PENGENDALIAN LANTAI PABRIK (SHOP FLOOR CONTROL-SFC)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGAWASAN PERSEDIAAN
Advertisements

Manajemen Produksi dan Operasi
P E N J A D W A L A N Pertemuan 10.
Pengertian MRP II Merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow shop ( make to order dan batch.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
Model Persediaan Deterministik (Deterministic Inventory)
MANUFACTURING PLANNING & CONTROL (MPC)
PENJADWALAN PROSES.
MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
Manajemen Produksi dan Operasi
Input-Output Control (Pengendalian Produksi)
5. Material Requirement Planning 1 ( MRP )
PENGENDALIAN LANTAI PABRIK (SHOP FLOOR CONTROL-SFC)
Pengantar Manajemen Produksi & Operasi
Manajemen Produksi dan Operasi
PENJADWALAN JANGKA PENDEK
Bahan Kuliah Manajemen Operasi & Produksi
Jenis PERENCANAAN dalam Manufakturing
PROCESS SCHEDULING A.A. Gde Bagus Ariana, ST..
INVENTORY (Manajemen Persediaan) By: Andri Irawan S.Pd
SISTEM PRODUKSI TARIK (PULL PRODUCTION SYSTEMS)
Model Persediaan Deterministik (Deterministic Inventory)
MATERIAL REQUIREMET PLANNING
Penjadwalan & Pengawasan Proyek
PENJADWALAN PRODUKSI (Bagian 1)
Produk dan Operasional
SEQUENCING DAN SCHEDULING
Bahan Kuliah Manajemen Operasi & Produksi
Bahan Kuliah Manajemen Operasi & Produksi
Kuliah 12 LSiPro – FT Untirta Muhammad Adha Ilhami 2nd Edition
KEWIRAUSAHAAN ASPEK PRODUKSI
PENJADWALAN MESIN ENNY ARIYANI.
Definisi Fungsi Aplikasi Contoh Jadwal Induk Produksi
PENJADWALAN PROSES.
Perencanaan Produksi Harian Case #1
MANAJEMEN PERSEDIAAN PERSEDIAAN: BENTUK PERSEDIAAN:
PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL
MODUL 13 – 1/ 20 MODUL 13 SHORT-TERM SCHEDULING (1/2)
PART 3 DOSEN : AHMAD APANDI, ST
MODUL 08 – 1/ 18 MODUL 08 PERSEDIAAN (1/3) 1. FUNGSI PERSEDIAAN
BAB 8 PENJADWALAN.
PENJADWALAN Bab 9.
SCHEDULING (PENJADWALAN)
Slide 7 – Penjadwalan Process
SCHEDULING (PENJADWALAN)
PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MRP)
P E N J A D W A L A N.
PENJADWALAN PRODUKSI (Bagian 1)
SEQUENCING DAN SCHEDULING
Fakultas Ilmu Komputer Defri Kurniawan, M.Kom
ERP (Modul Produksi) Yusuf Nurrachman.
Penjadwalan Proses.
Mrp , jit , penjadwalan jangka pendek dan menengah
PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MRP)
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
PERSEDIAAN DEPENDENT & JUST IN TIME
SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)
SEQUENCING DAN SCHEDULING
Manajemen Produksi dan Operasi
SCHEDULING (PENJADWALAN)
SCHEDULING (PENJADWALAN)
PENJADWALAN PROSES.
MATERI PENJADWALAN PROSES
Penjadwalan Proses M. Ghofar Rohman.
MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)
Slide 7 – Penjadwalan Process
PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MRP)
Perencanaan Teknis dan Sistem produksi
PRODUCTION AND MATERIAL MANAGEMENT
SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)
Transcript presentasi:

PENGENDALIAN LANTAI PABRIK (SHOP FLOOR CONTROL-SFC)

SHOP FLOOR CONTROL Definisi: Pengendalian lantai pabrik (production activity control (PAC) /shop floor control(SFC) merupakan bagian yang menjadi closed loop dari MRP II yang memberikan umpan balik informasi progress implementasi dari rencana yang telah dibuat. Elemen dari PAC/SFC meliputi: Untuk pengembangan perencanaan berbasis data dan pengetahuan terkini yang mana akan memastikan semua kebutuhan produksi terpenuhi. Untuk mengimplementasikan suatu perencanaan ke dalam laporan status langsung dari sistem produksi Untuk memonitor status komponen utama dalam sistem selama aktivitas pengiriman (dispatching).

