyaratan media pertumb. optimal tiap spesies kapang berbeda. A. ochraceus menghasilkan lbh banyak okratoksin jika ditumbuhkan pd kacang tanah & kedelai dibandingkan pd jagung & gandum, sedangkan P. verrucosum sebaliknya Suhu dan aw optimal utk pertumbuhan kapang dan produksi okratoksin diantara 2 spesies penghasil toksin berbeda. Pd aw optimal P. verrucosum menghasilkan okratoksin pada 4C -31C (optimal 24C) ; A. ochraceus pada 12C-37C (optimal 25C). Aw minimum pertumbuhan P. verrucosum 0,81, untuk A. ochraceus 0,76 dihasilkan maksimal pada 30C dengan aw 0,95. Aw minimum dimana OA masih diproduksi adalah 0,85 pada suhu 30C dalam pakan ternak. Dibawah cahaya UV OA berpendar kehijauan sedangkan OB memancarkan pendaran biru

Pengaruh Biologis LD50 pada tikus 20-22 mg/kg dengan mekanisme hepato-toksik atau nephrotoksik. Pada percobaan dengan monyet, menginduksi mitosis pd sel ginjal. OA karsinogen pada manusia (menyebabkan kanker hati) OA menekan daya tahan tubuh & menghambat biosintesis protein. K eberadaan dalam Bahan Pangan Toksin ditemukan pada jagung, biji kering (dried bean), biji coklat, kedelai, oats, barley, citrus, kacang Brazil, temba-kau yang berjamur, ham yang dikuring, kacang tanah, biji kopi, dan produk serupa yang lain P. verrucosum banyak dalam serealia, juga diisolasi dari daging dan ikan. Okratoksin A ditemukan pada susu manusia maupun sapi.

Okratoksin pd produk hewani umumnya krn transmisi dari pakan yg terkontaminasi toksin tersebut ke dalam jaringan otot, ginjal, darah & sekresi air susu. Fenomena tsb mrpk contoh selain aflatoksin M yg dpt menembus rantai maka-nan & tdp pd komoditi yg tidak berjamur. A. ochraceus umumnya tdp pd biji kopi dan rempah, serta ada yang diisolasi dari biji coklat, kedelai, kacang tanah, beras dan jagung. Pengendalian Jika toksin sudah terbtk dlm bahan pangan, sangat sulit dihilangkan dengan kebanyakan proses pengolahan. Pada proses roasting kopi sampai suhu 250C tidak dapat menghancurkan semua OA Half-live OA pd gandum kering = 6 menit pada suhu 250C; pada gandum basah 19 menit pada 200C

Pemasakan dgn atau tanpa perendaman menghilangkan sejumlah okratoksin tetapi tdk semuanya (biji masih mgd 16-60% okratoksin), & diduga toksin hilang krn terbuang bersama air rendaman & bukan karena pemasakan. Beberapa perlakuan menghambat pertumbuhan kapang penghasil dan pembentukan okratoksin : Senyawa kimia menghambat pertumbuhan kapang penghasil & produksi toksin: potassium sorbat, sodium propionat, methyl paraben dan sodium bisulfit. Efektifitas penghambatan tergantung pH. Radiasi ionisasi menonaktifkan kapang. Penggunaan radiasi ionisasi pd tingkat yg merusak spora tetapi tidak mematikan, meningkatkan produksi okratoksin. Biosida seperti dichlovors yang digunakan dalam pertanian menghambat pembentukan toksin .

ASAM KOJAT (KOJIC ACID) Produksi dan Karakteristik Asam kojat dihasilkan terutama oleh Aspergillus flavus. Spesies penghasil lainnya : A. nidulans, A. oryzae, A. candidus, A. tamarii. Berbentuk kristal, hampir tidak berwarna, larut dalam air maupun alkohol Pengaruh biologis Secara toksikologis digolongkan dalam 'konvulsant' yaitu senyawa yang dapat menyebabkan pusing, mual, dan tidak enak badan. Dalam jumlah besar menyebabkan keracunan dan bahkan kematian (pada percobaan dengan hewan). LD50 pada mencit (berat 17 g) sebesar 30 mg dengan injeksi intraperitoneal.

