UTANG PEMERINTAH (UTANG DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
SISTEM PEREKONOMIAN FENARO Rai.E - Mak.
Advertisements

EXIT STRATEGI DAN KEMANDIRIAN KEBIJAKAN FISKAL INDONESIA
NERACA ARUS DANA.
Tugas kelompok Ekonomi
ALIRAN STRUKTURALIS Adalah aliran pengembangan ide dasar sosialisme yang muncul di akhir 1940 dan 1950an. Teori strukturalis percaya bahwa pembangunan.
Kebijakan moneter A. Ika Rahutami.
Inflasi Idham Cholid.
ARUS DANA INTERNASIONAL
Ekonomi Politik PEMBANGUNAN UTANG LUAR NEGERI.
Lima Debat Selama Kebijakan Makroekonomi
KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Eny Lia purwandari A
REVIEW MATERI EKONOMI MAKRO (BAHAN UAS)
Saparila Worokinasih, S.Sos., M.Si
Pertemuan 13 Kebijaksanaan Makro ekonomi Indonesia dan Deregulasi
PERENCANAAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
ARUS DANA INTERNASIONAL
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Hutang Luar Negeri.
MODUL MAKROEKONOMI MANKIW
MAKROEKONOMI, edisi ke-6.
SISTEM NILAI TUKAR RUPIAH
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
INFLASI.
PERTEMUAN 10 APBN, KEBIJAKAN FISKAL DAN UTANG LN
EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN “UTANG LUAR NEGERI”
Garapan Drs. Puji Suharjoko
Gambaran Umum Ekonomi Internasional
INFLASI.
Uang, Institusi Keuangan dan Penawaran Uang
KONTROVERSI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) & UTANG LUAR NEGERI (ULN)
Pertemuan ke-10 PEREKONOMIAN TERBUKA
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Nama : Maya Indah S NIM : SESI : 04
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
PENGANTAR ILMU EKONOMI INFLASI DAN DEFLASI
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
KONSEP DASAR ILMU EKONOMI MAKRO
BAB XIII. ANALISIS EKONOMI
Rapat Panitia Anggaran DPR RI Tentang Asumsi Makro APBN 2009 dan RAPBN 2010 Bank Indonesia Jakarta, 1 Juni 2009.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
® Utang Pemerintah.
BAHAN AJAR EKONOMI Kelas X Semester 2.
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Utang Negara Endri Sanopaka, S.Sos.
Kesesuaian Kebijakan Ekonomi Konvensional dalam Kebijakan Pembangunan
Kebijakan moneter.
BAB VI NERACA PEMBAYARAN.
MAKROEKONOMI, edisi ke-6.
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
UTANG LUAR NEGERI.
PENGERAHAN MODAL UNTUK PEMBANGUNAN
PENGERTIAN INLASI JENIS INFLASI INFLASI TEORY INFLASI CARA MENGATASI
TEORI SEKTOR PUBLIK
PERTEMUAN 12.
MANAJEMEN DAN BISNIS Lingkungan Bisnis Pertemuan 10 1.
PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGANTAR EKONOMI MAKRO
Garis Besar Materi Penyebab Krisis Moneter Indonesia
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
Uang, Institusi Keuangan dan Penawaran Uang
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI MASALAH EKONOMI
KEBIJAKAN FISKAL (FISCAL POLICY)
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Model IS-LM
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Pelaku Ekonomi
NERACA PEMBAYARAN KURS VALUTA ASING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
EKONOMI MIKRO dan EKONOMI MAKRO STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI PEMBELAJARAN.
LINGKUNGAN EKONOMI By Nina Triolita, SE, MM.
Kebijakan Fiskal dalam Hutang Pemerintah dan Pengaruhnya Bagi Perekonomian Negara Nama : Zuda Karimatur Rohmah NIM :
Bab 1 Overview dan Review
Transcript presentasi:

