KONFERENSI KODIFIKASI HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
WILAYAH LAUT.
Advertisements

penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
Hukum Internasional Kelautan
SEJARAH PERATURAN PERIKANAN DI INDONESIA
TEORI TERJADINYA NEGARA
Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional
UNSUR-UNSUR NEGARA dalam materi USAHA PEMBELAAN NEGARA KELAS IX SMP.
MULAI.
Hukum Laut Indonesia.
Unsur - Unsur Negara Dipresentasikan Oleh :
Isu-isu Perencanaan Kontemporer
PENGERTIAN LINTAS Lintas berarti navigasi melalui territorial dan perairan kepulauan (khusus negara kepulauan) untuk keperluan : Melintasi laut tanpa.
HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Tugas Hukum Perjanjian Internasional 2 Kelompok 3:
Yurisdiksi negara dalam Hukum Internsional
Yurisdiksi Negara.
HAKIKAT BANGSA DAN NEGARA
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC STATE ) Pasal UNCLOS 1982
PERAIRAN INDONESIA.
HOT PERSUIT (PENGEJARAN SEKETIKA)
PENGERTIAN DAN SEJARAH HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Pembagian Wilayah Laut
LANDAS KONTINEN.
BAB III NEGARA DAN KONSTITUSI
PROVINSI KEPULAUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH Dr
KETENTUAN UUD NRI Tahun 1945 dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara
HUKUM LAUT INTERNASIONAL hukum udara dan luar angkasa
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI kemaritiman
GEOPOLITIK INDONESIA Pert. 12 Pert. 12. Dr. H. Syahrial / Pkn.
I Made Andi Arsana | Hukum Laut Nasional I Made Andi Arsana |
herwan parwiyanto / FISIP-UNS
HERWAN PARWIYANTO / FISIP-UNS
PKNI4310 Subjek Hukum Internasional
YURISDIKSI NEGARA IKANINGTYAS, SH.,LLM.
Kedaulatan Negara di Ruang Udara dan di Ruang Angkasa
KEDAULATAN TERITORIAL
HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Potensi Perairan Laut.
Pert Hukum internasional.
Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup
Etty R. Agoes Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
Hakikat Bangsa dan Negara serta Unsur - unsur terbentuknya Negara
MULAI.
Agis Ardhiansyah, SH.,LL.M
Isu-isu Perencanaan Kontemporer
WELCOME AND JOIN WITH US.
SUMBER HUKUM HUMANITER
HUKUM INTERNASIONAL KEDAULATAN NEGARA PERTEMUAN XVIII & XIX
ZONA MARITIM & GARIS PANGKAL
NEGARA SEBAGAI KONSEP POLITIK
MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950 – 1959 SK 1 KD 4 SM1
Landasan Kontinen O L E H Tim Pengajar Kelompok 9.
HUKUM INTERNASIONAL Pada hakikatnya keberadaan hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan internasional. Hukum.
ILMU NEGARA PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
Industri Berbasis Kelautan, mengapa ?
LETAK, JARAK VERTIKAL & HORIZONTAL GEOGRAFI INDONESIA
wilayah negara kesatuan republik indonesia
PERAIRAN INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996
Geopolitik Indonesia/Wawasan Indonesia Jodi Adam ( ) Fiolincia ( )
Sistem Hukum Indonesisa ( bahan 12 ) Bahan 12 Sistem Hukum Indonesia
BAB 2 Ketentuan UUD NRI Tahun 1945 dalam dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan
SUBYEK HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PERAIRAN INDONESIA. ASPEK KEWILAYAHAN Dasar aspek kewilayahan tentang pemikiran akan wawasan nusantara yaitu didasarkan atas letak geografis yaitu batas-batas.
HUKUM INTERNASIONAL HAK LINTAS KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING.
INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM. Pengertian Poros Maritim Dunia.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT. Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan.
POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA FARREL, DYAKSA, SASKO, WAFI.
Transcript presentasi:

KONFERENSI KODIFIKASI HUKUM LAUT INTERNASIONAL Prepared by Erlis Septiana Nurbani For Faculty of Law Mataram University

KONFERENSI HUKUM LAUT JENEWA 1958 24 Februari-27 April 1958 di Jenewa, Swiss. Dihadiri oleh wakil-wakil dari 86 negara. Diadakan berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1105(XI) tanggal 21 Februari 1957, yang berbunyi : “....that an international conference of pleninpotentiaries should be convoked to examine the law of the sea, taking account not only of the legal but also of technical, biological, economic and political aspects of the problem, and to embody the results of its work in one or more international conventions....”

