Clostridium Botulinum & Clostridium Perfringens

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
MEKANISME TRANSPOR MELALUI MEMBRAN
Advertisements

Sistem Pencernaan Manusia
RADIASI DAN AKTIVITAS MIKROBIA
BAHAN PENGAWET DAN AKTIVITAS MIKROBIA
BAB I PRINSIP MIKROBIOLOGI PANGAN Andian Ari Anggraeni, M
KEDARURATAN SUHU DAN KERACUNAN.
SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
Proses Thermal.
MEKANISME KETAHANAN MIKROORGANISME TERHADAP PROSES PENGOLAHAN
PROSES TERMAL.
KARBOHIDRAT.
PENANGANAN BAHAN BAKU.
Tiga dari hal2 yg ada dibawah ini terdapat pd klien
Kerusakan Bahan Pangan
PROTEIN.
MIKROBIA PATOGEN PADA MAKANAN
MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN 2013
PENGENDALIAN PROSES UNTUK MENGATASI BAHAYA
PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI (PROSES TERMAL)
PENGOLAHAN DENGAN GARAM, ASAM, GULA DAN BAHAN KIMIA
Pengendalian pertumbuhan mikroba
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Keseimbangan Asam Basa
Oleh: Dr. Ir. Fronthea Swastawati, MSc Teknologi Hasil Perikanan
Materi kuliah: gizi dan kesehatan (bag.2)
AIR.
Mau Jantung Sehat? Jangan Lupa Serat!
Tips Mencegah Timbulnya Gangguan Pencernaan
SUHU RENDAH & AKTIFITAS MIKROBIA
Sejarah kimia pangan di mulai pada tahun 1700an, ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam bahan pangan termasuk Carl.
4. NUTRIEN UNTUK TERNAK (UDARA DAN AIR)
INFEKSI BAKTERI ANAEROB FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PEMANFAATAN MIKROBA BAKTERI Lactobacillus sp PADA BIDANG KESEHATAN
Zat Makanan Proses Pencernaan Alat Pencernaan Gangguan Pencernaan
PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN BAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PAKAN Pokok Bahasan : PENGELOLAAN BAHAN PAKAN/PAKAN
TEKNOLOGI PAKAN Pokok Bahasan : PENGELOLAAN BAHAN PAKAN/PAKAN
PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI
BAKTERI PENCEMAR MAKANAN
ANALISIS BAHAN PENGAWET ALAMI PADA MINUMAN
KARAKTERISTIK KARBOHIDRAT
PENYEBAB KERUSAKAN KAYU
VITAMIN YANG LARUT DALAM AIR DAN DALAM LEMAK
PENYIMPANGAN MUTU PANGAN
POLA HIDUP SEHAT DENGAN MEMPERHATIKAN VITAMIN YANG ADA DALAM TUBUH
MEKANISME KETAHANAN MIKROBA TERHADAP PROSES
KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN
SISTEM DIGESTI TERNAK NON RUMINANSIA
BAB: 5 SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA
Disusun Oleh: Nama : IMELDA SAPUTRI Npm : Sesi : A
FERMENTASI TAHU KELOMPOK 5 : ANDRIYANI.AR ( )
FOOD POISONING Keracunan makanan oleh bakteri terjadi karena bakteri dalam makanan tersebut mengeluarkan enterotoksin, atau racun, sebagai produk sampingan.
TEKNOLOGI LEMAK DAN MINYAK
PENGENDALIAN MIKROORGANISME
BACILLUS Bacillus cereus
DIABETES MELLITUS “The Best Prescription is Knowledge"
Sejarah kimia pangan di mulai pada tahun 1700an, ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam bahan pangan termasuk Carl.
Makanan & Mikroba Patogen
PENCERNAAN DAN NUTRISI
PENCERNAAN DAN NUTRISI
POLA HIDUP SEHAT DENGAN MEMPERHATIKAN VITAMIN YANG ADA DALAM TUBUH
KARAKTERISTIK KARBOHIDRAT. A.Pengertian Karbohidrat Senyawa organik yang tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Dalam bentuk sederhana,
TEKNOLOGI PAKAN Pokok Bahasan : PENGELOLAAN BAHAN PAKAN/PAKAN
KEDARURATAN SUHU DAN KERACUNAN.
PROTEIN Moh. Suwandi, M.Pd
Kerusakan Bahan Pangan
PENGAWASAN KUALITAS MAKANAN. Tujuan umum :  Mampu melakukan pengendalian keamanan mak min Tujuan Khusus :  Mampu menjelaskan pengaruh lingk fisik mak.
PROTEIN.  Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.  Sebagai.
METABOLISME KARBOHIDRAT DAN KELAINANNYA
Keamanan Pangan. – Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang.
Transcript presentasi:

Clostridium Botulinum & Clostridium Perfringens Univrsitas Dr Soetomo Hambatan Gizi & Peracunan Sutrisno Adi Prayitno

Clostridium Botulinum

Berdasar sifat proteolitiknya, galur C. botulinum tdd 3 kel: 1. Grup 1 (galur proteolitik), tdd: semua galur A dan beberapa galur B dan F 2. Grup 2 (galur tidak proteolitik tetapi menyebabkan intoksikasi pada manusia), tdd: semua galur E dan beberapa galur B dan F 3. Grup 3 (galur tidak proteolitik dan tidak menimbulkan gejala intoksikasi pada manusia), tdd: semua galur C & D.

Karakteristik Spora Dapat bertahan pada suhu pendidihan selama 3 – 4 jam atau pada suhu 1050C selama 100 menit Spora mudah dihancurkan oleh klorin Spora paling cepat mengalami germinasi jika diaktifkan oleh panas. Contoh galur tipe A cepat mengalami germinasi jika ada perlakuan panas (heat shocking) pada suhu 800C selama 10-20 menit. Spora resisten pada desikasi dan dapat bertahan dalam kondisi kering sampai 30 tahun atau lebih Spora resisten pada sinar UV, alkohol dan senyawa fenolik dan relatif tahan pada iradiasi

Faktor Virulen Menghasilkan toksin botulinum yang menyebabkan gejala intoksikasi : botulisme Botulinum merupakan protein yang sangat beracun walau tertelan dalam jumlah kecil Racun yg dihasilkan tdd 8 jenis : 1. Toksin A, penyebab botulisme pada manusia 2. Toksin B, sering ada di tanah, kurang beracun dibanding A 3. Toksin C1 atau CA 4. Toksin C2 atau CB. Penyebab intoksikasi pada ternak sapi, ayam /hewan lain, tetapi tidak pada manusia

5. Toksin D, penyebab intoksikasi pada ternak sapi Faktor Virulen…… 5. Toksin D, penyebab intoksikasi pada ternak sapi 6. Toksin E, penyebab intoksikasi pada manusia, sering ada pada ikan dan hasil olahan ikan 7. Toksin F, penyebab intoksikasi pada manusia 8. Toksin G, sering ada dalam tanah tetapi belum diketahui daya racunnya thd hewan atau manusia

Mekanisme Kerja Botulinum Botulinum diproduksi dlm bentuk toksin yg tidak aktif Toksin memiliki bagian tidak beracun sbg pelindung, shg tahan thd reaksi cairan perut atau enzim pepsin dalam usus besar Dalam usus halus (duodenum) toksin diaktifkan enzim (misalnya tripsin utk toksin E) mjd komponen aktif melalui reaksi yang agak asam. Komponen aktif memiliki BM sama dgn toksin progenitor

Mekanisme Kerja Botulinum……..Cont’ Komponen yg aktif dlm tubuh masuk stm limfatik, dibawa melalui pembuluh darah ke stm syaraf kholinergik Toksin bekerja pd bagian akhir stm syaraf, mencegah bagian sinaptik melepas asetilkolin (penggerak otot), mengakibatkan kelumpuhan / paralisis Racun botulinum perlu kalsium utk menghambat pelepasan asetilkolin. Ion kalsium mungkin berfungsi mengikat racun botulinum dgn bagian sinaptik  Racun botulinum bersifat antigenik

