ARIE RAMDHIANI MAHASSA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Perkembangan Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Advertisements

PERTEMUAN KEEMPAT PERKEMBANGAN PENGARUH ISLAM DI ASIA TENGGARA.
KD : 1. Mendeskripsikan sejarah dan perkembangan Islam di Indonesia.
BAB 9 KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
TUGAS SOSIOLOGI SUKU TENGGER SMA NEGERI 1 WARU 2011.
SEJARAH KERAJAAN BANTEN.
Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Pangeran Diponegoro Pangeran Diponegoro atau Raden Mas Ontowiryo adalah putra sulung Pangeran Adipati Anom (Hamengku Buwono III), seorang raja Mataram.
Andi Marwan Zulkhaidir Alfiah Sahraeni Julianti Salam
Modernisasi Pelabuhan Banjarmasin dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Pelayaran dan Perdagangan pada Pertengahan Kedua Abad Ke-20 oleh: SOLEKHA
SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN BANTEN ISLAM
KELOMPOK 1.
BAB 7 USAHA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
STANDAR KOMPETENSI Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan Jepang.
MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN
PERKEMBANGAN ISLAM TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA.
A.    SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA.
120 menit Sejarah / program: IPA 1.
Sejarah Lambang Negara di Dunia
Peninggalan Sejarah Hindu
Kerajaan hindu Budha di Indonesia
LANDASAN PANCASILA DISUSUN OLEH : Fetrinna Winda P. Arma Yanna Sari
TH 3.
KONSEP NEGARA Oleh Ali Usman.
PINTU MASUK DAN SALURAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
3. Kebijakan Pemerintah dalam bidang keagamaan
Jakarta Selayang Pandang
KERAJAAN HINDU-BUDHA DAN ISLAM
SEJARAH TINGKATAN EMPAT BAB 3 TAMADUN AWAL ASIA TENGGARA
Kesultanan Demak Oleh: ELY RAHMA WATI.
Proses Masuknya Pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia.
Saya dan kelompok saya akan menceritakan tentang sunan ampel.
CINDE ILAU SATU KAJIAN SEJARAH SOCIAL TENTANG ORANG MELAYU DI JALUR PERDAGANGAN INDONESIA BAHAGIAN TIMUR ABAD KE Mukhlis.
PERKEMBANGAN ISLAM AWAL
Presented By: Lailatul Hikmah
PAHLAWANKU BY: pasha 5D AKBAR 5D.
Perlawanan Terhadap Kolonialisme sebelum Lahirnya Kesadaran Nasional
Kehidupan Negara-Negara Kerajaan Hindu Budha di Indonesia
dalam menghadapai ekspansi asing (awal abad XVII-akhir abad XIX)
Sejarah Peradaban Islam “Perkembangan Islam di Asia Tenggara”
Sejarah Ekspedisi Bangsa Inggris
Kami dari kelompok 4 , yang beranggotakan : Ignatia Erika Putri (14)
SULTAN AGUNG DARI MATRAMAN
Tugas IPS Kolonialisme Barat
Syekh Maulana Malik Ibrahim
SEJARAH TINGKATAN EMPAT BAB 3 TAMADUN AWAL ASIA TENGGARA
TAJUK PEMBELAJARAN BAB 6: KEMEROSOTAN DAN KEJATUHAN MELAKA.
TAJUK PEMBELAJARAN BAB 6: KEMEROSOTAN DAN KEJATUHAN MELAKA.
SEJARAH TINGKATAN EMPAT BAB 3 TAMADUN AWAL ASIA TENGGARA
Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Oleh : Johannes Sidabalok, S.Pd.
Alma Zakiani Saleha Fatma Al Fajri. Kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh di Kalimantan? Adalah Kesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar ( ),
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
BBM 3104 Kuliah 1 (M1) Pengertian bahasa Melayu Klasik
PENGENALAN.
Bab 7.
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
BBM 3104 Kuliah 1 (Minggu 1) Pengertian bahasa Melayu Klasik
SEJARAH TINGKATAN EMPAT BAB 3 TAMADUN AWAL ASIA TENGGARA
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
TAJUK PEMBELAJARAN BAB 6: KEMEROSOTAN DAN KEJATUHAN MELAKA.
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
Jakarta Selayang Pandang
BBM 3104 Kuliah 1 (Minggu 1) Pengertian bahasa Melayu Klasik
BBM 3104 Kuliah 1 (Minggu 1) Pengertian bahasa Melayu Klasik
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
DESIGN&CREATED BY: MUHAMMAD REIHAN REYDANU.  Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi,
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA N. AINI PUSPITASARI.
ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA Oleh :.
Transcript presentasi:

ARIE RAMDHIANI MAHASSA KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN ARIE RAMDHIANI MAHASSA X IPA 2 (03)

1. KESULTANAN PASIR Pendirian Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara,Balikpapan dan Pamukan. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu bekas negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya". Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa Masuknya islam bersamaan dengan perkawinan antara Putri Adjie Meter dengan keturunan Arab dari Mempawah, Kalimantan Barat.