Aspek Teknis, Biologis, Ekonomi dan Politik Hukum Laut Aspek Teknis : berkaitan dengan pengukuran dan pemetaan dari klaim-klaim negara atas laut teritorial dan landas kontinen. Aspek Ekonomi : berkaitan dengan sektor perikanan dan sumber daya alam yang ada di dasar laut (mineral, hayati dan nabati) Aspek Biologis : berkaitan dengan kelangsungan kekayaan hayati laut sebagai penunjang kehidupan manusia. Aspek Politik : berkaitan dengan kebutuhan masyarakat dalam satuan yg lebih besar yg terorganisir dalam satuan politik, atas laut dan kekayaan di dalamnya.

Persiapan Konferensi Pekerjaan persiapan oleh Panitia Hukum Internasional memakan waktu 7 tahun Hasil Pekerjaan berupa 73 pasal rancangan mengenai : Rezim laut territorial (pasal 1-25) dan laut lepas (pasal 26-48) Perikanan dan perlindungan kekayaan hayati laut (pasal 49-65) Zona Tambahan (Pasal 66) Rezim landas kontinen (Pasal 67-73) Rancangan pasal ini merupakan bahan diskusi dasar konferensi.

Hasil Konferensi Konferensi yang berlangsung sejak 24 Februari hingga 29 April 1958 menghasilkan : 4 Konvensi 1 Protocol 9 Resolusi Konferensi Kodifikasi 1958 ini kemudian mengalami nasib yang serupa dengan Konferensi Den Haag 1930 yang gagal menentukan lebar laut wilayah.

I. Konvensi Mengenai Laut Territorial dan Jalur Tambahan Dalam beberapa hal, Konvensi I ini memuat beberapa ketentuan yang merupakan perkembangan baru dalam hukum laut publik. Pasal 1 menyatakan, bahwa laut teritorial yg merupakan suatu jalur yg terletak disepanjang pantai suatu negara berada dibawah kedaulatan negara. Pasal 2 menyatakan bahwa kedaulatan negara atas laut teritorial meliputi juga ruang udara diatasnya dan dasar laut diatasnya serta tanah dibawahnya. Pasal 3 berisi ketentuan mengenai garis surut sebagai garis pangkal biasa.

I. Konvensi Mengenai Laut Territorial dan Jalur Tambahan Pasal 4 mengatur garis pangkal lurus dari ujung ke ujung sebagai cara penarikan garis pangkal yang dapat dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pasal 5 mengatur akibat dari penarikan garis pangkal lurus dari ujung ke ujung. Pasal 6 mengenai batas luar laut territorial merupakan perumusan hukum yg berlaku. Pasal 7 mengenai closing line sebuah teluk, yg diterima maksimal sepanjang 24 mil. Pasal 14-17 diatur mengenai hak lintas damai kapal- kapal asing di laut teritorial suatu negara. Pasal 18-20 mengatur mengenai kapal-kapal niaga.

I. Konvensi Mengenai Laut Territorial dan Jalur Tambahan Pasal 21-22 mengatur mengenai kapal-kapal pemerintah bukan kapal perang. Pasal 23 mengatur mengenai kapal perang.

II. Konvensi Mengenai Laut Lepas Sebagian besar isi dari Konvensi II ini merupakan perumusan dari hukum kebiasaan yang berlaku. Pasal 1, laut lepas adalah segala bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara. Pasal 2 menegaskan kebebasan laut lepas dan sifat terbuka laut lepas bagi semua bangsa. Freedom in the high seas : Freedom of navigation (kebebasan berlayar) Freedom of fishing (kebebasan menangkap ikan) Kebebasan untuk memasang kabel dan saluran pipa bawah laut dan Kebebasan terbang diatas laut lepas

II. Konvensi Mengenai Laut Lepas Pasal 3 dan 4, mengatur hubungan antara laut lepas dengan negara yg tak berpantai laut (land-locked states) dan hak setiap negara untuk melayari laut lepas dengan kapal-kapal dibawah bendera sendiri Pasal 5, mengatur mengenai kebangsaan, registrasi dan bendera kapal, sesuai dengan praktek yg umum berlaku. Harus ada “genuine link”. Pasal 6-7, mengatur mengenai pemakaian bendera Pasal 8-9, mengatur mengenai kekebalan-kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah bukan kapal niaga di laut lepas.

