KURIKULUM 2013 DI SIMPANG JALAN? OLEH: KHOMSUN MUBAROK MAHASISWA SEMESTER VI PLS FIP UNESA
KURIKULUM 2013 PENUH DENGAN KEBINGUNGAN DAN TANDA TANYA ???
Kurikulum Bukan Faktor Penentu Peningkatan Kualitas Pendidikan Salah satu studi terkini, berjudul The Learning Curve (2012), meneliti faktor-faktor keberhasilan sistem pendidikan di berbagai negara sama sekali tidak menyebutkan kurikulum sebagai faktor utama. Studi tersebut menyimpulkan bahwa kualitas guru dan kualitas budaya pendidikan adalah dua elemen yang paling penting
Kurikulum 2013 Mencampuradukkan Kompetensi Disiplin Ilmu Dan Kompetensi Karakter Asumsi bahwa penambahan porsi pendidikan moral dan karakter akan membawa perubahan pada perilaku moral dan karakter peserta didik juga sangat bermasalah. kurikulum 1975, 1984, dan 1994 --- banyak sekali mata pelajaran yang menekankan nilai-nilai moral dan karakter seperti Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan sejumlah Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di berbagai level.
Kurikulum 2013 meringankan beban guru, karena guru tidak perlu membuat silabus Sebuah langkah mundur dalam reformasi pendidikan yang bertentangan dengan reformasi peningkatan kualitas guru Guru harusnya terus diberdayakan dan dilatih untuk mampu berpikir, berinovasi dan berkreatifitas dalam mengajar. Argumen guru menjadi lebih baik dengan menggunakan silabus yang siap pakai menunjukkan asumsi bahwa guru tidak mampu dan tidak dipercaya sebagai seorang profesional
Sekolah yang berakreditasi bagus akan didahulukan karena mereka lebih siap Jika benar kurikulum 2013 ini bagus, maka sekolah yang sudah maju akan semakin maju karena mereka didahulukan dalam menerapkan kurikulum ini, dan sekolah yang tertinggal akan semakin tertinggal karena mereka tidak menjadi prioritas.
MAU DIBAWA KEMANA KURIKULUM 2013 INI? Apakah anggaran Rp 2,49 triliun (dan selalu berkurang sampai saat ini) yang akan dikeluarkan benar-benar mampu mengangkat derajat atau kualitas pendidikan Indonesia? Ataukah justru akan membuatnya lebih terpuruk? Apalagi, mengubah kurikulum di luar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) jelas memiliki konsekuensi anggaran yang tidak kecil.
THANK YOU