Patogenisitas  Waktu inkubasi 12-24 jam. Kadang lebih cepat : 6-10 jam, terutama toksin E  Gejala keracunan botulinum : * dimulai dgn perut mulas, muntah, diare dilanjutkan serangan neurologi (syaraf) * Kadang gangguan badan terasa lemas, pusing dan penglihatan berkunang/kabur, biji mata menonjol keluar dan gangguan refleksi thd sinar. * Kelumpuhan pd tenggorokan menyebabkan tidak dapat bercakap atau menelan, mulut, lidah & tenggorokan terasa kering dan haus. * Gejala selanjutnya kelumpuhan otot shg lidah dan leher tidak dpt bergerak dan pada kasus yang parah tidak dpt berjalan, kelumpuhan tenggorokan menyebabkan susah bernafas bisa fatal  Gejala intoksikasi botulinum tidak disertai kenaikan suhu badan sebab bukan infeksi.

Faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup sel, produksi dan aktivitas spora dan toksin :  Iradiasi - Spora tahan terhadap radiasi ionisasi, masih aktif oleh dosis radiasi utk makanan - Kondisi awal berpengaruh thd ketahanan selama radiasi  Aktivitas air (aw) - Pertumbuhan sel lambat dgn penurunan aw. Utk menghentikan pertumbuhan aw dikombinasikan dgn faktor lain : pH, suhu - Umumnya Grup I tdk tumbuh bila konsentrasi garam>10% (aw 0,935); Grup II pd konsentrasi garam > 5% (aw 0,97)

Faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup sel, produksi dan aktivitas spora dan toksin ……….Cont’  pH - Semua galur tumbuh & memproduksi toksin pada pH 5,2 dibawah kondisi optimum - Galur Grup II tdk tumbuh pd pH 5,0 atau dibawahnya - Grup I tumbuh lambat pd pH 4,6 & pd pH dibawahnya tidak tumbuh (disebut titik demarkasi utk makanan asam atau yang diasamkan)  Efek gas thd pertumbuhan dan produksi toksin - Sistem kemasan dengan atmosfir termodifikasi menghambat pertumbuhan sel C.botulinumd - Spora inaktif dengan adanya ozon dan klorin dioksida

 Bahan pengawet - Penggaraman (curing daging) dpt mengendalikan C. botulinum - Natrium nitrit menghambat pertumbuhan sel, tetapi pemakaiannya dibatasi. Sbg pengganti : sorbat, polifosfat, antioksidan, nisin, paraben dan natrium laktat  Desinfektan - Desinfektan yang umum dlm industri: hidrogen peroksida, larutan klorin, yodofor efektif menginaktifkan spora - Klorin lbh efektif pada pH rendah (3,5) drpd netral atau basa

 Efek organisme pesaing - Organisme lain mempengaruhi pertumbuhan krn efek thd pH makanan menghambat germinasi spora & produksi toksin - Bakteri asam laktat menghasilkan bakteriosin yg menghambat C. botulinum  Suhu - Pada suhu pembekuan, spora dari semua tipe tahan dan toksinnya tetap aktif - Pada suhu pasteurisasi atau suhu pemasakan, sel vegetatif cepat mati. Ketahanan thd panas lbh besar pada makanan kering dan kadar lemak tinggi - Toksin dari semua tipe inaktif pada suhu 75-80C

Clostridium Perfringens

Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens Bakteri Gram positif, berbentuk batang, berspora, susunan sel tunggal, berpasangan atau rantai pendek Hidup secara anaerobik tetapi bukan obligat anaerob pH pertumbuhan 5,5 - 8,0 suhu pertumbuhan 20-50C, suhu optimum 43-47C. Tidak tahan suhu rendah. Pd suhu 15C atau kurang sel banyak yg mati. Pembekuan selama 24 jam menurunkan jumlah sel sampai 95%.

Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens…… Cont’ 1 Pemanasan diperlukan utk germinasi spora. Pemanasan < 100C memungkinkan spora tumbuh/ aktif. Pengukusan dgn tekanan, pemanggangan & penggorengan mematikan sel dan spora Nilai aw 0,95-0,97 mencegah pertumbuhan sel bakteri. Pengaruh aw terhadap pertumbuhan dipengaruhi oleh pH, galur bakteri, suhu dan jenis solut.

Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens…………… Karakteristik Morfologi, Fisiologi & Pertumbuhan C. Perfringens…………….Cont’ 2 Spora terbentuk bila tumbuh dalam makanan dgn aw<0,96 atau pH<5,8 atau pada makanan yg karbohidratnya tinggi Mampu memfermentasi glukosa, maltosa, laktosa, sukrosa dan kadang salisin, menghasilkan asam dan gas. Tidak memfermentasi manitol. Reaksi pd uji IMVIC= - + - + memproduksi H2S, katalase negatif.

Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens Menghasilkan beberapa enterotoksin: Toksin A, B, C, D, E Enterotoksin diduga protein, titik isoelektrik pH 4,3, BM 36.000-4.000 Da, mengandung 19 asam amino, bersifat antigenik Toksin inaktif oleh enzim pronase dan protease dari B. subtilis tetapi tidak diinaktifkan enzim proteolitik lain seperti tripsin, khimotripsin, papain, bromelin dan karboksipeptidase

Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 1 Gejala keracunan timbul setelah menelan makanan yang mengandung sejumlah sel vegetatif C. perfringens  sel bersporulasi di dalam usus  enterotoksin menyebabkan terganggunya penyerapan dan sekresi air, garam dan zat penting lain dalam tubuh Toksin mirip toksin kolera: diproduksi in-vivo, menstimulir terjadinya cairan dalam usus, tdk mengandung lipid dan gula pereduksi dan inaktif oleh panas Keaktifan toksin turun pada pH < 5,0 atau > 9,0 dan keaktifan hilang pada pH 1 atau 12

Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 2 Gejala keracunan timbul setelah menelan makanan yang mengandung sejumlah sel vegetatif C. perfringens  sel bersporulasi di dalam usus  enterotoksin menyebabkan terganggunya penyerapan dan sekresi air, garam dan zat penting lain dalam tubuh Pengaruh toksin perfringens bagi tubuh mirip toksin lain spt toksin dari V. cholerae, Staphylococcus, Shigella, dan E. coli yang menyebabkan terakumulasinya cairan dan elektrolit di dalam usus (ileum) Berbeda dgn enterotoksin lain, toksin perfringens meng-hambat beberapa proses lain dlm tubuh spt penyerapan glukosa, metabolisme energi dan sintesa makromolekul

Faktor Virulen Dan Patogenisitas C. Perfringens……… Cont’ 3 Enterotoksin diduga menyebabkan kerusakan struktur membran sel Selain enterotoksin juga memproduksi hemolisin dan he-maglutinin serta beberapa enzim yang bersifat hemolitik dan letal

Faktor Virulen Distribusi di alam dan keberadaan dalam Makanan Ditemukan pada tanah, debu, air, bahan pangan, rempah-rempah dan saluran pencernaan manusia atau hewan Ditemui pada berbagai makanan : menu yang disiapkan dari makanan beku, sayur & buah, rempah, daging mentah, ikan Di Jepang, galur yang enterotoksigenik didapatkan pada tiram, air untuk mengolah makanan dan petugas yang mengolah makanan Tahun Outbreak / jumlah korban / meninggal 1983 5/353/0 1984 8 / 882 /2 1985 6 / 1016 /0 1986 3 / 202 /0 1987 2 / 290 / 0

Outbreak / jumlah korban / meninggal Faktor Virulen Distribusi di alam dan keberadaan dalam Makanan……… Cont’ 1 Tahun Outbreak / jumlah korban / meninggal 1983 5/353/0 1984 8 / 882 /2 1985 6 / 1016 /0 1986 3 / 202 /0 1987 2 / 290 / 0

Faktor Yang Sering Menyebabkan Outbreak Makanan sudah siap sehari sebelum dimakan Panas yg digunakan utk mengolah makanan tdk cukup membunuh endospora yang tahan panas Pendinginan lambat shg spora bergerminasi & tumbuh Menghangatkan makanan dgn pemanasan kurang sehingga spora bergerminasi dan tumbuh

Thank You See You Next….