II. Konvensi Mengenai Laut Lepas Pasal 10, mengatur mengenai tindakan-tindakan menjamin keselamatan di laut Pasal 11, mengatur mengenai tubrukan atau kecelakaan navigasi di laut lepas Pasal 12, pemberian pertolongan pada kecelakaan di laut lepas. Pasal 13, kewajiban tiap negara untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian Pasal 14-21 mengatur mengenai pemberantasan pemberontakan di laut lepas

III. Konvensi Mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas Perkembangan tehnik penangkapan ikan modern mengakibatkan bahaya musnahnya sebagian sumber kekayaan hayati jenis ini Pasal 1, Hak nelayan menangkap ikan dilaut kemudian dibatasi tidak hanya oleh perjanjian antar negara, tapi juga kepentingan negara pantai dan kepentingan konservasi sebagaimana yang diatur dalam Konvensi III ini Konvensi ini kemudian mengurangi hak nelayan untuk dapat menangkap ikan di laut lepas (freedom of fishing) Sehingga, menangkap ikan dilaut lepas tidak lagi dapat diartikan secara mutlak dan liberal

III. Konvensi Mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas Pasal 2, perlindungan kekayaan hayati di laut berarti “keseluruhan tindakan-tindakan yg memungkinkan hasil optimum tetap dari sumber- sumber kekayaan itu untuk menjamin persediaan bahan makanan dan hasil laut lainnya yg maksimal”. Pasal 3-8, cara-cara melakukan perlindungan perikanan dan kekayaan hayati di laut.

IV. Konvensi Mengenai Landas Kontinen Pasal 1, landas kontinen adalah (a). Dasar dan lapisan tanah dibawah laut yg berbatasan dengan pantai tetapi berada di luar daerah laut wilayah sampai kedalaman 200 meter atau daerah yg lebih dalam lagi dimana dalam airnya memungkinkan eksploitasi sumber-sumber alam daerah tersebut; (b). Dasar dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yg berbatasan dengan pantai kepulauan. Defini yg diberikan Konvensi IV ini sudah merupakan definisi hukum yg sudah jauh berbeda dgn definisi geologis semata-mata.

IV. Konvensi Mengenai Landas Kontinen Pasal 2, mengenai hak negara pantai atas landas kontinen. Negara pantai memiliki hak kedaulatan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di landas kontinen Ini merupakan kompromi antara pihak yg menghendaki kedaulatan negara pantai atas landas kontinen dengan pihak yg hanya ingin mengakui hak terbatas. Pasal 3, hak negara pantai atas landas kontinen tidak tergantung dari suatu okupasi atau suatu klaim yg eksplisit. Pasal 4, dalam melaksanakan hak berdaulatnya, negara pantai tidak boleh melarang pemasangan kabel dan pipa bawah laut di atas dasar landas kontinen.

IV. Konvensi Mengenai Landas Kontinen Pasal 5, pelaksanaan hak negara pantai atas landas kontinen tidak boleh mengakibatkan gangguan thdp pelayaran, penangkapan ikan, dan tindakan perlindungan kekayaan hayati di laut Pasal 6, mengatur penetapan pada batas landas kontinen antara dua negara yg berdekatan baik yg letaknya berhadapan (opposite) maupun berdampingan (adjacent) Pasal 7, menjamin hak negara pantai untuk melakukan eksploitasi tanah di dasar lautan yg berdekatan dgn pantainya dgn cara pembuatan terowongan dari daratan.

KONFERENSI HUKUM LAUT 1960 Konferensi Hukum Laut 1960 atau yg juga dikenal sebagai UNCLOS II, dalam pelaksanaannya gagal merumuskan mengenai lebar laut wilayah. Lebar laut wilayah (territorial) ini juga sebelumnya telah gagal dirumuskan dalam Konferensi Hukum laut 1958 Kegagalan pada UNCLOS II dikarenakan kurangnya satu suara dalam sistem voting, untuk menyepakati lebar laut teritorial sejauh 6 mil ditambah 6 mil zona perikanan.