peta

SISTEM PEMERINTAHAN Kerajaan Pasir menjadi Kesultanan Pasir, wilayah Pasir menjadi taklukan Kerajaan Banjar. Nama Penguasa Gelar Tahun Berkuasa Putri Di Dalam Petung 1516-xxxx Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra 1607–1644 Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra 1644–1667 Aji Perdana bin Aji Anom Singa Maulana Penambahan Sulaiman 1667–1680 Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana Penambahan Adam 1680–1705 Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana Sultan Aji Muhammad Alamsyah (Sultan Pasir I) 1703–1726 La Madukelleng La Madukelleng (Sultan Pasir, Arung Matoa Kerajaan Wajo, Bugis,) 1726–1736 Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Pasir II) 1738–1768 Aji Dipati bin Panembahan Adam Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III) 1768–1799 Aji Panji bin Ratu Agung Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV) 1799–1811 Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah Sultan Ibrahim Alamsyah 1811–1815 Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah Sultan Mahmud Han Alamsyah 1815–1843 Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah Sultan Adam Alamsyah 1843–1853 Aji Tenggara bin Aji Kimas Sultan Sepuh II Alamsyah 1853–1875 Aji Timur Balam Sultan Abdurahman Alamsyah 1875–1890 Sultan Muhammad Ali Alamsyah 1880–1897 Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman Sultan Sulaiman Alamsyah 1897–1898 Pangeran Ratu bin Sultan Adam Alamsyah Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah 1898–1900 Pangeran Mangku Jaya Kesuma Sultan Ibrahim Khaliluddin[23] 1900–1906

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL Semua kebijakan Sultan Ibrahim Chaliluddin tidak ditaati oleh rakyat, seperti pajak. Melihat rakyat yang kurang koperatif, Sultan mulai putus asa. Apalagi mendengar kebijakan baru yang dibuat oleh Belanda, yaitu diberlakukannya kerja rodi yang Mewajibkan rakyat bekerja 20 hari pertahun yang secara langsung berpengaruh pada perekonomian Kerajaan Pasir. HASIL BUDAYA PANTI Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. 2. BENDERA PERANG

KERUNTUHAN Tiga tahun lamanya Sultan Ibrahim Chaliludin ditawan pihak Belanda di Banjarmasin, sampai pada akhirnya pada tanggal 31 Juli 1918 keluarlah vonnis Belanda yang menetapkan bahwa Sultan Ibrahim Chaliludin diasingkan ke Teluk Betung (Sumatera), Pangeran Mantri ke Padang (Sumatera), Pangeran Prawira ke Banyumas dan Adjie Menyuh ke Bengkulen. Perlawanan Bangsawan Pasir berakhir dengan tertangkapnya para pemimpin pada akhir tahun 1916.

2. KESULTANAN BANJAR PENDIRIAN: Kerajaan Islam Banjar merupakan salah satu kerajaan terbesar di Kalimantan. Hingga saat ini terdapat kontroversi di kalangan ahli sejarah mengenai kapan islam masuk ke Kalimantan Selatan. Paling tidak ada dua aliran besar tentang ini: Pertama kalangan yang mengatakan bahwa islam masuk sebelum pasukan demak tiba di Banjarmasin; kedua, golongan yang mengatakan bahwa islam masuk ke Kalimantan Selatan setelah Kerajaan Daha berhasil direbut oleh Pangeran Samudera bersamaan dengan pasukan militer Kerajaan Islam Demak.

PETA KESULTANAN BANJAR

SISTEM PEMERINTAHAN 1.      1526 – 1545: Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam. 2.      1545-1570: Sultan Rahmatullah 3.      1570 - 1595 : Sultan Hidayatullah 4.      1595 - 1620 : Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612. 5.      1620 - 1637 : Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah. 6.      1637 - 1642 : Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah. 7.      1642 - 1660 : Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa. 8.      1660 - 1663 : Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin. 9.      1663 - 1679 : Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung. 10.  1679 - 1700 : Sultan Tahlilullah berkuasa. 11.  1700 - 1734 : Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning. 12.  1734 - 1759 : Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah. 13.  1759 - 1761 : Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah. 14.  1761 - 1801 : Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah. 15.  1801 - 1825 : Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah. 16.  1825 - 1857 : Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman. 17.  1857 - 1859 : Pangeran Tamjidillah. 18.  1859 - 1862 : Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina 19.  1862 - 1905 : Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar

SISTEM EKONOMI Memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.

SISTEM SOSIAL Dalam  kehidupan  masyarakat  Banjar  terdapat  susunan dan  peranan  sosial  yang berbentuk limas (lapisan).  Lapisan  paling  atas  adalah  golongan  penguasa  yang  merupakan golongan minoritas.  Mereka  adalah  kaum  bangsawan  atau  “bubuhan  raja-raja”. Penghargaan masyarakat  terhadap  golongan  bangsawan  ini  sesuai  dengan  derajat kebangasawanannya. Mereka, secara turun-temurun, menjadi golongan terhormat dan berdarah bangsawan, serta mempunyai  gelar-gelar  seperti  sultan,  pangeran,  ratu,  gusti,  andin,  antung, dan  nanang. Golongan ini mempunyai hak memungut cukai dari hasil bumi, hasil pertanian, perikanan dan lain-lain. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)             Golongan kedua adalah pejabat kerajaan, ulama-ulama, mufti, dan penghulu. Golongan ini langsung berhubungan dengan penduduk. Segala macam barang yang mereka beli dari masyarakat dan di bayar dengan uang. Mufti sebagai pejabat formal mengurus segala perkara hukum pada tingkat tinggi. Sementara ulama-ulama menyampaikan ajaran agama islam. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)             Golongan ketiga merupakan golongan terbesar, yaitu rakyat biasa. Mereka itu adalah golongan yang hidup dari bertani dan perdagangan kecil-kecilan, nelayan, kerajinan, industri, dan pertukangan. (httplibrary.utem.edu.mye-melakakoleksi%20melakasejarahmn2008.pdf)             Golongan  bawah  adalah  golongan pandeling. Golongan pandeling adalah  mereka  yang kehilangan  setengah  kemerdekaan  akibat  hutang-hutang  yang  tak  dapat  mereka  bayar. Biasanya,  merekalah  yang  menjalankan  perdagangan  dari  golongan  bangsawan  atau pedagang-pedangan  kaya.  Golongan  ini  berakhir  pada  abad  ke-19,   seiring  dengan dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda.