UTANG PEMERINTAH (UTANG DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI) TEORI EKONOMI MAKRO Dr. ENDRI,SE.MA

PENDAHULUAN Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah utang luar negerinya. Pasalnya, utang luar negeri diperlukan untuk pembangunan ekonomi negaranya akibat tabungan dalam negeri yang tidak cukup untuk membiayai investasinya. Oleh sebab itu, utang luar negeri identik dengan pembangunan ekonomi negara berkembang. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghindarkan negara-negara tersebut dari perangkap hutang, namun hutang tetap dibutuhkan untuk kelangsungan pembangunan negara-negara bersangkutan akibat ketergantungannya yang sudah demikian besar. Untuk itu, utang luar negeri menjadi suatu keharusan. Perannya semakin penting karena lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, mengelolanya secara institusional dan professional, dan karena banyak negara yang membutuhkannya. Kenyataan ini mengacu pada teori Harrod dan Domar yang menyatakan bahwa untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang dikehendaki, maka suatu negara memerlukan sejumlah dana tertentu. Oleh karena dana tersebut tidak cukup tersedia di dalam negeri, maka kekurangannya harus dipenuhi dari luar.

Kerangka Teori: Pendukung Teori Pertumuhan Neo-Klasik: Harrod-Domar dengan teorinya tentang “Incremental Capital Output Ratio (ICOR)” memberikan rumusan mengenai kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (g). Dengan laju pertumbuhan ekonomi, ICOR dan tingkat tabungan tertentu (s), maka akan diketahui kebutuhan pinjaman luar negeri. Formula yang digunakan adalah g = s/k. Teori dual-analysis gap yaitu Saving Gap yang mencerminkan jumlah dana yang diperlukan untuk melengkapi kekurangan tabungan dalam negeri, dan Exchange Gap yang mencerminkan besarnya tambahan modal (devisa) yang diperlukan diluar kemampuan negara yang diperoleh dari hasil ekspornya. Teori tarikan (pull theory) dan desakan (push loan). Teori tarikan didasarkan atas keterkaitannya dengan proses peningkatan kapasitas produksi, sementara desakan disebabkan oleh dorongan lembaga keuangan internasional, lembaga yang mengelola bantuan, akibat surplus dana. Terjadinya surplus ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan pinjaman negara-negara maju pada lembaga keuangan internasional tersebut. Utang luar negeri juga dapat diterangkan melalui teori permintaan dan penawaran (demand and supply theory) dimana kurva permintaan adalah kebutuhan negara berkembang untuk membiayai pembangunan ekonominya, sedangkan kurva penawaran adalah pasokan dana oleh negara maju untuk disalurkan ke negara yang memerlukannya dengan sejumlah persyaratan tertentu.

Kerangka Teori : Penentang Teori yang menjelaskan bahwa tingkat akumulasi ULN yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara dikemukakan oleh beberapa teori yang, diantaranya debt overhang theories dan laffer curve. Pada intinya, debt overhang theories menggambarkan bahwa semakin besar akumulasi utang suatu negara, maka akan semakin menurun kemampuan membayar kembali utang tersebut. Sementara itu, laffer curve menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan PDB. Menurut teori ini, utang memang diperlukan pada tingkat yang wajar dan penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada suatu titik atau limit tertentu.

Pemahaman Utang Luar Negeri Pengaruh bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi sering mendapat kesulitan dalam pemahamannya, karena: a. Laju pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh aliran modal (investasi) luar negeri tetapi juga oleh faktor lain seperti struktur ekonomi, sistem perpajakan, neraca perdagangan, pertumbuhan penduduk dan sebagainya b. Pertumbuhan negara donor sering menentukan laju pertumbuhan negara penerima bantuan luar negeri c. Ada “time-lag” antara modal masuk dengan pengaruh pertumbuhan dimaksud d. Bagian tertentu dari bantuan luar negeri untuk perbaikan infrastruktur, pendidikan, dan kelembagaan yang pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan ekonomi agak terbatas/jangka panjang

