PEMANFAATAN BIOETANOL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Oleh Putri Umang Rudilah
Advertisements

BIOETHANOL Oleh : Yandi Wibowo (F030709) Rija Fathul Bari (F )
HIDROLISIS IKAN Proses pemecahan komponen gizi dalam tubuh ikan (protein dan lipid) menjadi senyawa yang lebih sederhana (dipeptida dan atau asam amino.
PRINSIP KERJA PROSEDUR ANALISIS PROKSIMAT
Teknologi Biobriket.
Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc
HYDROLISA,FERMENTASI DAN DISTILLASI Dipersiapkan oleh : BAMBANG PURNOMO ASSOSIASI PENGUSAHA BIOETANOL INDONESIA Oktober 2010.
RANGGA AGUNG PRIBADI ( ) JURUSAN TEKNIK MESIN
Cahyaning Rini U., Evi Susanti
Proses pembuatan minuman anggur
HARI / TANGGAL : KAMIS MATA PELAJARAN : KIMIA
Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc
Teknologi Pati dan Gula
ATMOSFER INDIKATOR KOMPETENSI
PEMANFAATAN BIOETHANOL SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR FOSIL.
PERTUMBUHAN JASAD RENIK
PEMURNIAN Lanjutan.
Teknologi Biogas.
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
BAB II MEDIA DAN STERILISASI
Metabolisme NUTRISI PENGHASIL ENERGI Karbohidrat Lemak Protein MAKRO-
EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Asep Andi Suryandi ( ), Eko Aptono Tri Yuwono ( )
Tugas Teknik Pembakaran Dan Bahan Bakar
Lilis Hadiyati, S.Si., M.Kes.
KELOMPOK VIII Annisa fitri dewi ( )
Oleh kelompok 6 (kelas F)
Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
K 02 SEJARAH DAN RUANG LINGKUP ENERGI
Program Insentif Riset Dasar Kementerian Riset dan Teknologi/ Dewan Riset Nasional Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Pengusahaan Ubi.
Sejarah kimia pangan di mulai pada tahun 1700an, ketika para ahli kimia terlibat dalam penemuan senyawa kimia penting dalam bahan pangan termasuk Carl.
K 11 BIO-ETANOL.
PENGAWETAN DAGING DENGAN METODE PENGERINGAN
Bioindustri Minggu 2 Oleh : Sri Kumalaningsih
PERTUMBUHAN JASAD RENIK
Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
ALKOHOL.
FERMENTASI KARBOHIDRAT
PERTUMBUHAN JASAD RENIK
PENGOLAHAN DENGAN FERMENTASI
ANALISIS BAHAN PENGAWET ALAMI PADA MINUMAN
PENCEMARAN UDARA Pertemuan 7
( Ar, Mr, massa, volume, bil avogadro, pereaksi pembatas)
FERMENTASI Tape ketan by Fina Pradika Putri.
STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
BIOTEKNOLOGI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
PENGOLAHAN BAHAN/ MATERIAL ASAL LIMBAH AGRO INDUSTRI
FERMENTASI TAHU KELOMPOK 5 : ANDRIYANI.AR ( )
PENGERTIAN METABOLISME
Sutrisno Adi Prayitno Universitas Dr. Soetomo 2017
Produksi Protein Sel Tunggal (PST)
( Ar, Mr, massa, volume, bil avogadro, pereaksi pembatas)
Teknologi Fermentasi Universitas Dr. Soetomo Sutrisno Adi Prayitno
Bahan Bakar Oleh: Fahmi Yunus
KELOMPOK : NAMA : Fitria Alfi R ( ) 2. Eka Fitriyani (123200)
Nanda Thyareza Imaniar ( )
Materi Dua : STOIKIOMETRI.
BIOKIMIA PANGAN Peranan enzim dan mikroba dalam proses pembuatan Tape
OLEH : Nurwahida ( ) Rabianti ( )
DESTILASI.
BAB 2 Metabolisme.
PEMURNIAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI LIMBAH NANAS MENGGUNAKAN PROSES DISTILASI ADSORPSI DENGAN ADSORBEN CaO MUHAMMAD SUGANDI
SUMBER MINYAK BUMI.
Optimasi Energi Terbarukan (Biofuel/bioenergi)
PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN BIOGAS. BIOGAS Biogas merupakan campuran gas yang dihasilkan oleh peruraian senyawa organik dalam biomassa oleh bakteri alami.
L o g o Minyak Bumi CHYNTYA AGUSTIN L o g o Company Logo Minyak Bumi Akibat negatif penggunaan minyak bumi Kilang minyak di indonesia Pengolahan.
Solar Power Satellite (SPS).
Oleh: ASROFUL ANAM, ST., MT.
Optimasi Energi Terbarukan (Energi Biomassa dan Energi Biogas)
SISTEM PEMBAKARAN BAHAN BAKAR KELOMPOK 1 1.ACHMAD FARESZY PRATAMA 2.AMALIA ADRIATNA PUTRI 3.AZARIA HIKMAH FAJRIANTI.
Transcript presentasi:

PEMANFAATAN BIOETANOL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Oleh : Ir. Siti Nurul Hidayati, MT

PENDAHULUAN Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya; (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan

Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar, serta unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential). Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007a).

Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di AS dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni atau sebagai campuran untuk bahan bakar bensin maupun hidrogen. Etanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7 . Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin walaupun setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari pada research octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%, tercatat peningkatan efisiensi hingga 10%.

Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 – 19 vol% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Giancoli, 1998). Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan bensin.

TANAMAN YANG BERPOTENSI UNTUK DIJADIKAN BIOETANOL Tanaman yang berpotensi untuk dijadikan bioethanol adalah tanaman yang mengandung karbohidrat atau glukosa

GASOHOL DAN PERKEMBANGANNYA Gasohol adalah campuran antara bioetanol dan bensin dengan porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat langsung digunakan pada mesin mobil bensin tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil pengujian kinerja mesin mobil bensin menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E-10 (10% bioetanol ) dan gasohol E-20 (20% bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang lebih baik dari premium dan setara dengan pertamax (Anonim, 2008). Bahan bakar ini jika dioperasikan pada mesin berbasis gasoline akan menghasilkan emisi karbonmonoksida (CO) dan senyawa lain hidrokarbon lebih sederhana hasil pembakaran (oksidasi) tidak sempurna pada tingkat lebih rendah dibandingkan dengan pengoperasian bahan bakar konvensional (gasoline). Ini disebabkan adanya etanol yang sudah mengandung oksigen (O2) sekitar 35% dapat meningkatkan efisiensi pembakaran/ oksidasi. Biogasoline atau dikenal juga dengan nama Gasohol, telah dijual secara luas di Amerika Serikat, dengan campuran 10% bioetanol (dari bahan baku jagung) dan 90% gasoline. Di Brazil, bioetanol untuk campuran gasoline dibuat dari bahan baku tebu, dan digunakan dalam kadar 10%.

Di Finlandia, biogasoline yang digunakan memiliki kadar bioetanol 5% dan memiliki angka oktan 98. Di Jepang, sejak tahun 2005 sudah mulai digunakan gasoline dengan campuran 3% bioetanol, dan diharapkan pada tahun 2012 seluruh gasoline yang dijual di Jepang sudah menggunakan biogasoline. Sejak tahun 2006 Thailand telah menjual gasohol 95, dan direncanakan pada tahun 2012 Thailand akan mengganti seluruh gasoline dengan biogasoline.

Perusahaan minyak negara (Pertamina, 2006) telah meluncurkan produk biopremium, namun masih terbatas di stasiun pengisian bahan bakar utama( SPBU) berlokasi di Jalan. Mayjen M. Wiyono, Malang. Biopremium yang dijual dibuat dari campuran Premium dengan 5% bioetanol. Bioetanol untuk campuran biopremium diproduksi oleh PT Molindo Raya Industrial (MRI) di Lawang menggunakan bahan baku tetes tebu. Sejak diluncurkan, respon masyarakat cukup baik, dengan meningkatnya omzet penjualan

Sedangkan di Jakarta, sejak Desember 2006 sudah dapat dilihat BioPertamax di beberapa SPBU, antara lain pada SPBU di jalan. Tentara Pelajar, Senayan (Jakarta Selatan). Pengembangan selanjutnya di wilayah Jawa Barat, di mana Pertamina meluncurkan biopremium di Bandung tahun 2007. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, direncanakan akan didirikan pabrik etanol berkapasitas 200 juta liter etanol per tahun oleh PT Mitra Sae Internasional di Kuningan bekerja sama dengan LBL Network Ltd.dari Korea Selatan dengan bahan dasar ubi kayu jenis Manihot esculanta trans.w (http://www.pertamina.com)

PROSES PRODUKSI BIOETANOL 1. Hidrolisa polisakarida / pati Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah terurai. Reaksi Hidrolisis: (C6H10O5)n + n H2O → n C6H12O6 Polisakarida Air Glukosa Reaksi antara air dan pati berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator bisa berupa asam maupun enzim. Katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Dalam industri umumnya digunakan enzim sebagai katalisator.