Keberadaan dalam bahan pangan Pertama kali diketahui pada media bahan jagung manis yang ditumbuhi A. flavus. Jagung dan koji (starter makanan fermentasi) yang mengandung Aspergillus merupakan bahan yang rawan terjadi pembentukan asam kojat. Pengendalian Karena toksin banyak dihasilkan oleh A. flavus, mencegah toksin dapat dilakukan dengan mengendalikan kapang penghasil (lihat pengendalian kapang penghasil aflatoksin). Perlu waspada dalam pemakaian starter pembuatan makanan fermentasi terutama terhadap kemungkinan adanya golongan Aspergilus khususnya A. flavus.

STERIGMATOSISTIN Produksi dan karakteristik Mikotoksin ini secara struktur mirip dengan aflatoksin. Sedikitnya ada 8 turunan senyawa yg merupakan anggota kelompok sterigmatosistin antara lain asperotoksin, O-metilsterigmatosistin, dan dihidro-o-metilsterigmatosistin Sterigmatosistin scr visual pucat atau kuning, di bawah cahaya UV toksin berpendar merah bata gelap. O-metil-sterigmatosistin brp kristal, berpendar kuning, titik lebur 265C. Asperotoksin brp kristal kecil tdk berwarna, ber-pendar biru, & terdekomposisi pada 240-280C. Dihasilkan sejumlah kapang genus Aspergillus, yang terbanyak Aspergillus versicolor.

Spesies lain: A. flavus, A. parasiticus, A. nidulans, A. rugu-losus, A Spesies lain: A. flavus, A. parasiticus, A. nidulans, A. rugu-losus, A. chevalieri, A. ruber, A. amstelodami, A. ustus, A. quadrilineatus, dan A. aurantio-brunneus. A. versikolor tumbuh baik suhu 37C, suhu optimum 29C, dan aw 0,98 dengan hasil tertinggi 4390 mg/kg. Pengaruh Biologis Menyebabkan kanker hati (tetapi tidak sekuat aflatoksin), kelainan hati (sirosis) dan gangguan ginjal dan mampu menghambat sintesis DNA. Keaktifan sterigmatosistin 1/250 aktivitas aflatoksin Bersifat teratogenik yang menyebabkan kelainan embryo ayam LD50 pada tikus dengan pemberian toksin melalui injeksi intraperitoneal adalah 60-65 mg/kg

Keberadaan dalam Bahan Pangan Tidak sering terdapat pada produk alami Ditemukan pada gandum, oat, keju Belanda, dan biji kopi Pencegahan dan pengendalian secara umum dilakukan dengan menyimpan komoditas tidak pada suhu pertumbuhan kapang penghasil atau pembentukan toksin

PATULIN Struktur Kimia, Karakteristik dan Produksi Patulin (clavicin, expansin) bersifat antibiotik Patulin dihasilkan genus penicillia: P. claviforme, P. expansum, P. patulum, dan aspergilli: A. clavatus, A. terreus, dsb serta oleh Byssochlamys nivea dan B. fulva. Patulin murni berbentuk kristal, tdk berwarna atau putih, titik didih 110,5C, tdk stabil dlm basa (menyebabkan kehilangan aktivitas biologis), stabil dlm asam, larut dlm etanol, eter, kloroform, & etil asetat serta berpendar di bawah sinar UV. Produksi patulin secara umum terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu optimal pertumbuhan kapang penghasilnya.