Pedoman Utang Luar Negeri Pada dasarnya, pemanfaatan utang ini harus diselaraskan dengan politik luar negeri yang bebas aktif, yaitu: Utang luar negeri hanya bersifat pelengkap dan tidak boleh dikaitkan dengan ikatan politik Syarat-syarat pembayaran utang tidak memberatkan negara penerima dan dalam batas-batas kemampuan untuk membayar kembali Penggunaan bantuan luar negeri diperuntukkan bagi pembiayaan proyek-proyek yang produktif sesuai dengan prioritas pembangunan dan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Perkembangan Utang Luar Negeri Dalam sidang pertama tahun 1967, IGGI memutuskan untuk memberikan bantuan sebesar US $ 200 juta. Jumlah tersebut sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh Indonesia yaitu persyaratan lunak, masa pembayaran 25 tahun dengan tenggang waktu 7 tahun, dan tingkat suku bunga 3 persen pertahun. Selama tahun 1969-1974 (Pelita I) bantuan luar negeri yang berupa bantuan proyek mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah pinjaman setengah lunak untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Namun menjelang tahun 1976, kemampuan untuk meminjam mengalami penurunan karena beban yang meningkat secara mendadak akibat terjadinya krisis Pertamina. Akan tetapi pada akhir dasawarsa 1970-an, laju pertumbuhan ekonomi kembali meningkat karena booming minyak kedua yang terjadi pada akhir tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1981. Untuk itu, Indonesia meminta lagi pinjaman setengah lunak yang jumlahnya lebih besar dari tahun sebelumnya. Akibatnya, beban utang semakin berat sehingga pemerintah melakukan penjadwalan kembali pinjaman setengah lunaknya yang bernilai lebih dari US $ 10 miliar pada tahun 1983.

Utang Luar Negeri Indonesia Pasca Krisis Ekonomi Beban ULN pasca krisis ekonomi menumpuk dalam waktu yang singkat merupakan biaya yang harus dibayar sebagai akibat pengelolaan ekonomi yang centang-perenang selama kepemimpinan Orde Baru dan ditambah lagi proses pemulihan ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Perekonomian pada masa Orde Baru dibangun atas dasar prinsip “lebih besar pasak daripada tiang”. Keadaan ini ditandai oleh konsumsi lebih besar daripada produksi serta impor barang dan jasa lebih besar daripada ekspor barang dan jasa. Lebih parah lagi kesenjangan produksi-konsumsi dan ekspor-impor kian lama kian membesar. Hal ini tercermin dari saving-investment gap yang semakin membengkak. Angka ini mencapai puncaknya pada yahun 1997. Laju investasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) meningkat cepat karena optimisme berlebihan tanpa dibarengi peningkatan tabungan.

Akumulasi Hutang Sampai Tahun 2004, total ULN Indonesia sebesar 136.140 juta dollar AS yang terdiri dari utang pemerintah sebesar 77.502 juta dollar AS atau 56,9 persen, BUMN sebesar 4.767 juta atau 3,5 persen dan swasta sebesar 53.871 juta dollar AS atau 39, persen. Beberapa hal penting dari total akumulasi utang luar negeri Indonesia adalah: Dari tahun 1994-1998 jumlah utang luar negeri pemerintah (termasuk BUMN) terus menurun dari 68,3 persen tahun 1994 menjadi 39,5 persen pada tahun 1998, sementara ULN sector swasta terus mengalami peningkatan dari 31,7 persen tahun 1994 menjadi 54,2 persen tahun 1998. Tetapi dari tahun 1999-2004, ULN pemerintah mengalami peningkatan dari 51,2 persen pada tahun 1999 menjadi 60,4 persen, sementara ULN sector swasta dari 48,8 persen tahun 1999 menjadi 39,6 persen tahun 2004. Proporsi sektor swasta cukup besar terhadap total utang luar negeri sebsar 39,6 persen pada tahun 2004. Proporsi utang terbesar adalah dari perusahaan swasta penanaman modal asing (20,1 persen) dan perusahaan swasta PMDN (13,1 persen). ULN swasta yang besar proporsinya ini karena optimisme yang berlebihan akan prospek investasi, selain karena banyak bidang-bidang usaha yang digeluti merupakan bidang usaha yang mengharapkan rente ekonomi bukan keuntungan atas dasar efisiensi produksi atau inovasi. 3. Utang pemerintah terbesar tahun 2004 berasal dari utang multilateral (21 persen); utang bilateral (22,3 persen); serta kredit ekspor (10,8 persen). Perjanjian utang-utang jenis ini banyak dipengaruhi pertimbangan politis dibandingkan pertimbangan rasionalitas ekonomi. Pemberian utang lembaga-lembaga multilateral atau utang bilateral pada masa awal-awal pemerintahan Orde Baru sebetulnya didorong oleh suasana perang dingin. Melalui pemberian utang kepada rezim Orde Baru, maka keterikatan rezim ini dengan Blok Barat menjadi nyata.