KERUNTUHAN HASIL BUDAYA 1. GAMELAN 2. MAHIDIN 3. SENI UKIR 4. BALAMUT Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya

3. KESULTANAN KOTAWARINGIN PENDIRIAN: Kesultanan Kotawaringin merupakan satu-satunya kesultanan yang tercatat pernah berdiri di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut fakta sejarah, sejarah berdirinya Kesultanan Kotawaringin tidak bisa dilepaskan dari Kesultanan Banjar yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Salah satu fakta sejarah ditunjukan dalam buku Mengenal Kabupaten Kotawaringin Barat karangan J.U. Lontaan dan G.M. Sanusi. Dalam buku tersebut, Lontaan dan Sanusi menyatakan bahwa Kesultanan Kotawaringin didirikan oleh Pangeran Anta Kasuma yang merupakan salah satu keturunan dari Sultan Banjar, Sultan Musta’in Billah. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa sejak awal berdiri, Kesultanan Kotawaringin telah menjadi bagian dari Kesultanan Banjar.

PETA KERAJAAN KOTAWARINGIN

SISTEM PEMERINTAHAN Masa keemasan Kesultaan Kotawaringin tak berlangsung lama. Bersamaan dengan situasi di mana kesultanan mencapai titik tertinggi di bidang perekonomian, muncul kebijakan baru dari negara induk, yaitu Kesultanan Banjar untuk menyerahkan Kesultanan Kotawaringin di bawah penguasaan Belanda. Penyerahan Kesultanan Kotawaringin kepada Belanda merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh Kesultanan Banjar semasa pemerintahan Sultan Tahmidillah II. Konsekuensi ini merupakan bagian dari kompensasi yang diberikan kepada Belanda karena telah membantu dalam peperangan melawan Pangeran Amir. Selain kompensasi berupa lada, emas, permata (intan), serta izin untuk mendirikan kantor di Tabanio, Hulu sungai, Pulau Kaget, dan Tatas, dalam perjanjian pada tanggal 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar juga menyerahkan sebagian wilayahnya yang meliputi daerah pantai Timur Kalimantan ke barat, termasuk Pasir, Pulau Laut, Tabanio, Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kotawaringin dengan lingkungan sekitar dan daerah taklukannya, serta sebagian dari Desa Tatas.  Pada masa pasca kemerdekaan, status Kesultanan Kotawaringin berubah dari kerajaan yang independen menjadi salah satu bagian dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk swapraja atau kawedanan. Secara resmi, daerah swapraja Kotawaringin masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1950, meskipun sebenarnya Swapraja Kotawaringin telah dimasukan ke Kabupaten Kotawaringin semenjak tanggal 27 Desember 1949 berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun 1948 Status ini kemudian berkembang menjadi bentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Barat. Daerah ini ditetapkan sebagai daerah otonom dengan Pangkalan Bun sebagai ibukota kabupaten.

RAJA-RAJA 1. Pangeran Adipati Anta Kasuma bergelar Ratu Bagawan 2. Pangeran Mas Adipati 3. Panembahan Kota Waringin 4. Pangeran Prabu/ Panembahan Derut 5. Pangeran Adipati Muda 6. Pangeran Panghulu 7. Pangeran Ratu Bagawan 8. Pangeran Ratu Anom Kasuma Yudha 9. Pangeran Imanudin/ Pangeran Ratu Anom 10. Pangeran Akhmad Hermansyah 11. Pangeran Ratu Anom Alamsyah I 12. Pangeran Ratu Sukma Negara 13. Pangeran Ratu Sukma Alamsyah 14. Pangeran Kasuma Anom Alamsyah II (meninggal pada tahun 1975) 15. Pangeran Muasyidin Syah (pengurus harian) 16. Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah (2010-sekarang)

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL Pada masa Pangerana Ratu Bengawan (1727-1761 M ) Kesultanan kotawaringin mengalami masa keemasan, pada masa ini hasil pertanian dan hasil bumi melimpah ruah dan di eksfor keluar daerah. Perdagangan hasil kerajinan produksi Kotawaringin menjadi terkenal dan sangat laku di pasaran regional. Krena kemajuan ekonomi ini rupanya juga memacu perkawinan antar suku dan banyak pendatang baru yang menetap di Kotawaringin. Peralihan penguasaan Kesultanan Kotawaringin ternyata berdampak sangat besar. Pengalihan ini terutama berimbas pada sektor perekonomian dan pemerintahan. Penguasaan (monopoli) perdagangan yang sebelumnya dipegang oleh Kesultanan Kotawaringin, kini diambil alih oleh Belanda. Contoh nyata dari pengambil-alihan perdagangan tersebut adalah berpindahnya monopoli perdagangan garam yang sebelumnya dipegang oleh Kesultanan Kotawaringin, kini beralih ke tangan Belanda. Peralihan tesebut membuat pendapatan yang diterima Kesultanan Kotawaringin menjadi berkurang.

HASIL BUDAYA kemunduran a. Istana-istana dan bangunan yang indah seperti istana Alnursari, mesjid Jami Kotawaringin dan Istana Kuning atau Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana yang bersifat terbuka. b. Kelompok Musik Raja dan Pernaman Abdul Mulik Sejenis Komedi Saudi Arabia kemunduran Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemunduran Kesultanan Kotawaringin. Pertama, penguasaan atas Kesultanan Kotawaringin yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kesultanan Banjardiserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Kedua, perpecahan di pihak keluarga KesultananKotawaringin. Imbas dari penyerahan kekuasaan tersebut, Pemerintah Hindia Belanda kemudianmelakukan monopoli perdagangan (garam) sekaligus “memancing di air keruh” atas perselisihan yangmenimbulkan konflik di pihak keluarga kesultanan. Inilah masalah klasik yang melanda berbagai kerajaan di nusantara di akhir masa kekuasaan.  