Beberapa kapang penghasil patulin mampu menghasilkan toksin di bawah suhu 2C. Pd media PDB yang diinkubasi pada 12C P. patulum & P. roqueorti menghslkan patulin setelah 10 hari. Patulin juga dihasilkan B. nivea dalam jus apel yang disimpan suhu 12C, tetapi jumlah toksin yang dihasilkan paling besar pada suhu 21C setelah 20 hari setelah mengalami fase lag selama 9 hari. P. expansum menghasilkan patulin pada kisaran suhu 5-20C Aw pertumbuhan minimum untuk P. expansum dan P. patulum adalah 0,83 dan 0,81. Pengaruh Biologis Patulin bersifat antibiotik terhadap bakteri Gram (+) maupun (-) namun tidak digunakan dalam terapi karena menyebabkan iritasi kulit, mual dan muntah.

Toksin bersifat karsinogenik pada manusia dan hewan Toksin bersifat karsinogenik pada manusia dan hewan. Patulin menyebabkan kelainan kromosomal sel binatang dan mutasi gen, yang menyebabkan karsinogen. Patulin bersifat teratogenik pada embrio ayam. Pada manusia patulin menyebabkan iritasi lokal pada mata, hepotoksik (karsinome hati) & neurotoksik serta perubahan beberapa organ manusia Patulin menghambat kerja enzim dalam metabolisme, yang menekan pemecahan DNA. Sedang pada eritrosit, patulin menghalangi penyerapan ion Kalium yang berperan dalam keseimbangan pengaturan darah. LD50 pada tikus dengan pemberian toksin secara subkutans adalah 15-25 mg/kg

Keberadaan dalam Bahan Pangan Patulin ditemukan pada roti yang berjamur, sosis, buah-buahan (pisang, pir, nenas, anggur dan peach), jus apel, cider dan produk lain. Pada jus apel ditemukan 440g/liter sedangkan dalam cider sampai 45 ppm. Pengendalian Untuk mengurangi kontaminasi dari lapangan, bahan terutama buah harus dicuci, disertai penyimpanan dingin utk menghambat pertumbuhan kapang penghasil toksin. Modifikasi atmosfer (adanya CO2 dan N2) menurunkan pertumbuhan kapang dan produksi patulin. Penyaringan dengan arang aktif pada sari buah mengurangi patulin

Irradiasi sinar gamma menghambat pertumbuhan kapang dan pembentukan toksin Beberapa senyawa kimia menghambat produksi toksin : Senyawa SO2, kalium sorbat dan natrium-benzoat dapat mencegah produksi patulin pada sari buah apel. SO2 lebih efektif menghambat dibandingkan dengan potassium sorbat atau sodium benzoat. Senyawa yang memiliki gugus -SH eperti sistein dan yang memiliki gugus -NH2 bersifat mendetoksikasi patulin. Toksin tersebut mengikat gugus -SH dan -NH2 membentuk adducts yang terikat secara kovalen, shg tidak aktif (berkurang) toksisitasnya. Asam askorbat mereduksi jumlah patulin tetapi belum diketahui produk yang dihasilkan Pd fermentasi khamir (misal: cider) patulin berkurang dan hilang pada fermentasi. S. cerevisiae mendegradasi toksin.

ASAM PENICILAT (Penicillic acid) Struktur Kimia, Karakteristik dan Produksi Mikotoksin ini memiliki efek biologis mirip patulin Struktur asam penisilat adalah -keto--metoksi--metilen--asam heksonat. Asam penisilat mudah larut air, titik didih 83-84C. Reaksi asam toksin tsb dapat dideteksi dengan kongo merah. Dihasilkan oleh beberapa penicillia misalnya P. cyclopium, P. puberulum & bbrp aspergilli seperti A. ochraceus. Toksin dapat diproduksi pada suhu rendah. Pada penelitian dari 33 kapang terdapat 4 galur yang mampu menghasilkan asam penisilat pada suhu 5C.