Hidrolisa polisakarida (pati) menggunakan asam Salah satu proses hidrolisis yaitu hidrolisis asam, dimana katalisatornya menggunakan asam. Asam berfungsi sebagai katalisator dengan mengaktifkan air. Di dalam industri asam yang dipakai adalah H2SO4 dan HCl. HCl lebih menguntungkan karena lebih reaktif dibandingkan H2SO4. (Groggins,1992). Dengan memakai asam akan menghasilkan konversi 35 – 65 % setara glukosa.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada hidrolisis pati antara lain : a. Suhu Dari kinetika reaksi, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi. Tetapi apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang. b. Waktu Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar dan pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali. c. Pencampuran pereaksi Karena pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan butir-butir pati dan air dapat berlangsung dengan baik.

d. Konsentrasi katalisator Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi. Jadi semakin banyak jumlah katalisator yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis. Dalam waktu tertentu pati yang berubah menjadi glukosa juga meningkat. e. Kadar suspensi pati Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat.

Hidrolisa pati menggunakan enzim / Proses Sakarifikasi Enzim yang dipakai untuk menghidrolisa pati adalah enzim alfa amylase dan amiloglukoamilase . Enzim alfa amylase dapat Hidrolisa menghidrolisis alfa-1,4-glukosida dan alfa 1,6 glukosida menjadi dextrin. (Tahap likuifaksi Pada suhu 100 C selama 1 jam). Selanjutnya enzim amiloglukosidase akan merubah dextrin menjadi glukosa (tahap sakarifikasi pada suhu 60 C selama 3 hari). Proses sakarifikasi dengan enzim akan menghasilkan konversi glukosa sampai 98 %.

Fermentasi Fermentasi adalah suatu proses perubahan – perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikrobia – mikrobia tertentu. (Tjokroadikoesoemo, 19860. Fermentasi gula oleh ragi, misalnya kultur tunggal Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai berikut: C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2 Glukosa etanol

Proses fermentasi dengan kultur tunggal ragi Saccharomyces cerevisiae memerlukan waktu 4 hari. Lamanya proses adalah ketidak mampuan ragi Saccharomyces cerevisiae memecah pati menjadi glukosa

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi a. Keasaman (pH) Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan bakteri. Kondisi keasaman yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4 – 5. ( Winarno, 1984 ) b. Mikroba Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan. Berbagai macam jasad renik dapat digunakan untuk proses fermentasi antara lain yeast. Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar-agar atau dalam bentuk dry yeast yang diawetkan. ( Winarno, 1984 ) c. Suhu Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan optimal, yaitu suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan diri secara tercepat. Pada suhu 30oC mempunyai keuntungan terbentuk alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu itu. ( Winarno, 1984 ) d. Oksigen Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk memperbanyak atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel – sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh lebih baik pada keadaan aerobik, tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerobik. ( Winarno, 1984 )

e. Makanan Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan: 1) Energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon. 2) Nitrogen untuk sintesis protein. Salah satu contoh sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah urea. 3) Mineral yang dipergunakan mikroorganisme salah satunya adalah asam phospat yang dapat diambil dari pupuk NPK. 4) Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami sudah mengandung semua atau beberapa vitamin yang dibutuhkan mikroorganisme. ( Gaman, 1992)

Pemakaian ragi dalam fermentasi Ragi tape adalah salah satu alternative starter amilolitik untuk proses hidrolisa dan fermentasi untuk produksi etanol. Ragi tape adalah kultur starter kering terbuat dari campuran tepuing beras, ramuan bumbu, air, gula tebu. Ragi tape merupakan kultur kering yang terdiri dari konsorsium mikroba berupa yeast (Saccharomyces Sereviseae) atau khamir, kapang (mucor, rhizopus, amylomyces), dan bakteri dari jenis cocci. Ragi tape bisa menjadi alternative yang harganya murah, selain itu mempunyai fungsi amilotitik.

