Munculnya Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme Disusun Oleh Kelompok : M.Awalluddin R Ervan Satria Noor Iqbal Noviansyah Norma
a. Faktor-Faktor Yang Mendorong Munculnya Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme 1. Faktor-Faktor Ekstern Yang Mendorong Munculnya Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme Timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping disebabkan oleh kondisi dalam negeri, juga ada faktor yang berasal dari luar (ekstern). Berikut ini faktor-faktor ekstern yang memberi dorongan dan energi terhadap lahirnya pergerakan nasional di Indonesia. a. Kemenangan Jepang atas Rusia Selama ini sudah menjadi suatu anggapan umum jika keperkasaan Eropa (bangsa kulit putih) menjadi simbol superioritas atas bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Hal itu ternyata bukan suatu kenyataan sejarah. Perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia, ternyata yang keluar sebagai pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini memberikan semangat juang terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia. b. Partai Kongres India. Dalam melawan Inggris di India, kaum pergerakan nasional di India membentuk All India National (Partai Kongres India), atas inisiatif seorang Inggris Allan Octavian Hume pada t ahun 1885. Dibawah kepemimpinan Mahatma Gandhi, partai ini kemudian menetapkan garis perjuangan yang meliputi Swadesi, Ahimsa, Satyagraha, dan Hartal. Keempat ajaran Ghandi ini, terutama Satyagraha mengandung makna yang memberi banyak inspirasi terhadap perjuangan di Indonesia.
b. Peran Pendidikan dalam Menumbuhkan Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme 1.Peranan Pendidikan dalam menumbuhkan ruh keangsaan dan nasionalisme a. Peranan Pendidikan Islam Terhadap Munculnya Nasionalisme Indonesia Selain peran pendidikan barat, lahirnya kesadaran nasional juga tidak lepas dari peran pendidikan Islam, sebagaimana kita tahu bahwa salah satu saluran islamisasi yang dilakukan di Indonesia adalah melalui kegiatan pendidikan di pondok pondok pesantren. Pendidikan ini memiliki tradisi yang panjang dan lahir sebelum keberadaan pemerintah kolonial Belanda menyelenggarakan penndidikan model barat. b. Peranan Golongan Terpelajar Dalam Pergerakan Kebangsaan Indonesia Tumbuhnya golongan terpelajar sebagai akibat dari perkembangan pendidikan baik yang bercorak barat maupun islam akhirnya membangkitkan suatu kekuatan baru dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dari pendidikan yang mereka dapat itulah mereka akhirnya dapat menemukan
kesalahan dalam perjuangan bangsanya dalam mengusir penjajah, yaitu : 1. tidak adanya ikatan persatuan dan kesatuan dalam mengusir penjajah, karena mereka berjuang untuk kepentingan daerahnya sendiri-sendiri. 2. perjuangan yang dilakukan terlalu bergantung pada seorang pemimpin, tidak ada regenerasi 3. perjuangan yang dilakukan tidak terorganisir dengan baik 4. perjuangan yang dilakukan tidak memiliki tujuan yang jelas Belajar dari kesalahan masa lampau, akhirnya timbullah kesadaran untuk membentuk orgasisasi perjuangan yang teratur agar tujuan perjuangan dapat segera terwujud. Tumbuh dan berkembangnya kesadaran nasional Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor dari dalam negeri : a. lahirnya golongan terpelajar/cerdik pandai b. timbulnya perasaan senasib sepenanggungan akibat penjajahan c. timbulnya kesadaran pentingnya persatuan dan kesatuan d. timbulnya dorongan untuk mengembalikan kejayaan bangsa dimasa lalu, seperti dulu masa sriwijaya dan Majapahit 2. Faktor dari Luar negeri : a. kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, yang membangkitkan semangat bangsa Asia melawan bangsa Eropa b. Masuknya paham paham baru. misalnya paham demokrasi dan liberalisme c. Munculnya pergerakan nasional diberbagai negara di kawasan Asia.
c. Peran Pendidikan dalam Penguatan Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme Pada awal abad ke-20, para priyayi baru menuangkan gagasannya melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu perubahan. Isu-isu yang dipopulerkan, yaitu terkait dengan peningkatan status sosial rakyat bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia pers saat itu adalah orang Indo seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger dari Bintang Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi. Pada abad itu penerbit Tionghoa mulai bermunculan. Para penerbit Tionghoa itulah yang menjadikan pertumbuhan surat kabar berkembang pesat. Penerbit bumiputra pertama di Batavia yang muncul pada pertengahan abad ke-20 adalah R.M. Tirtoadisuryo, F.D.J Pangemanan, dan R.M. Tumenggung Kusuma Utaya, sebagai redakturIlmoe Tani, Kabar Perniagaan, dan Pewarta Prijaji. 1. Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf adalah redaktur Sinar Djawa, yang diterbitkan Honh Thaij & Co. Djojosudiro, redaktur Tjahaja Timoeryang diterbitkan di Malang oleh Kwee Khaij Khee. Di Bandung Abdull Muis sebagai redaktur Pewarta Hindia yang diterbitkan oleh G. Kolff & Co. Sementara itu, tokoh muda dr. Abdul Rivai yang baru datang dari Belanda menganjurkan pada tokoh muda di Hindia untuk membentuk sebuah organisasi. Dalam tulisan-tulisannya dalam Bintang Hindia ia selalu memuat tentang “kemajuan” dan “dunia maju”. Rivai menggolongkan masyarakat menjadi tiga golongan, yaitu kaum kolot, kaum kuno, dan kaum muda.
Seorang pensiunan “dokter Jawa” yaitu Wahidin Soedirohoesodo tertarik dengan tulisan Rivai. Saat itu ia sebagai editor majalah berbahasa Jawa, Retnodhumilah, dalam tulisan itu disarankan agar kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan yang bertujuan untuk memajukan masyarakat. Gagasan Wahidin akhirnya terwujud ketika para pelajar “Stovia”, Sekolah dokter Jawa, mendirikan suatu organisasi bernama Boedi Oetomo, pada 2 Mei 1908. Surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah kolonial adalah De Express. Surat kabar itu memuat berita-berita propaganda ide-ide radikal dan kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial. Puncaknya saat Cipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan Abdul Muis mendirikan Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige Vrijheid (Panitia untuk Peringatan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda dari Perancis), yang kemudian disebut dengan Komite Boemipoetera (1913).