4. Kerajaan pagatan PENDIRIAN: Pagatan baru disebut sekitar tahun 1750, dibangun oleh seoran hartawan asal Tanah Bugis, tepatnya dari Wajo (Sulawesi Selatan) bernama Puanna Dekkè. Beliau mulanya berlayar menuju tanah Pasir (Kalimantan Timur). Hatinya tak berkenan disana, sehingga berlayar lagi menyusuri Tanah Bumbu. Akhirnya Beliau menemukan sungai yang termasuk dalam wilayah kuasa Kesultanan Banjar. Selanjutnya Puanna Dekkè bertolak ke Bandarmasih (Banjarmasin) untuk membuka pemukiman kepada Sultan Banjar VII yaitu Panembahan Batu (1734).

PETA KERAJAAN PAGATAN

SISTEM PEMERINTAHAN Raja-raja Pagatan dan Kusan ; 1. La Pangèwa (1755-1800), Raja Pagatan I bergelar Kapitan Laut Pulo. 2. La Palèbi (1830-1838), Raja Pagatan II. 3. La Paliweng (Arung Abdul Rahim), 1838-1855, Raja Pagatan III. Pangeran Djaja Soemitra anak dari Pangeran Nafis menjadi Raja Kusan IV (1840-1850), pindah ke kampung Malino, menjadi Raja Pulau Laut I pada tahun 1850 hingga 1861. Sejak tahun 1850 pemerintahan Kerajaan Kusan digabung dengan Kerajaan Pagatan. 4.La Matunra (Arung Abdul Karim), 1855-1863, Raja Pagatan dan Kusan. 5. La Makkarau (1863-1871). 6. Abdul Jabbar (1871-1875). 7. Ratu Senggeng (Daeng Mangkau), 1875-1883. 8. H. Andi Tangkung (Petta Ratu), 1883-1893. 9. Andi Sallo (Arung Abdul Rahman), 1893-1908.

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL Daerah-daerah pesisir yang akan disinggahi para saudagar bugis, apabila memiliki nilai ekonomi strategis maka kemudian akan dijadikan perkampungan yang merupakan cikal balakal berkembangan peradabaan suku bugis diluar Sulawesi Selatan. Hal tersebut dapat ditelusuri sebagai salah satu kajian sejarah suku Bugis Pagatan yang ada di Wilayah Banua Orang Banjar Kalimantan Selatan. Keberadaan suku Bugis Pagatan di Kalimantan Selatan selanjutnya dapat menambah keunikan peradaban didaerah ini yang menjadi khasana Budaya yang hermonis dengan peradapan Budaya Orang Banua. Keberadaan Kerajaan Pagatan di Banua orang Banjar dalam sejarah tidak pernah dipersoalkan oleh Kesultanan Kerajaan Banjar, bahkan mendapat restu untuk mengatur pemerintahan sendiri terhadap daerah yang telah dibangun oleh suklu Bugis. Oleh karena itu berdirinya kerajaan pagatan hanya merupakan kerajaan kecil yang berdaulat pada Kerajaan Banjar yang merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di wilayah Nusantara. Keberadaan kerajaan Pagatan justeru membantu Kerajaan banjar dalam mempercepat pembangunan diwilayah pesisir dan penyebaranan Agama Islam di Kalimantan Selatan. 

5. KESULTANAN SAMBAS PENDIRIAN: Pengaruh Islam yang masuk ke Kerajaan Sambas Tua sebenarnya datang dari Kesultanan Brunei Darussalam yang dipimpin Sultan Abdul Majid Hasan 1402 – 1408 M). Sultan ini tidak memiliki anak sehingga ketika beliau wafat pada tahun 1408 M, tahta kesultanan dilimpahkan kepada adik iparnya, bernama Ong Sum Pin, seorang muallaf keturunan Cina. Ong Sum Pin adalah suami dari Putri Ratna Dewi, adik kandung almarhum Sultan Abdul Majid Hasan. Setelah dinobatkan menjadi sultan, Ong Sum Pin menyandang gelar Sultan Ahmad (1408 – 1425 M)

PETA KESULTANAN SAMBAS

SISTEM PEMERINTAHAN Ketika berada di bawah pengaruh pemerintah kolonial Hindia Belanda, Kesultanan Sambas tidak lagi leluasa mengatur pemerintahannya sendiri. Penunjukan sultan dan putra mahkota harus dengan izin resmi dari pemerintah kolonial. Saat terjadi kekosongan pemerintahan, pemerintah kolonial berhak membentuk dewan pemerintahan kesultanan sementara bernama Bestuur Commisie yang terdiri dari bangsawan tinggi Kesultanan Sambas dan wakil dari pemerintah kolonial.