Fungsi dan Tujuan Pengendalian Lantai Pabrik Fungsi pengendalian lantai pabrik: Agar aktivitas sesuai rencana Pembuatan laporan Perbaikan rencana Tujuan pengendalian lantai pabrik: Peningkatan pelayanan terhadap pelanggan (Customer service level) Pemanfaatan investasi persediaan (Inventory investment) Efisiensi pengoperasian (Operating efficiency)

Tanggung jawab departemen pengendalian produksi meliputi: Mengecek ketersediaan material, mesin, dan tenaga kerja (loading), mengalokasikan pekerjaan ke mesin, serta memelihara performansi pekerjaan pada tingkat efisiensi yang tinggi Melepas order ke lantai pabrik dan persoalan daftar pengirimannya untuk beberapa mesin (sequencing). Memelihara laporan kemajuan setiap pekerjaan sampai selesai (monitoring).

Pengaruh Bentuk Manufaktur Terhadap PAC Setiap bentuk sistem manufaktur membutuhkan pengendalian lantai pabrik yang berbeda. Pengendalian lantai pabrik untuk Project based (make to order) dikaitkan dengan pesanan, pemesan, waktu penyerahan. Sedangkan pengendalian lantai pabrik untuk repetitive flow lines dikaitkan dengan pemenuhan jadwal induk produksi, dan lain-lain.

PAC batch flow line Batch Flow Line merupakan Lintas produksi yang membuat sekelompok item dalam suatu lot produksi (batch). PAC bertujuan agar dapat meminimasi dan akhirnya menghilangkan waktu yang diperlukan untuk changeover. Untuk itu diperlukan: jumlah ketersediaan item (on hand availability) laju permintaan (demand rate) waktu untuk mengganti produk yang diproduksi laju produksi (production rate) urutan (sequence) produksi

Dilakukan Melalui Penjadualan Produksi PAC job shop PAC job shop bergantung pada tujuannya yaitu; Minimasi manufacturing lead time, Minimasi work in process, Minimasi lateness, dan lain-lain. Dilakukan Melalui Penjadualan Produksi

Penjadwalan Produksi Penjadwalan produksi didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber atau mesin untuk melakukan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Tujuan penjadwalan meliputi : Meminimumkan rata-rata keterlambatan (average lateness) Meminimumkan maksimum keterlambatan (maksimum lateness) Meminimumkan flow time (manufacturing lead time) Meminimumkan barang setengah jadi (work in process) Memaksimumkan utilisasi work center yang bottleneck

Proses penjadwalan Proses penjadwalan produksi membutuhkan tiga informasi dasar untuk setiap order, yaitu : Processing time (tt) atau waktu proses, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memberikan nilai tambah pada order i. Ready time (ri) atau saat siap, yaitu saat paling awal order i dapat diproses oleh mesin Due date (di) atau saat kirim, yaitu saat pengiriman order kepada konsumen. Lateness, Li = Ci – di yaitu waktu antara saat selesai dan due date (di) suatu order i. Tardiness, Ti = max {0,Li} yaitu waktu keterlambatan saat selesai suatu order i.

Kriteria evaluasi penjadwalan Kriteria untuk mengevaluasi penjadwalan yang dilakukan telah banyak dikembangkan. Kriteria evaluasi penjadwalan adalah sebagai berikut: Completion time, Ci atau saat selesai, yaitu saat penyelesaian operasi paling akhir suatu order i. Flow time, Fi =Ci – ri atau waktu tinggal, yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu order i berada dishop. Waiting time, Wi = Ci – ri - atau waktu tunggu, yaitu waktu menunggu antara waktu suatu proses selesai diproses sampai dimulai operasi berikutnya dari pengerjaan setiap operasi pada order i.

Suatu kriteria lain untuk mengevaluasi penjadwalan yang sesuai dengan sistem penjadwalan mundur (backward scheduling), yaitu actual flow time = ddi – Ri atau waktu tinggal aktual. Waktu tinggal aktual adalah waktu yang diperlukan suatu order di shop mulai dari suatu release hingga due date order. Kriteria-kriteria evaluasi penjadwalan tersebut digunakan sebagai parameter dalam pengambilan keputusan tujuan penjadwalan forward. Tiga jenis kriteria keputusan yang umumnya dipilih sebagai tujuan penjadwalan forward adalah:

Tiga jenis kriteria keputusan yang umumnya dipilih sebagai tujuan penjadwalan forward adalah: Efisiensi pemakaian sumber daya dengan mengurangi waktu mesin menganggur, yang dapat dilakukan dengan meminimasi maksimum saat selesai atau completion time (makespan), Cmaks = max {Cij} Responsif terhadap permintaan dengan mengurangi persediaan barang setengah jadi, yang dapat dilakukan dengan mengurangi rata-rata waktu tinggal (flow time) , atau mengurangi rata-rata waktu tunggu Memenuhi batas waktu dan mengurangi keterlambatan, dengan cara minimasi rata-rata tardiness, T, minimasi makespan tardiness, Tmax dan mengurangi jumlah order yang terlambat, Nt.