3. Distilasi Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi – farksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi glukosa/dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen – komponen tertentu yang mudah tercampur. Umumnya destilasi berlangsung pada tekanan atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem alkoholair, yang pada tekanan atmosfer memiliki titik didih sebesar 78,6oC. (Tjokroadikoesoemo, 1986)

Produksi Bioetanol Berbasis Kemasyarakatan Sampai saat ini produksi bioetanol dalam bentuk FGE (Fuel Grade Etanol) besar dilakukan oleh pabrik berskala besar. Masyarakat tidak hanya sekedar menjadi penonton dan menikmati bioetanol yang diproduksi oleh para industriawan besar . Sebenarnya ada teknik pangolahan singkong yang sederhana untuk dijadikan bioetanol. Proses ini cukup mudah diterapkan pada masyarakat dan hanya membutuhkan alat yang sederhana. Proses pengolahan ubi kayu segar berkadar pati 28%, yang ditargetkan menghasilkan 7 liter bioetanol berlangsung sebagai berikut : a) Kupas kasar ubi kayu segar sebanyak 50 Kg. Cuci dan giling dengan mesin penggiling listrik, mesin bensin, ataupun diesel. b) Saring hasil penggilingan untuk memperoleh bubur singkong.

c) Masukkan bubur kayu ke dalam drum yang terbuka penuh bagian atasnya. d) Tambahkan air 40-50 liter dan aduk sambil dipanasi diatas perapian. e) Tambahkan 1,5 ml enzim alfa-amilase. Panaskan selama 30-60 menit pada suhu sekitar 90o C. f) Dinginkan hingga suhu menjadi 55-60o C. g) Tambahkan 0,9 ml enzim gluko-amilase h) Jaga temperatur pada kisaran 55-60o C selama 3 jam, lalu dinginkan hingga suhu di bawah 35o C. i) Tambahkan 1 gr ragi roti, urea 65 gr, dan NPK 14 gr. Biarkan selama 72 jam dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat agar gas CO2 yang terbentuk bisa keluar. j) Pindahkan cairan yang yang mengandung 7-9 % bioetanol itu ke dalam drum lain yang didisain sebagai penguap (evaporator).

k) Masak di atas perapian hingga uapnya keluar menuju alat destilasi k) Masak di atas perapian hingga uapnya keluar menuju alat destilasi. Nyalakan aliran air di kondensator (pengembun) uap bioetanol. l) Tahan temperatur bagian atas kolom destilasi pada suhu 79o C ketika cairan bioetanol mulai keluar. Fraksi bioetanol 90-95% akan berhenti mengalir secara perlahan-lahan. Kelemahan dari cara pembuatan bioetanol ini adalah relatif memakan waktu yang cukup lama sehingga kapasitas produksi untuk skala masyarakat relatif kecil. Tetapi, jika banyak masyarakat menjadi bagian integral dalam kegiatan produksi bahan bakar ini, hasil yang didapat akan berlipat ganda sehingga akan menekan konsumsi bahan bakar fosil.

Sakarifikasi Fermentai Simultan (SFS) Proses yang lama dalam pembuatan bioethanol secara pertahap, diperbaiki dengan Proses Sakarifikasi dan Fermentasi simultan (Ueda, 1984). Pada proses sakarifikasi dan fermentasi simultan, tahap sakarifikasi dan fermentai dilangsungkan secara bersamaan dalam satu tahap proses pada suatu reactor. Dengan demikian setiap glukosa yang dihasilkan pada proses sakarifikasi akan segera diubah menjadi etanol oleh ragi saccharomyces serevisae, sehingga tidak terjadi akumulasi glukosa. Konsentrai glukosa yang terlalu tinggi menjadi penghambat Saccharomycess cereviseae

Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan yg dilakukan Siti Nurul Hidayati, dengan parameter pemakaian ubikayu sebanyak 100 gram (kadar pati 30%), kadar air 80% dan pH 5 tanpa memakai enzim selulosa, jumlah koji dari Aspergillus Niger sebanyak 1750 unit aktifitas dan jumlah sel ragi awal Saccharomycess Cereviseae sebanyak 120 x 1000000 el, akan mendapatkan etanol sebanyak 17,5 gram dan yield 87 % pada waktu 160 jam.