Keberadaan dalam Bahan Pangan Pengaruh Biologis Bersifat karsinogen terutama yang menyerang tulang sehingga disebut "sarcomagenik“ Bersifat teratogenik yang menyebabkan pertumbuhan embrio ayam tidak normal Pada tikus penyuntikan dengan dosis 1 mg satu minggu dua kali selama 64 minggu mengakibatkan tumor. LD50 pada mencit dengan pemberian toksin secara subkutans adalah 100-300 mg/kg Toksisitas turun dengan adanya gugus -SH seperti dalam sistein atau glutation Keberadaan dalam Bahan Pangan Asam penisilat terutama dlm jagung, dan serealia lain spt sorghum, gandum, & beras. Selain serealia juga dalam biji kacang, kedelai dan biji kapas.

Dalam penelitian, toksin juga mampu dihasilkan dalam keju swiss. Dari 346 kultur penicilli yang diisolasi dari salami, 10% menghasilkan asam penisilat. Penicillia yang diisolasi dari keju swis, 35% mampu menghasilkan asam penisilat Pengendalian Perlakuan bahan sejak di lapangan harus terkendali. Penyimpanan bahan terutama jagung harus dalam kondisi cukup kering untuk menghambat pertumbuhan kapang Pemasakan atau pemanasan suhu sekitar mendidih (90-100C) dapat mendegradasi toksin Penambahan senyawa yang memiliki gugus -SH (sistein, glutation) dapat mengurangi toksisitas asam penisilat

SITRININ Produksi dan Karakteristik Sering disebut mikotoksin 'beras kuning' karena menyebabkan warna beras menjadi kuning Pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum (penghasil utama). Juga dihasilkan kapang lain terutama penicilii dan aspergilii: P. viridicatum, P. lividum, P. fellutanum, P. impli-catum, P. jenseni, P. citreoviride, P. notatum, P. steckii, P. palitans, P. claviforme, P. expansum, P.canescent, P. velutinum, A. niveus, A. terreus dan A. candidus. Sitrinin berupa kristal kuning, tidak larut air, titik lebur 170C, asam kuat, larut dalam alkohol dan alkali encer. Warna larutan berubah dengan perubahan pH yaitu dari kuning pada pH 4,6 sampai merah cherry pada pH 9,9

Berpendar bila terkena cahaya, & peka terhadap panas. Pada pemanasan 170C (autoklaf) menyebabkan sitrinin terdekarboksilasi & berubah struktur kimia mjd senyawa lain yaitu dekarboksisitrinin dan dekarboksi-dihidrositrinin yang juga bersifat toksik Pengaruh biologis Sitrinin toksik terhadap ginjal pada babi, tikus dan kelinci. Kerusakan ginjal ditandai dengan meningkatnya jumlah urine, ginjal berwarna putih kelabu, membengkak dan terjadi kerusakan jaringan, sehingga aktivitasnya turun. Pada kelinci selain kerusakan ginjal juga menyebabkan kelebihan darah dlm jaringan tubuh, pupil mata menyem-pit, air liur berlebih, sekresi bronchia meningkat & mengeluarkan air mata.

Keberadaan dalam Bahan Pangan Pada anjing menimbulkan turunnya tekanan darah diikuti pelebaran pembuluh darah pada kulit. Pada unggas selain bersifat toksik terhadap ginjal juga teratogenik yaitu menyebabkan kelainan pertumbuhan embryo. Keberadaan dalam Bahan Pangan Scr alami tdpt pd serealia yg ditumbuhi kapang penghasil seperti beras, jagung, gandum, barley, rye dan oat. Toksin juga diisolasi dari akanan asal hewani seperti ham. Toksin juga didapat dari media yang mengandung madu, yang merupakan sumber karbon yang baik bagi A. candidus (salah satu kapang penghasil sitrinin).

Pengendalian Secara umum harus dihindari penyimpanan (terutama jagung dan serealia) pada kondisi yang mendukung pertumbuhan kapang penghasil yaitu golongan Penicillium dan Aspergillus. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan sortasi pada komoditas yang akan disimpan. Selain serealia bahan pangan bergula seperti madu, kembang gula, sirup, juga harus dihindarkan dari pertumbuhan kapang, antara lain dengan penyimpanan pada keadaan tertutup.