Urutan pengerjaan dalam pengendalian lantai produksi Pengendalian lantai produksi sangat diperlukan untuk memastikan order-order yang dijadwalkan dapat diproses sesuai jadwalnya. Pengendalian ini dilakukan antara lain dengan mengendalikan prioritas release order, manajemen panjang antrian, dan pengendalian keluar­ masuk order. Aturan penentuan prioritas Beberapa aturan penentuan prioritas adalah: First Come First Serve (FCFS), prioritas diberikan kepada pesanan yang tiba lebih dulu di sumber. Shortest Processing Time (SPT), prioritas diberikan kepada pesanan dengan saat kirim yang lebih cepat. Shortest Total Processing Time Remaining (STPT), prioritas diberikan kepada pesanan dengan sisa waktu proses yang lebih kecil.

Earliest Due Date (EDD), prioritas diberikan kepada pesanan dengan saat kirim yang lebih cepat. Fewest Operation (OP), prioritas diberikan kepada pesanan dengan jumlah pengerjaan yang lebih sedikit. Slack Time (SK), prioritas diberikan kepada pesanan dengan slack yang lebih kecil dalam jadwalnya. Slack time adalah perbedaan antara waktu yang tersisa sebelum saat kirim dikurangi dengan waktu proses yang tersisa. Critical Ratio (CR), prioritas diberikan kepada pesanan dengan critical ratio yang lebih kecil. Critical ratio adalah perbandingan antara waktu yang tersisa sebelum saat kirim dibagi dengan waktu proses. Jika nilai CR = 1 (berarti order sesuai jadwal), CR > 1 (berarti order selesai lebih awal), dan CR < 1 (berarti order selesai terlambat).

Penentuan prioritas yang adil adalah dengan menggunakan metoda FCFS, karena order akan direlease sesuai dengan urutan kedatangan order tersebut. Sistem penentuan prioritas ini sering digunakan oleh sistem manufaktur MTO yang selalu berusaha untuk menjaga keadilan dalam menentukan order yang akan diproses. Evaluasi terhadap cara-cara penentuan prioritas perlu dilakukan untuk menentukan efektivitas dari cara penentuan prioritas tersebut, yang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria berikut: Persentase order yang tepat waktu sampai ke pelanggan Rata-rata jumlah order yang terlambat Rata-rata persediaan produk setengah jadi Waktu idle (menganggur) Minimasi waktu setup Efisiensi pemanfaatan energi

Contoh soal aturan urutan pekerjaan: Jika diketahui ada 5 pekerjaan (job) yang akan diurutkan, yaitu pekerjaan A, B, C, D, dan E dimana sekarang adalah hari pertama dimulainya pekerjaan. Masing-masing pekerjaan secara berurutan membutuhkan waktu proses 5 hari, 10 hari, 2 hari, 8 hari, dan 6 hari. Batas waktu pengerjaan dari ke lima job tersebut adalah 10 hari, 15 hari, 5 hari, 12 hari, dan 8 hari. Urutkanlah ke 5 job tersebut berdasarkan aturan pengurutan FCFS, SPT, EDD, slack, dan critical ratio!   Jawab: Untuk menyelesaikan soal di atas lakukan terlebih dahulu perhitungan untuk menentukan nilai ST dan CR dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: ST = (Due date) – (Present date) – (Processing time) CR = (Due date – Present date) / (Processing time)

Tabel 1. Perhitungan slack dan critical ratio Tabel 1. Perhitungan slack dan critical ratio *) Ada 120 kemungkinan urutan untuk 5 pekerjaan Tabel 2. Urutan pengerjaan dengan aturan FCFS Job * Waktu Proses Batas Waktu Slack Critical Ratio A 5 10 (10-1) – 5 = 4 (10-1)/5 = 1.80 B 15 (15-1) – 10 = 4 (15-1)/10 = 1.40 C 2 (5-1) – 2 = 2 (5-1)/2 = 2.00 D 8 12 (12-1) – 8 = 3 (12-1)/8 = 1.37 E 6 (8-1) – 6 = 1 (8-1)/6 = 1.16 Urutan Waktu Mulai Waktu Proses Completion Time Batas Waktu Tardiness A 5 10 B 15 C 2 17 12 D 8 25 13 E 6 31 23 Rata-rata 18.60 9.6