RAJA-RAJA: 01. Raden Janur (sekitar tahun 1364 M). 02. Tang Nunggal. 03. Ratu Sepudak (1550 M). 04. Pangeran Prabu Kencana bergelar Ratu Anom Kesuma Yuda. 05. Raden Bekut bergelar Panembahan Kota Balai. 06. Raden Mas Dungun. Kesultanan (Islam) Sambas: 01. Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631 – 1668 M). 02. Sultan Muhammad Tajuddin (1668 – 1708 M). 03. Sultan Umar Akamuddin I (1708 – 1732 M) 04. Sultan Abubakar Kamaluddin I (1732 – 1762 M). 05. Sultan Umar Akamuddin II (1762 – 1786 M). 06. Sultan Achmad Tajuddin (1786 – 1793 M). 07. Sultan Abubakar Tajuddin I (1793 – 1815). 08. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I (1815 – 1828). 09. Sultan Usman Kamaluddin (1828 – 1831). 10. Sultan Umar Akamuddin III (1831 – 1845). 11. Sultan Abubakar Tajuddin II (1845 – 1855). 12. Sultan Umar Kamaluddin (1855 – 1866). 13. Sultan Muhammad Syafiudin II (1866 – 1922). 14. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II (1922 – 1926). 15. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931 – 1943) (Ratih, tt:65). 16. Pangeran Ratu Muhammad Taufik (1944 – 1984). 17. Pangeran Ratu Winata Kusuma (2000 – 2008). 18. Pangeran Ratu Muhammad Tarhan (2008 – sekarang)

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL: Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara resmi pada tahun 1949, Kesultanan Sambas bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah swapraja. Pada perkembangannya, wilayah yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dijadikan sebagai ibu kota Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Karena sudah menjadi bagian dari wilayah negara Indonesia, jabatan sultan sebagai pemimpin Kesultanan Sambas ditiadakan dan digantikan dengan jabatan yang disebut Kepala Rumah Tangga Kesultanan Sambas hingga sekarang. Berhubungan dengan itu, maka perekonomian semakin membaik sampai sekarang dibandingkan pada masa colonial.

HASIL BUDAYA 1) Kota Lama 2) Kota Bangun 3) Kota Bandir 4)      Lubuk Madung memiliki cerita historis, selain sebagai pusat pemerinahan kesultanan sambas yang pertama, ubug madung juga merupakan tempat dimana Raden sulaiman dinobatkan menjadi sultan dan bersama keluargany dan pengikutnya menyebabkan agama islam. 5)      Muara Ulakan menyimpan paling banyak peninggalan dari kesultanan sambas 6)      Tiang Bendera 7)      Makam-makam Sultan-Sultan Sambas  8) Masjid jami kesultanan sambas

6. KESULTANAN KUTAI KERTANEGARA ING MARTADIPURA PENDIRIAN: Sejarah berdirinya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura tidak bisa dipisahkan dari berdirinya Kerajaan Kutai. Keberadaan Kerajaan Kutai dibuktikan dengan ditemukannya tujuh prasasti (tiang batu bertulis) yang disebut yupa di Kalimantan Timur. Ketujuh yupa tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan menggunakan huruf Pallawa yang lazim dipakai pada abad ke-5 M atas titah seorang raja bernama Mulawarman. Jika huruf yang dipakai dalam prasasti di Kerajaan Kutai dibandingkan dengan huruf Pallawa yang berasal dari India, maka dapat diperkirakan bahwa Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4-5 M. Dua orang ulama dari Makassar datang ke Kerajaan Kutai Kartanegara pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525 – 1600 M), yaitu Tuan Ri Bandang dan Tunggang Pararang. Seperti dikisahkan dalam Salasilah Kutai, tujuan kedatangan kedua ulama tersebut adalah menyebarkan agama Islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota untuk memeluk Islam. Pada awalnya, ajakan kedua ulama ini ditolak oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan agama negara di Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.  

PETA KESULTANAN KUTAI KERTANEGARA ING MARTADIPURA

SISTEM PEMERINTAHAN

RAJA-RAJA 1. Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300 - 1320 M) 2. Aji Batara Agung Paduka Nira (1320 - 1370 M) 3. Aji Maharaja Sultan (1370 – 1420 M) 4. Aji Mandarsyah (1420 – 1475 M) 5. Aji Pangeran Tumenggung Baya-Baya (1475 – 1525 M) 6. Aji Raja Mahkota (1525 – 1600 M) 7. Aji Dilanggar (1600 – 1605 M) 8. Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605 – 1635 M) 9. Aji Pangeran Agung ing Martadipura (1635 – 1650 M) 10. Aji Pangeran Dipati Majakesuma ing Martadipura (1650 – 1686 M) 11. Aji Bagi Gelar Ratu Agung (1686 – 1700 M) 12. Pangeran Jembangan (1700 – 1730 M) 13. Aji Pangeran Dipati Anom Mendapa ing Martadipura atau Aji Yang Begawan (1730 – 1732 M) 14. Aji Sultan Muhammad Idris (1732 – 1739 M) 15. Aji Marhum Muhammad Muslihudin (1739 – 1782 M) 16. Aji Sultan Muhammad Salehudin (1782 – 1845 M) 17. Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1845 – 1899 M) 18. Aji Sultan Muhammad Alimudin (1899 – 1910 M) 19. Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920 – 1960 M) 20. Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II (2001 – sekarang)

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL MAJU DAN TERORGANISIR KARNA MEMILIKI SISTEM PEMERINAHAN YANG SIGNIFIKAN. HASIL BUDAYA 1. KETOPONG SULTAN KUTAI 2. KALUNG CIWA 3. KALUNG UNCAL 4. KURA KURA MAS 5. TALI JUWITA 6. KERING BUKIT KANG 7. KELAMBU KUNING

Penghidupan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais berniat untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagaikerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur dalam upaya menarik minat wisatawan nusantara maupun mancanegara. Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putera Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI Abdurrahman Wahid di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud di atas. Presiden Wahid menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe. Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P. Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.

