Faktor Resiko Kejadian Osteoporosis Oleh : Fivi Guslaili Putri Riyan Septivia
Pendahuluan Osteoporosis adalah salah satu penyakit kronis yang tidak menular yang dikarakteristikan dengan adanya penurunan kepadatan, kekuatan dan struktur tulang sehingga menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami patah tulang (Rachner, 2011). Dari laporan perhimpunan osteoporosis Indonesia, sebanyak 41,8% laki-laki dan 90% perempuan sudah memiliki gejala osteoporosis, sedangkan 28,8% laki-laki dan 23,3% perempuan sudah menderita osteoporosis
Tinjauan Teori Definisi Menurut Sudoyo et al (2010), osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Definisi lain, osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu yang lama. (Depkes, 2002).
Faktor Penyebab Faktor resiko osteoporosis seperti yang dimuat dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 1142/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yaitu : Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : usia, gender, genetik, gangguan hormonal, ras. Faktor yang dapat dimodifikasi : imobilitas, postur tubuh kurus, kebiasaan (konsumsi alkohol, kopi, kafein, kopi yang berlebih), asupan gizi rendah, kurang terkena sinar matahari, kurang aktifitas fisik, penggunaan obat waktu lama, lingkungan.
Analisa Faktor Setelah melakukan analisa dari 10 jurnal yang terkait tentang faktor penyebab kejadian osteoporosis, sebagian besar memiliki hasil dan kesimpulan yang sama mengenai faktor resiko osteoporosis, yaitu : Usia Pada jurnal 1, 3, 4, 8, 9 didapatkan hasil bahwa ada pengaruh usia terhadap kejadian osteoporosis. Hasil ini sejalan dengan teori setelah usia 40 tahun akan terjadi peningkatan resiko fraktur hal ini berkaitan dengan osteoporosis pada laki-laki juga perempuan. Indeks fraktur meningkat setelah usia 40 tahun hingga usia 55 tahun pada laki-laki dan usia 65 tahun pada wanita. Rasio terjadinya fraktur antara wanita dan pria adalah 2:1 (pada usia lebih dari 35 tahun) sedangkan rasionya menjadi 8:1 (setelah usia 80 tahun) (Dawson&Hughes, 2006).
Jenis Kelamin Jurnal yang menunjukan hasil yang sama bahwa jenis kelamin merupakan faktor penyebab kejadian osteoporosis adalah jurnal 3, 5, 8, 9. Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80% diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4 lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar 1.200 gram. Karena nilai massa tulang yang rendah itulah maka kehilangan massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi (Wirakusumah, 2007).
Aktifitas Fisik Pada jurnal 2, 4, 5, 6, 9 didaptakan kesimpulan bahwa aktifitas fisik merupakan salah satu faktor penyebab kejadian osteoporosis. Terdapat studi yang mendukung bahwa aktivitas mempunyai pengaruh terhadap massa tulang. Studi tersebut menyatakan bahwa massa tulang dapat ditingkatkan dari aktivitas yang dapat menahan beban. Misalnya saja pada orang yang suka melakukan olahraga tennis, tulang lengan yang dilakukan akan lebih tebal dan kuat dibandingkan dengan yang tidak melakukan olahraga tennis (Ridjab, D A dan Maria, 2004, dalam agustin, 2009).
Menopause Setelah dilakukan beberapa penelitian yang menghubungkan menopause dengan kejadian osteoporosis didapatkan bahwa bahwa menopause mempunyai pengaruh terhadap terjadinya osteoporosis terhadap seseorang. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan saat menopause terjadi penurunan estrogen yang akan menyebabkan hormone PTH (parathyroid hormon) dan penyerapan vitamin D berkurang sehingga pembentukan tulang (osteoblast) pun akan terhambat dan kadar mineral akan berkurang. Jika kadar mineral tulang terus menerus berkurang, maka akan terjadilah osteoporosis (Purwoastuti, 2008 dalam Agustin, 2009). Status gizi Terdapat 3 jurnal yang menyatakan bahwa status gizi mempunyai pengaruh terhadap kejadian osteoporosis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aan Nurwenda (2004) bahwa indeks massa tubuh yang rendah dan kekuatan tulang yang menurun semuanya berkaitan dengan berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh dan menyebabkan osteoporosis. (Nurwenda, 2004)
Indeks Massa Tubuh Menurut Fatmah (2008), massa tubuh berpengaruh terhadap kerapuhan dan densitas tulang, sehingga massa tubuh merupakan faktor risiko penting pada fraktur tulang. Efek massa tubuh ini diberikan oleh massa lemak tubuh dan massa otot. Massa lemak yang tinggi merupakan salah satu prediktor massa tulang sebab meningkatkan massa lemak menstimulasi osteoblas untuk meningkatkan rangsangan osteogenesis. Semakin banyak jaringan lemak semakin banyak hormon estrogen yang diproduksi sehingga mengurangi risiko osteoporosis. Teori ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang membuktikan bahwa indeks massa tubuh mempengaruhi kejadian osteoporosis.
Selain faktor-faktor diatas terdapat beberapa faktor yang secara teori mempengaruhi kejadian osteoporosis namun tidak pada penelitian yang dilakukan, diantaranya : Konsumsi Alkohol Pada jurnal 4, didapatkan hasil bahwa konsumsi alkohol tidak berhubungan dengan kejadian osteoporosis. Berdasarkan teori, mengkonsumsi alkohol dapat mengurangi masa tulang, mengganggu metabolisme vitamin D dan menghambat penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih besar pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak daripada orang yang tidak mengkonsumsi alcohol (Nuhonni, 2000 dan Compston, 2002 dalam Agustin, 2009). Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat yang masih menggangap tabu akan konsumsi alkohol, jadi sebagian besar dari mereka yang mengalami osteoporosis namun tidak mengkonsumsi alkohol, disebabkan oleh faktor lain seperti aktifitas fisik yang kurang dan tingkat konsumsi kafein yang tinggi.
Merokok Masih pada jurnal 4, dari penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis. Hasil ini berbeda dengan teori yang menyatakan, rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Namun penelitian ini menyatakan mrerokok bukan faktor resiko kejadian osteoporosis, karena dari beberapa pasien yang tidak merokok, diperoleh beberapa dari mereka yang memiliki aktivitas fisik yang kurang. Dan ada juga beberapa yang didukung karena usia yang berisiko dan status menopause yang sudah menopause.
Jadi, terdapat beberapa perbedaan antara hasil penelitian dengan teori yang ada. Hal ini dapat terjadi karena banyak nya faktor lain yabng lebih mendominan pada diri seseorang yang dapat menyebakan mereka mengalami osteoporosis. Dan juga hasil penelitian dapat berbeda jika dilakukan pada populasi yang berbeda pula, seperti populasi didaerah pedesaan dan perkotaan.
Terima Kasih