Tabel 3. Urutan pengerjaan dengan aturan SPT Tabel 4 Tabel 3. Urutan pengerjaan dengan aturan SPT Tabel 4. Urutan pengerjaan dengan aturan EDD Urutan Waktu Mulai Waktu Proses Completion Time Batas Waktu Tardiness C 2 5 A 7 10 E 6 13 8 D 21 12 9 B 31 15 16 Rata-rata 14.80 Urutan Waktu Mulai Waktu Proses Completion Time Batas Waktu Tardiness C 2 5 E 6 8 A 13 10 3 D 21 12 9 B 31 15 16 Rata-rata 18.60 5.6

Tabel 5. Urutan pengerjaan dengan aturan slack Hasil slack untuk masing-masing job A = 4, B = 4, C = 2, D = 3, dan E = 1 Tabel 6. Urutan pengerjaan dengan aturan critical ratio Hasil CR untuk masing-masing job A = 1.80, B = 1.40, C = 2.00, D = 1.37, dan E = 1.16 Urutan Waktu Mulai Waktu Proses Completion Time Batas Waktu Tardiness E 6 8 C 2 5 3 D 16 12 4 A 21 10 11 B 31 15 Rata-rata 16.40 6.8 Urutan Waktu Mulai Waktu Proses Completion Time Batas Waktu Tardiness E 6 8 D 14 12 2 B 10 24 15 9 A 5 29 19 C 31 26 Rata-rata 20.8 11.2

2.Operation overlapping Pengendalian aktivitas produksi dapat juga dilakukan dengan pengoperasian secara overlapping. Operasi overlapping ini bisa dilakukan dengan membedakan antara batch produksi dan batch transfer. Dalam beberapa kasus operasi B bisa disetup sebelum batch pertama datang. Persyaratan suatu proses dikatakan sebagai operation overlapping meliputi: Suatu lot dibagi paling tidak ke dalam 2 batch. Segera setelah batch 1 diproses di mesin A, batch ini dibawa ke mesin B untuk diproses. Sementara mesin A mengerjakan batch 2, mesin B memproses batch 1. Bila mesin A selesai memproses batch 2, batch 2 segera dibawa ke mesin B.

Formulasinya adalah: Q = Q1 + Q2 TAB + SB + Q1PB ≥ Q2PA + TAB TAB + SB + Q1PB ≥ (Q-Q1)PA+TAB Q1(PA+PB) ≥ QPA-SB Q1 ≥ (QPA-SB)/(PA+PB) Keterangan: Q = total lot size Q1 = ukuran minimum batch pertama Q2 = ukuran maximum batch kedua SB = setup time mesin B PA = processing time per unit di mesin A PB = processing time per unit di mesin B TAB = transit antara mesin A dan B 

Contoh soal: Jika diketahui data sebagai berikut: Q = 100 unit SB = 40 menit PA = 10 menit PB = 5 menit TAB = 30 menit Hitunglah besarnya ukuran minimum batch pertama dan ukuran maksimum batch kedua!  Jawab: Q1 ≥ (100X10 - 40)/(10+5) Q1 ≥ 64 unit dan Q2 < 36 unit Bila mesin B dapat disetup sebelum part datang:  Q1 ≥ (100X10)/(10+5) Q1 ≥ 66.7 dan Q2 ≈ 67

Perbandingan lead time tanpa dan dengan overlapping Berdasarkan kasus sebelumnya, maka di bawah ini disajikan hasil perbandingan manufacturing lead time tanpa dan dengan overlapping serta besarnya reduksi yang dihasilkan (bila mesin B dapat disetup sebelum part datang): Q = 100 unit Q1 = 67 unit Q2 = 33 unit SA = 80 menit SB = 40 menit PA = 10 menit PB = 5 menit TAB = 30 menit

MLTtanpa = 80 + 100 x 10 + 30 + 40 + 100 x 5 = 1650 MLTdengan = 80 + 67 x 10 + 30 + 100 x 5 = 1280 Reduksi = 1650 – 1280 = 370 ≈ 22 %. Operation Splitting Dampak operation splitting pada manufacturing lead time adalah dapat dihasilkannya penghematan waktu penyelesaian operasi. Ilustrasi dari proses ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Kondisi yang kondusif untuk melakukan splitting yaitu: Tingginya rasio antara total waktu pengerjaan terhadap waktu setup. Adanya lebih dari satu peralatan atau tenaga kerja yang menganggur. Kemampuan operator bekerja dengan menggunakan lebih dari satu mesin.

Pengendalian Lantai Pabrik dan Antrian Pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan oleh fasilitas datang secara dinamis sehingga membentuk antrian di depan fasilitas tersebut. Antrian yang panjang lama mengidentifikasikan besarnya work in process dan juga tidak terkendalinya lantai pabrik. Antrian di depan fasilitas sudah ditentukan besarnya dengan tujuan agar material flow terjadi dengan baik. Pengetahuan mengenai besarnya antrian ini dapat digunakan untuk mengendalikan lantai pabrik.