7. KESULTANAN BERAU PETA PENDIRIAN: MENURUT RISET TENTANG BERBAGAI SUKU BANGSA DI DUNIA, MASYARAKAT DI WIALAYAH BERAU TERMASUK SUKU BANGSA MELAYU PETA

SISTEM PEMERINTAHAN Sebelum bergabung menjadi Kerajaan Berau, di wilayah sekitar Sungai Berau sudah terdapat beberapa pemerintahan kecil yang disebut banua atau kampung. Masing-masing dari pemerintahan kecil di Berau sebenarnya sudah memiliki kelengkapan untuk menjadi sebuah negara atau kerajaan. Mereka mempunyai pemimpin, rakyat, wilayah kekuasaan, dan pengakuan dari luar wilayah mereka. Setiap banua dipimpin oleh seorang kepala adat atau kepala suku sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin adat dan pemimpin agama.

RAJA-RAJA Aji Raden Soerja Nata Kasoema dan Aji 2. Poetari Paramaisoeri (1400-1432). 3. Aji Nikullam (1432-1461). 4. Aji Nikutak (1461-1492). 5. Aji Nigindang (1492-1530). 6. Aji Panjang Ruma (1530-1557). 7. Aji Temanggung Barani (1557-1589). 8. Aji Surya Raja (1589-1623). 9. Aji Surga Balindung (1623-1644). 10. Aji Dilayas (1644-1673). 11. Aji Pangeran Tua (1673-1700). 12. Aji Pangeran Dipati (1700-1731). 13. Sultan Muhammad Hasanuddin (1731-1767). 14. Sultan Amiril Mukminin (1767-1779). 15. Sultan Muhammad Zaenal Abidin (1779-1800)

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL SIS.EKONOMI: bertani, mencari ikan dan mencari hasil hutan, seperti damar, gaharu, rotan dan lain-lain. Sektor perdagangan telah berjalan. SIS.SOSIAL: Kerajaan cukup baik dan makmur dan keamana terjaga Suku-suku Berau : Didaerah Berau dikenal 5 sub suku Dayak yaitu : Segayi, Punan, Kenyah, Labbu dan Basap, yang hampir semuanya memilih tinggal di pedalaman, di ulu-ulu sungai Segah dan Kelay.

keruntuhan Bibit perpecahan dalam lingkungan keluarga kerajaan sejatinya sudah dimulai setelah era kekuasaan Aji Dilayas, raja Berau ke-9. Ketika itu, sang Raja yang beristri banyak memiliki banyak keturunan. Kemudian dua di antaranya sama kuat sebagai kandidat pengganti raja, yakni Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Dalam memutuskan siapa yang berhak mengantikan ayah mereka, terjadi sejumlah perdebatan besar di kalangan keluarga kerajaan. Khawatir konflik akan semakin membesar, diambillah keputusan bersama, bahwa Kerajaan Berau akan dipimpin secara bergantian oleh keduanya dan oleh keturunan keduanya. Sebagai putra sulung, Pangeran Tua mendapat kesempatan memerintah sejak 1673 hingga 1700. Sementara adiknya, Pangeran Dipati memerintah sejak 1700 hingga 1731. Kondisi ini terus berlangsung hingga akhirnya perseteruan yang terjadi di antara dua dinasti tidak bisa lagi damaikan. Pada 1800, Kerajaan Berau dibagi untuk dua keturunan. Keturunan Aji Pangeran Dipati, dengan pewaris tahta Sultan Gazi Mahyudi memperoleh wilayah di sebelah utara Sungai Berau serta wilayah kiri dan kanan Sungai Segah.

8. KESULTANAN SAMBALIUNG Kesultanan Sambaliung (sebelumnya bernama Kerajaan Tanjung) adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian, kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).

Raja/sultan yang memerintah Raja Alam (1830-1836) Bungkoh (1837-1839) Muhammad Jalaluddin bin Alam ( 1849) Muhammad Hasyik Syarifuddin bin Alam (1849 - 1869) Muhammad Adil Jalaluddin bin Muhammad Jalaluddin (1869 - 1881) Abdullah Muhammad Khalifatullah Bayanuddin bin Muhammad Jalaluddin (1881 ) Datuk Ranik ( 1921) Muhammad Aminuddin (Datuk Ranik) (1921 )

9. KESULTANAN GUNUNG TABUR Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur. Sultan Gunung Tabur Sultan-sultan Gunung Tabur diantaranya adalah sebagai berikut: 1. 1820 - 1834 - Zainul Abidin II bin Badruddin 2. 1834 - 1850 - Ayi Kuning II bin Zainul Abidin 3. 1850 - 1876 - Amiruddin Maharaja Dendah 4. 1876 - 1882 - Hasanuddin II Maharaja Dendah II bin Amiruddin 5. 1882 - ... - Sultan Siranuddin 6. ... - 1921 - Maulana Ahmad (bupati) 7. 1921 - ... - Muhammad Khalifatullah Jalaluddin

10. KESULTANAN PONTIANAK Pendirian Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie, seorang putra ulama keturunan Arab Hadramaut dari Kerajaan Mempawah, pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada tahun1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinyaMasjid Jami Pontianak (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariyah yang sekarang terletak diKelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak.

PETA

SISTEM PEMERINTAHAN Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak.Pada tahun 1943-1945, pejuang-pejuang di Kalimantan Barat ikut berjuang melawan kolonialisme Jepang di Indonesia, sebagaimana yang dilakukan pejuang-pejuang di Jawa dan Sumatera. Puncaknya, pada tanggal 16 Oktober 1943 terjadi pertemuan rahasia di Gedung Medan Sepakat Pontianak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari berabagai golongan. Mereka bersepakat untuk merebut kekuasaan dari pemerintah kolonial Jepang dan mendirikan Negeri Rakyat Kalimantan Barat dengan lengkap 18 menterinya.