Beban Cicilan dan Bunga Utang Terhadap Perekonomian Beban cicilan dan bunga utang pemerintah yang semakin besar juga menggeser alokasi dana-dana untuk pengeluaran pos lain. Secara tidak langsung, masyarakat terkena dampaknya dengan berkurangnya proporsi pengeluaran untuk pos-pos yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Pembayaran utang dan bunganya (debt service)—yang semakin besar proporsinya –mengakibatkan: a. Mengecilnya proporsi alokasi anggaran pembangunan karena untuk membayar utang dan bunga b. Gaji pegawai negeri semakin kecil proporsinya atau dengan kata lain sangat sulit bagi pegawai negeri mendapatkan peningkatan gaji yang signifikan c. Pencabutan berbagai macam subsidi listrik dan bahan bakar minyak walaupun subsidi tersebut memang salah target

Peran World Bank dan IMF dalam Akumulasi Utang Peran Bank Dunia sebagai fasilitator negara-negara kreditor dalam memberikan pinjaman ke Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, perilaku lembaga multilateral ini perlu dilihat lebih dalam lagi. Perilaku Bank Dunia dalam menjalankan misinya dipengaruhi peran gandanya di mana kedua peran itu sesungguhnya saling bertolak belakang. Pertama, peran Bank Dunia merupakan agen pembangunan bagi negara-negara peminjam. Kedua, peran Bank Dunia sebagai bank komersial dan professional atas dana yang diterima dan dana yang disalurkannya. Peran kedua inilah yang lebih berkaitan dengan kelangsungan hidup dari Bank Dunia sendiri, karena dari keuntungan selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan Bank Dunia memperoleh penghasilannnya yang digunakan untuk membayar (dengan mahal) para pegawainya dan dividen bagi para negara pemegang saham.

Permasalahan Utang Luar Negeri Kekhawatiran banyak pihak terhadap kondisi pinjaman luar negeri pemerintah maupun pinjaman swasta cukup beralasan. Angka statistik pinjaman luar negeri, baik pinjaman pemerintah maupun swasta, memang menunjukkan tingginya kewajiban Indonesia dalam membayar kembali pokok dan bunga pinjaman luar negeri. Beberapa indikator yang lazim digunakan dalam mengukur beban utang, seperti debt service ratio (DSR/rasio cicilan dan pokok utang terhadap ekspor), debt to export ratio (rasio utang terhadap ekspor) dan debt to GDP ratio (rasio utang terhadap produk domestik bruto), telah menunjukkan adanya perbaikan pada masa krisis ini (lihat tabel. 9.3). Tetapi secara umum ketiga indikator kelangsungan utang luar negeri Indonesia menujukkan angka diatas normal menurut kiteria Bank Dunia. Hal ini berarti bahwa utang luar negeri Indonesia mengalami beban yang sangat berat yang dapat mengancam kelangsungan pembayaran kembali utang. Bank dunia menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan sebagai negara penghutang berat (severely indebted country) jika negara yang bersangkutan memiliki debt to GDP ratio diatas 80 persen dan debt to export ratio lebih besar dari 220 persen. Untuk kedua indikator tersebut, Indonesia sejak pasca krisis ekonomi 1998-2003 menunjukkan angka diatas kriteria Bank dunia yang berarti Indonesia tergolong negara penghutang berat.