SULTAN-SULTAN PONTIANAK No Sultan Masa pemerintahan 1 Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin Habib Husein Alkadrie 1 September 1778 – 28 Februari 1808 2 Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie 28 Februari 1808 – 25 Februari 1819 3 Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie 25 Februari 1819 – 12 April 1855 4 Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Usman Alkadrie 12 April 1855 – 22 Agustus 1872 5 Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid Alkadrie 22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895 6 Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif Yusuf Alkadrie 15 Maret 1895 – 24 Juni 1944 * Interregnum 24 Juni 1944 – 29 Oktober 1945 7 Mayjen KNIL Sultan Hamid II (Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie) 29 Oktober 1945 – 30 Maret 1978 30 Maret 1978 – 15 Januari 2004 8 Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie[4] 15 Januari 2004 – Sekarang

SISTEM EKONOMI SISTEM SOSIAL Kesultanan Kadriah merupakan kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan beserta kerajaan-kerajaan lain, seperti Kerajaan Sambas dan Kerajaan Banjar. Kesultanan Kadriah berkembang pesat karena didukung dengan adanya jalur pelayaran dan perdagangan yang menyebabkan banyaknya kapal nusantara dan asing yang datang ke pelabuhan tersebut untuk memasarkan berbagai jenis barang dagang. Di antara jenis barang yang dimaksud adalah: berlian, emas, lilin, rotan, tengkawang, karet, tepung sagu, gambir, pinang, sarang burung, kopra, lada, kelapa, dan sebagainya. SISTEM SOSIAL Masyarakat Pontianak dikelompokkan secara sosial berdasarkan identitas kesukuan, agama, dan ras. Pengelompokan berdasarkan suku, yaitu: pertama, komunitas suku Dayak yang tinggal di daerah pedalaman. Komunitas ini dikenal tertutup, lebih mengutamakan kesamaan dan kesatuan sosio-kultural. Kedua, komunitas Melayu, Bugis, dan Arab, yang dikenal sebagai penganut Islam terbesar di daerah ini yang lebih menekankan aspek sosio-historis sebagai kelas penguasa. Ketiga, imigran Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang dikenal sebagai satu kesatuan sosio-ekonomi.

HASIL BUDAYA 1. Tradisi Saprahan (Makan Dalam Kebersamaan) Kata Saprahan sudah asing terdengar di telinga masyarakat Kalbar, padahal kata ini adalah sebuah jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk di dalam satu barisan, saling berhadapan dalam duduk satu kebersamaan. Masa kini tradisi tersebut telah berganti menjadi sebuah trend baru prasmanan, dimana sulit untuk mempertemukan sekelompok orang atau masyarakat dalam satu majelis, saling berbagi rasa tanpa syak swangka, saling berhadapan sembari menikmati hidangan makanan di hadapannya. 2. Pantun 3. Mantra 4. Syair 5. Jepin Lembut Dijadikan media dakwah dalam penyebaran islam.

Pembentukan pontianak Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, atas prakarsa Sultan Hamid II, Kesultanan Pontianak dan kesultanan-kesultanan Melayu di Kalimantan Barat bergabung dengan Republik Indonesia Serikat. Pada masa itu Sultan Hamid II menjabat sebagai Presiden Negara Kalimantan Barat (Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat) pada 1947-1950. Sultan Hamid II adalah perancang Lambang Negara Indonesia. Selain sebagai Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg / BFO) pada tahun 1949, ia juga menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat Pada 28 Oktober 1946, Pemerintah Sipil Hindia Belanda sebagai Dewan Borneo Barat membentuk Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan mendapat kedudukan sebagai Daerah Istimewa pada 12 Mei 1947. Daerah Istimewa Kalimantan Barat meliputi monarki-monarki (swapraja) di Kalimantan Barat, termasuk Kesultanan Pontianak. Saat itu Sultan Hamid II ditujuk sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat. Sebelum 5 April 1950, Daerah Istimewa Kalimantan Barat bergabung dengan Negara Republik Indonesia (RIS). Daerahnya kemudian menjadi bagian dari Provinsi Administratif Kalimantan. Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat pada 17 Agustus 1950, wilayah Kesultanan Pontianak menjadi bagian Provinsi Kalimantan Barat. Setelah Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978, terjadi kekosongan jabatan sultan di keluarga Kesultanan Paontianak. Kekosongan jabatan itu bahkan berlangsung selama 25 tahun. Namun pada 15 Januari 2004, pihak bangsawan Istana Kadriyah mengangkat Syarif Abubakar Alkadrie sebagai Sultan Pontianak. Jauh sebelumnya, tepatnya pada 29 Januari 2001 seorang bangsawan senior, Syarifah Khadijah Alkadrie, mengukuhkan Kerabat Muda Istana Kadriah Kesultanan Pontianak. Kerabat Muda ini bertujuan menjaga segala tradisi dan nilai budaya Melayu Pontianak, termasuk menghidupkan dan melestarikannya.

11. KERAJAAN TIDUNG PENDIRIAN: Kerajaan Tidung terletak di wilayah sebelah utara Kalimantan Timur. Kerajaan ini memerintah suku Tidung yang banyak bermukim di wilayah Kalimantan Timur dan Malaysia (Sabah) Terdapat dua fase untuk menggambarkan sejarah dari Kerajaan Tidung, yaitu fase Kerajaan Tidung Kuno dan Kerajaan Tidung (Kerajaan Tarakan). Kerajaan Tidung Kuno merupakan cikal bakal dari berdirinya Kerajaan Tidung. Pusat pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno berpindah-pindah antara tahun 1076 – 1557 M. Akan tetapi sejak pusat pemerintahan Kerajaan Tidung Kuno menetap di Tarakan pada tahun 1557 M, mulai saat itulah Kerajaan Tidung Kuno dikenal dengan nama Kerajaan Tidung atau Kerajaan Tarakan.  