Fungsi Pengelolaan Utang Mengelola ULN membutuhkan suatu landasan yang kuat untuk mengupayakan agar kebutuhan pembiayaan pemerintah dan kewajibannya berada pada biaya yang seminimal mungkin dalam jangka panjang dan menengah, serta dengan mempertimbangkan tingkat risiko dalam batas toleransi pemerintah. Sehubungan dengan itu diperlukan kerangka kelembagaan manajemen utang dalam pengelolaan ULN, khususnya pinjaman luar negeri pemerintah, yang mengintegrasikan fungsi-fungsi front, middle, dan back office secara efisien dan berpedoman pada prinsip-prinsip utang yang hati-hati. Dalam pengelolaan tersebut, selain memposisikan fungsi front office dan back office secara benar, fungsi middle office perlu didirikan secara terpisah dari front office.

Pengelolaaan ULN Indonesia Pengelolaan utang luar negeri Indonesia belum dilakukan secara optimal, sehingga tidak membawa dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Utang luar negeri tidak dialirkan ke kegiatan produktif. Artinya, tidak banyak investasi di dalam negeri yang cepat menghasilkan (quick yielding) atau menghasilkan produk-produk yang bisa diekspor sehingga tidak banyak pula penerimaan yang bisa dihimpun untuk membiayai pembangunan ekonomi. Akibatnya pemerintah masih terus berutang Adanya kebocoran atau pinjaman tersebut dikorup oleh birokrat dan kroni-kroninya. Pinjaman yang dikorup sekitar 20-30 persen (Laporan Internal Bank Dunia, 1997; Sumitro, 1996) sehingga dana pinjaman dari Bank Dunia yang jumlahnya US$ 25 miliar selama kurun waktu 1967-1997, diperkirakan bocor antara US$ 6,3-8,3 miliar Prioritas pembangunan ekonomi kurang tajam, sehingga dana pinjaman tidak terfokus dan dapat mengalir ke mana-mana. Misalnya, kegiatan yang tidak berdampak pada perbaikan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, penurunan tingkat kemiskinan, perbaikan kualitas hidup dan pembangunan kapasitas produksi Kekurangpastian hukum dan kurang sehatnya sistem perbankan nasional sehingga efektivitas penyaluran pinjaman ke sektor-sektor produktif sangat rendah. Moral hazard penguasa sehingga tidak ada dorongan untuk cepat melunasi utang luar negeri agar bisa terhindar dari akumulasi utang yang semakin menumpuk. Hal ini disebabkan karena pemerintah sudah terbiasa berutang, bahkan pemerintah tidak mau mencoba untuk meminta pengurangan utang padahal di waktu yang sama pemerintah menunda pembayaran utang.

Upaya-upaya penyelesaian utang luar negeri Upaya penyelesaian utang luar negeri dapat di tempuh dengan cara-cara sebagai berikut: Mengurangi secara bertahap pembiayaan luar negeri bersih, yang merupakan selisih antara pencairan pinjaman baru dan pembayaran pokok utang Membenahi mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri, termasuk perencanaan, proses produksi, pemanfaatan dan pengawasannya. Dikelola secara transparan dan selalu dikonsultasikan dengan DPR dan diatur dengan Undang-undang. 3. Memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai dengan prioritas pembangunan dan dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien 4. Mengkaji secara menyeluruh kemampuan setiap proyek dan mempertajam prioritas pengeluaran anggaran dalam memperkuat pengawasan yang sistematik, utamanya bagi proyek-proyek yang dibiayai dengan utang luar negeri 5. Meningkatkan kemampuan renegosiasi dan diplomasi pinjaman luar negeri. 6. Menerbitkan obligasi pemerintah untuk kebutuhan pembangunan diluar kebutuhan obligasi untuk rekapitulasi perbankan 7. Mengurangi tambahan beban pinjaman dalam negeri melalui rekstrukturisasi perbankan dan utang swasta 8. Utang luar negeri harus secepatnya diposisikan kembali hanya sebagai pelengkap dan bersifat sementara seperti dulu ditetapkan waktu menyusun Repelita I dan Repelita II 9. Utang luar negeri harus dijadwal ulang dengan keinginan bunga dan pokok melalui global diplomacy and cooperation

Upaya-upaya penyelesaian utang luar negeri (continued) 10 Utang luar negeri harus dikaitkan secara langsung dengan semangat self-help dan self-reliance dengan bunga rendah, menghindari sindroma madu beracun 11 Pembiayaan pembangunan dari sumber-sumber dalam negeri berupa deficit financing plus obligasi negara yang dijual kepada rakyat. Deficit financing dengan mencetak uang tidak perlu dikhawatirkan apabila diikuti secara langsung dengan kegiatan-kegiatan produktif di sektor riil, sehingga inflasi yang tidak terkontrol dapat dicegah terutama akibat pengaruh uang yang beredar. 12. Meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor perpajakan. Pajak merupakan insentif produksi dan disinsentif konsumsi mewah. Basis pajak perlu diperluas dan sistem pajak ultra progresif dikenakan terhadap kekayaan/pemilikan barang-barang mewah 13. Merestruktur pola industri nasional ke arah resource-based industry dengan ketergantungan minimal dari komponen luar negeri dan meningkatnya secara maksimal penggunaan komponen luar negeri menuju self-reliance. Dengan sekaligus melaksanakan restrukturisasi industri nasional secara mapan (baik meliputi restrukturisasi ekonomis, institusi maupun manajemen), maka perekonomian nasional akan berakar di dalam negeri dan sekaligus pula akan dapat memperkukuh fundamental ekonomi nasional 14. Investasi luar negeri harus diterima secara lebih selektif, on our own terms, sehingga rakyat dapat ikut berpartisipasi secara emansipatif dalam pembangunan dan menerima nilai-tambah secara optimal 15. Pengawasan efektif lalu lintas devisa untuk menghindarkan capital flight secara spekulatif. 16. Pemberantasan KKN untuk menyumbat kebocoran-kebocoran dana dan menghindari high cost economy

Keluar Dari Perangkap Utang Indonesia saat ini sudah terperosok jauh ke jurang utang dan untuk keluar dari jurang tersebut bukan perkara yang mudah serta memerlukan upaya yang berhati-hati, sabar, dan terencana. Keluar dari perangkap utang bukan hanya sekedar bisa melunasi utang pemerintah dan swata, tetapi lebih jauh lagi, di dalamnya juga mengharuskan terjadinya reformasi struktural dalam perekonomian Indonesia. Seperti diketahui bahwa penyebab suatu bangsa berutang adalah karena kesenjangan investasi tabungan dan kesenjangan defisit neraca transaksi berjalan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan tabungan menjadi sangat penting bagi upaya keluar dari perangkat utang. Selain itu, agar neraca transaksi berjalan menunjukkan angka yang sehat maka kinerja ekspor mesti ditingkatkan. Hal ini sangat terkait dengan upaya bagaimana produk-produk yang memiliki keunggulan komparatif bisa muncul sebagai komoditi ekspor utama. Di dalamnya juga termasuk bagaimana pasar menjadi arena yang fair bagi semua pelaku usaha untuk bersaing satu sama lain sehingga pelaku usaha terbaiklah yang muncul ke permukaan, bukannya pelaku usaha karbitan pemburu rente seperti selama ini.