PETA KERAJAAN TIDUNG/TARAKAN

SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan di Kerajaan Tidung dibagi menjadi dua, pertama ketika masih bernama Kerajaan Tidung Kuno dan kedua ketika telah bersulih nama menjadi Kerajaan Tidung. Ketika masih dinamakan sebagai Kerajaan Tidung Kuno, kerajaan ini telah membuat suatu sistem pemerintahan dengan menempatkan seorang raja sebagai pemimpin tertinggi. Sehubungan dengan beberapa kali perpindahan yang dilakukan oleh Kerajaan Tidung Kuno, maka pusat pemerintahan dibuat dengan konsep wilayah yang kecil atau lazim disebut kampung. Dari kampung inilah, raja di Kerajaan Tidung Kuno mengontrol wilayah kekuasaan yang tersebar di sekitar Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur

RAJA-RAJA 1. Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571) 2. Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613) 3. Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650) 4. Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695) 5. Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731) 6. Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765) 7. Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782) 8. Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817) 9. Amiril Tadjoeddin (1817-1844) 10. Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867) 11. Datoe Maoelana Amir Bahar (1867-1896) 12. Datoe Adil (1896-1916)

SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL EKONOMI: Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu di kawasan Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni: Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas. SOSIAL: Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku Tidung yang ada di Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : A. Dialek bahas Tidung Malinau B. Dialek bahasa Tidung Sembakung. C. Dialek bahas Tidung Sesayap. D. Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.

HASIL BUDAYA Pesta Iraw Tengkayu adalah suatu bagian dari unsur kebudayaan Indonesia yang lahir dan berkembang pada masyarakat tidung sebagai bentuk interaksi dengan lingkungan sekitarnya.  Tradisi ini untuk memperlihatkan sesuatu tindakan rasa syukur masyarakat yang diberikan melalui aktifitas mereka sebagai nelayan sehingga pesta ini dikonotasikan sebagai pesta laut. 

12. KESULTANAN BULUNGAN PENDIRIAN: Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu di kawasan Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni: Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.

PETA KESULTANAN BULUNGAN

SISTEM PEMERINTAHAN Masa Pemerintahan Yang Dipimpin Oleh Seorang Kesatria/Wira 1. Datuk Mencang (Seorang bangsawan dari Brunei), beristrikan Asung Luwan(1555-1594) 2. Singa Laut, Menantu dari Datuk Mencang (1594-1618) 3. Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640) 4. Wira Keranda, Putera Wira Kelana (1640-1695) 5. Wira Digendung, putra Wira Keranda (1695-1731) 6. Wira Amir, Putera Wira Digendung Gelar Sultan Amiril Mukminin (1731-1777)

SULTAN 1. Aji Muhammad/Sultan Alimuddin bin Muhammad Zainul Abidin/Sultan Amiril Mukminin/Wira Amir (1777-1817) 2. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan Alimuddin (jabatan ke-1) (1817-1861) 3. Muhammad Jalaluddin bin Muhammad Alimuddin (1861-1866) 4. Muhammad Alimuddin Amirul Muminin Kahharuddin I bin Sultan Alimuddin (jabatan ke-2) (1866-1873) 5. Muhammad Khalifatul Adil bin Maoelanna (1873-1875) 6. Muhammad Kahharuddin II bin Maharaja Lela (1875-1889) 7. Sultan Azimuddin bin Sultan Amiril Kaharuddin (1889-1899). 8. Pengian Kesuma (1899-1901). Ia adalah istri Sultan Azimuddin. Sultan Kasimuddin 9. Datu Mansyur (1925-1930), Pemangku jabatan sultan 10. Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-1931) menikah dengan Tengku Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah (Sultan Langkat) 11.Maulana Muhammad Jalaluddin (1931-1958) 12. Maulana Al-Mamun Ibni Muhammad Maulana Djalaludin (2013)

SOSIAL Sikap terbuka dan kecintaan keluarga sultan kepada rakyatnya dibuktikan dengan menentang pemerintah kolonial lewat sistim pendidikan. “Untuk menyaingi agitasi Belanda lewat pendidikan, sultan membuka pesantren yang menerapkan pendidikan Islami lewat Pesantren Al-Chairat, jauh sebelum bergabungnya Bulungan dengan pemerintah RI,” tambah Jalil. Tatakrama kesultanan tetap berlangsung, kendati waktu itu, Bulungan sudah menyatukan diri dengan pemerintah RI dan etika ketatanegaraan sudah berubah ke pemerintahan republik parlementer. Hingga pecah tragedi Juli 1964, belum ditemukan catatan, keluarga kesultanan berpolitik praktis.”Setahu saya keluarga kesultanan tidak ada yang terlibat partai politik,”

PENYATUAN DENGAN NKRI Hasil budaya 1. Sikat gigi paling mahal di Bulungan. 2. Delphin Filter. 3. Meja yang berkilau dari Bulungan. 4. Piring termahal dari Bulungan. 5. Sengkok dan jas PENYATUAN DENGAN NKRI 59 tahun yang silam, 17 agustus 1949 tepat didepan istana kesultanan bulungan, Sultan Muhammad Djalaluddin mengibarkan sangsaka merah putih sebagai tanda penyerahan kekuasaan dimana kesultanan bulungan kepada republik indonesia, sejak itu konstitusi kerajaan yang semula berwatak monarky bergeser ke watak republik yang yang lebih demokratis. sejak hari berakhir pulalah kesultanan bulungan yang berdiri 218 tahun itu.

TERIMA KASIH