Argumen Penghapusan ULN Beberapa argumen untuk penghapusan utang ini, yaitu: Pertama, karena belas kasihan—karena terpuruk ke dalam lembah kemiskinan sebagai akibat krisis ekonomi yang dalam. Kedua, karena sebagian dari utang tersebut adalah utang ilegal atau najis (odius debt). Utang najis adalah utang yang diberikan negara peminjam atau lembaga multilateral, namun tidak digunakan untuk keperluan pembangunan atau dengan kata lain utang-utang tersebut tidak sampai ke tangan rakyat. Tetapi, dikorupsi oleh penguasa-penguasa di negara penerima. Sehingga adalah sah jika utang ini tidak diakui utang suatu pemerintahan. Gerakan penghapusan utang negara-negara dunia ketiga sudah menjadi satu gerakan yang akan mendunia, yaitu gerakan Jubilee 2000 yang dipelopori gereja-gereja Khatolik di Amerika Latin. Ketiga, penghapusan utang karena kesalahan perilaku kreditor, khususnya lembaga multilateral seperti Bank Dunia. Salah satu penyebab proyek-proyek yang dibangun tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat negara debitor adalah karena kesalahan staf-staf Bank Dunia yang melakukan studi kelayakan proyek, merekomendasikan, dan menyetujuinya. Selain itu, kebocoran dana-dana juga tidak terlepas dari sikap Bank Dunia yang hanya mementingkan kepentingannya—yaitu, pembayaran cicilan dan bunga utang lancar—tanpa memperhatikan kesuksesan proyek dan tanpa pengawasan yang berarti.

Dampak Utang Luar Negeri Dari sisi moneter, posisi utang yang terlalu tinggi (tidak sustainable) akan menimbulkan tekanan depresiatif terhadap nilai tukar Rupiah. Artinya kurs Rupiah masih sulit untuk diangkat, malah akan terus melemah, sementara harga dollar akan makin tinggi Dari sisi fiskal, beban utang yang besar akan mengurangi ruang gerak pemerintah dalam memberikan stimulus bagi pemulihan kegiatan ekonomi. Defisit fiskal yang besar, apabila terjadi dalam periode yang cukup lama, akan meningkatkan ekspektasi inflasi dan depresiasi. Melemahnya nilai tukar Rupiah akan mempersulit kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi. Apabila tekanan inflasi akibat depresiasi Rupiah tersebut tidak diredam, maka akan mengurangi, bahkan menghilangkan dampak positif depresiasi Rupiah terhadap transaksi berjalan. Dari sisi moneter, pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk meredam inflasi adalah penerapan kebijakan moneter yan ketat. Dalam kondisi kurs rupiah yang melemah tajam, hal itu tentu akan mendorong kenaikan suku bunga secara tajam berikut dampak negatifnya terhadap seluruh sektor perekonomian. Dari sisi fiskal, pilihan kebijakan dapat diambil untuk meredam kenaikan inflasi adalah dengan menciptakan surplus anggaran. Namun, menjadikan APBN surplus melalui peningkatan penarikan pajak, justru akan berdampak negatif terhadap proses pemulihan ekonomi.

Kondisi Utang Luar Negeri Terkini: Beban Ekonomi yang Makin Berat Dalam tempo satu semester memimpin Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken 21 perjanjian utang baru senilai 1,62 miliar dolar AS. Jumlah tersebut akan bertambah karena Indonesia pun sudah dijanjikan akan mendapat pinjaman sebesar 3,4 miliar dolar AS dari negara-negara anggota Consultative Group on Indonesia (CGI). Jumlah tersebut belum seberapa. Sebab KTT infrastruktur yang digelar Medio Janurai 2005 lalu, pemerintah dijanjikan akan mendapat utang 10 miliar dolar AS. Dengan demikian, bila dijumlahkan semuanya mencapai 14,4 miliar dolar AS. Utang baru tersebut akan semakin menegaskan posisi Indonesia sebagai negara pengutang terbesar. Sebelumnya, jumlah utang luar negeri (pemerintah) mencapai 78,7 miliar dolar AS, utang publik ini akan semakin membengkak bila memperhitungkan utang dalam negeri yang jumlahnya kira-kira 60 miliar dolar AS. Sementara utang luar negeri BUMN mencapai 4,8 miliar dolar AS, dan utang luar negeri swasta mencapai 45,5 miliar dolar AS. Dengan demikian, total utang Indonesia (sebelum utang baru) mencapai 190 miliar dolar AS atau melebihi PDB yang pada 2004 besarnya 182 miliar dolar AS

UAS Soal Kuantiatif Perekonomian 4 Sektor Soal Teori: Utang Pemerintah AD dan AS Teori Inflasi Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal