Kuliah 6 Review materi (kul 1 sd 6) Hukum Lingkungan Harsanto Nursadi
Kuliah 1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan Beberapa prinsip hukum lingkungan internasional Fokus pada: State Responsibility Principles of Preventive and The Precautionary principle Polluter Pays Principle Intra-generational equity and inter-generational equity
A. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Definisi SD: pembangungan untuk memenuhi kebutuhan hidup generasi sekarang tanpa menganggu kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka ©AGW2012 9/17/2018
Sustainable development sbg prinsip? (lanjutan) Weeramantry: SD adalah prinsip hukum yg memiliki sifat normatif Lowe: SD merupakan prinsip hukum, tapi tidak memiliki “norm-creating character”, sehingga SD tidak dapat memberikan batasan bagi perbuatan seseorang/negara. SD hanya merupakan “meta-principle with interstitial norm”, yang berfungsi di dalam proses peradilan sebagai cara untuk mengatasi konflik di antara beberapa prinsip atau aturan (misalnya antara kewajiban untuk mencegah pencemaran dengan hak atas pembangungan). Marong: SD sebagai arahan, yang dicapai melalui implementasi berbagai prinsip hukum 9/17/2018
Sustainable development sbg prinsip? (lanjutan) Yang akan dibahas dalam kuliah ini: State Responsibility Principles of Preventive and The Precautionary principle Polluter Pays Principle Intra-generational equity and inter-generational equity ©AGW2012 9/17/2018
II. HAK ATAS PEMBANGUNAN I. KEDAULATAN NEGARA Prinsip 21 Stockholm dan Prinsip 2 Rio Konsep kedaulatan teritorial, terra nullius, terra communis II. HAK ATAS PEMBANGUNAN Terdiri dari dua komponen: Tiap negara memiliki hak untuk melaksanakan kontrol atas SDA dan perekonomian mereka Setiap orang memiliki hak atas tingkat pembangunan minimum Prinsip 3 Rio: “The right to development must be fulfilled so as to equitably meet developmental and environmental needs of present and future generation” Prinsip 4 Rio: “In order to achieve sustainable development, environmental protection shall constitute an integral part of the development process and cannot be considered in isolation from it” ©AGW2012 9/17/2018
VII. POLLUTER AND USER PAYS PRINCIPLE (PPP) Prinsip ini merupakan penjabaran dari teori-teori ekonomi tentang lingkungan (environmental economics), di mana pencemaran/kerusakan lingkungan dianggap sebagai sebuah bentuk kegagalan pasar (market failure) yang menimbulkan inefisiensi. pencemaran lingkungan menunjukkan: private costs social costs, yaitu bahwa biaya-biaya lingkungan tidak dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan Hal ini yang disebut sebagai eksternalitas ©AGW2012 9/17/2018
Berdasarkan teori ekonomi lingkungan, tujuan utama dari kebijakan/hukum lingkungan adalah untuk memperbaiki kegagalan pasar dengan jalan mendorong setiap orang/pelaku usaha untuk melakukan internalisasi eksternalitas sehingga tidak ada lagi perbedaan antara (marjinal) social costs dengan (marjinal) private costs Apabila PPP diterapkan secara efektif, maka harga yang dibayar oleh konsumen telah merefleksiakan biaya sosial (the true (social) costs)barang yang tidak ramah lingkungan menjadi lebih mahal dibandingkan dengan barang ramah lingkungan ©AGW2012 9/17/2018
STATE RESPONSIBILITY Prinsip 21 Deklarasi Stockholm dan prinsip 2 Deklarasi Rio) dan prinsip pencegahan (The Prevention Principle) TGJW Negara : “States have…the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States of of areas beyond the limits of national jurisdiction” (Prinsip 2 Rio Declaration)sic utere tuo ut alienum non laedus ©AGW2012 9/17/2018
PRINCIPLE OF PREVENTIVE ACTION Prinsip pencegahan: “The discharge of toxic substances or of other substances and the release of heat, in such quantities or concentrations as to exceed the capacity of the environment to render them harmless, must be halted in order to ensure that serious or irreversible damage is not inflicted upon ecosystems” (Prinsip 6 Deklarasi Stockholm) ©AGW2012 9/17/2018
Principle of preventive action (lanjutan) Prinsip pencegahan telah diakui oleh ICJ (a.l. kasus Gabcikovo-Nagymaros) yang menyatakan bahwa pencegahan diwajibkan karena kerusakan lingkungan seringkali bersifat tidak bisa dipulihkan (irreversible) dan karena adanya keterbatasan kemampuan kita untuk memulihan kerusakan lingkungan jika hal itu terjadi Sebuah negara tidak bisa dituntut utk btgjw atas pencemaran lintas negara apabila negara tersebut telah melakukan upaya yang layak untuk mencegah timbulnya pencemaran tersebut Apakah upayan pencegahan yang layak (due care/due diligence)? Beberapa pakar menyebutkan bahwa termasuk ke dalam due care adalah kewajiban amdal, pengawasan, konsultasi, minimasi limbah, atau penggunaan teknologi terbaik. ©AGW2012 9/17/2018
KEHATI-HATIAN (THE PRECAUTIONARY PRINCIPLE) 17/09/2018 KEHATI-HATIAN (THE PRECAUTIONARY PRINCIPLE) Kurangnya bukti/kepastian ilmiah (Lack of scientific certainty) tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda dilakukannya tindakan pencegahan Bandingkan dengan UU No. 32 tahun 2009 The absence of proof is not the proof of absence Persamaan dengan prinsip pencegahan: sama-sama mengharuskan dilakukannya tindakan pencegahan Perbedaan: pencegahan berlaku untuk resiko (risk) sedangkan PP untuk bentuk2 ketidakpastian ilmiah selain dari resiko. Resiko = probabilitas x tingkat bahaya ©AGW2012 9/17/2018 ©AGW2012
THE PRECAUTIONARY PRINCIPLE (lanjutan) Knowledge about outcomes Well-defined outcomes Poorly-defined outcomes Risk Ambiguity “INCERTITUDE” Uncertainy Ignorance Some basis for probabilities No basis for probabilities Knowledge about likelihood ©AGW2012 9/17/2018
INTRA-and INTER-GENERATIONAL EQUITY 17/09/2018 INTRA-and INTER-GENERATIONAL EQUITY Tertuang di dalam prinsip 3 Deklarasi Rio: “the right to development must be fulfilled so as to equitably meet developmental and environmental needs of present and future generations” Khusus untuk Intragenerational Equity, prinsip 5 Deklarasi Rio menyatakan bahwa semua negara harus bekerja sama dalam pengentasan kemiskinan, sebagai sebuah persyaratan utama bagi pembangunan berkelanjutan, untuk menurunkan tingkat perbedaan standar hidup dan untuk memenuhi kebutuhan dari mayoritas masyarakat di dunia. ©AGW2012 9/17/2018 ©AGW2012
Kuliah 2 Resiko Protokol Kyoto Long-term objective: Pasal 2 UNFCCC dan kegagalan Protokol Kyoto (PK)
Resiko UNFCCC UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE Pasal 2 “to achieve …stabilization of greenhouse gas concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system” Stabilisasi bukan pengembalian Yg distabilkan adalah konsentrasi (bukannya emisi dan suhu) Pasal 3: Prinsip intra dan intergenerational equity Common but differentiated responsibility Precautionary principle ©AGW2012 9/17/2018
Pasal 4: Komitmen pasal 4 (2) Negara annex I memiliki komitmen: 4 (2) a: Mengadopsi kebijakan nasional dan menurunkan GHGs serta meningkatkan kapasitas sinks dan reservoir. 4 (2) b: Dalam 6 bulan setelah berlakunya UNFCCC melaporkan secara periodik informasi ttg kebijakan dan langkah2 yang telah diambil (terkait penurunan GHGs dan peningkatan sinks) “with the aim of returning individually or jointly to their 1990 levels” COP 1995, BerlinBerlin Mandate Strengthening the commitments in 4 (2) a and b of the convention for developed countries/other parties included in Annex I, both to elaborate policies and measures, as well as to set quantified limitation and reduction objectives within specified time-frames… ©AGW2012 9/17/2018
Komitmen: Kewajiban negara2 tertentu untuk menurunkan emisi sekitar 5% di bawah emisi mereka tahun 1990 (pasal 3 (1)) antara thn 2008-12 Negara berkembang dibebaskan dari kewajiban tersebut Common but differentiated responsibility, mengapa? Konsentrasi GRK sebagian besar (sekitar 80%) berasal dari negara maju Negara berkembang membutuhkan energi untuk pembangunan mereka Negara berkembang tidak memiliki dana dan teknologi untuk menurunkan GRK Tidak ada rujukan ke pasal 2 UNFCCC 3 (2):Thn 2005 melaporkan progress report 3 (3): net changes dihitung dari “GHGs emission from sources” dan “removals by sinks from LULUCF (Land-Use, Land-Use Change and Forestry) limited to a-forestation, reforestation, and deforestation since 1990” ©AGW2012 9/17/2018
Mekanisme pemenuhan komitmen Target Emisi GRK Assigned amount: emisi thn 1990 X jatah komitmen x 5 Aktifitas pada LULUCF (Land-Use, Land-Use Change and Forestry) dihitung sebagai sumber emisi atau penghapusan emisi Penghapusan emisi menghasilkan Removal Unit (RMU), yang dapat dikonversi menjadi Assigned Amount Unit (AAU) Mekanisme pemenuhan komitmen Emission Trading Joint Implementation Clean Development Mechanism ©AGW2012 9/17/2018
Emission Trading (ET) Joint Implementation Sesama Annex I countries Membeli boleh bebas, tapi menjual tidak bebas: Setiap negara harus menyimpan cadangan emisi yang jumlahnya tidak boleh lebih rendah dari 90% dari Initial Assigned amountcadangan ini disebut dengan commitment period reserve (CPR) Komoditas ET: Assigned Amount Unit (AAU), Emission Reduction Unit (ERU) dan “hot air” Joint Implementation Setiap negara Annex I dapat melakukan investasi pada proyek2 penurunan emisi di negara Annex I lainnya Investasi ini akan menghasilkan Emission Reduction Unit (ERU) ©AGW2012 9/17/2018
Clean Development Mechanism Negara Annex I dapat melakukan investasi di negara non- Annex I yang meliputi investasi pada proyek2 pengurangan emisi di negara non-Annex I, aforestasi (penghijauan di lahan bekas hutan yang telah mengalami deforestasi selama lebih dari 50 tahun), dan reforestasi (penghijauan untuk hutan yang mengalami deforestasi pada kurun waktu kurang dari 50 tahun) CDM menghasilkan Certified Emission Reductions CDM pada sektor LULUCF maksimum 1% dari total jatah emisi CER dapat dikonversi menjadi AAU, sehingga dapat diperjualbelikan dalam mekanisme ET 9/17/2018 ©AGW2012
Ratifikasi UNFCCC dan Protokol Kyoto F. Kesimpulan umum Ratifikasi UNFCCC dan Protokol Kyoto Ratifikasi UNFCCC melalui UU No. 6/1994 Ratifikasi Protokol Kyoto Melalui UU No. 17/2004. Question: Apakah ratifikasi tsb cukup? Tidak ada peraturan perundangan-undangan yang terintegrasi mengenai perubahan iklim Tidak ada institusi yang kuat untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan perubahan iklim terintegrasi ©AGW2012 9/17/2018
Tidak adanya kewajiban Indonesia untuk menurunkan GRK (menurut UNFCCC dan Protokol Kyoto) tampaknya menjadi sebab mengapa kebijakan perubahan iklim Indonesia masih sangat mengandalkan pada pendekatan sukarela dan instrumen ekonomi yang longgar (dalam bentuk subsidi atau tax holiday), meskipun Perpres No. 61/2011 sudah memperkenalkan congestion charges dan road pricing Beberapa peraturan kadang memberikan sanksi yang berbeda, bahkan kadang tidak ada sanksi sama sekali ©AGW2012 9/17/2018
3. REDD dan kebijakan nasional perubahan iklim Kebijakan di tingkat nasional Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (mitigasi dan adaptasi) Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim Perencanaan nasional pengurangan GRK RAN PI Strategi Nasional REDD LoI antara RI dgn Norwegia Keppres 10 thn 2010 ttg pembentukan Satgas REDD Pembentukan Pokja Bersama Pemberantasan Mafia Hutan ©AGW2012 9/17/2018
Pengurangan dilakukan dengan jalan: Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan Mencegah deforestasi dan degradasi hutan Mempromosikan efisiensi energi Mengurangi limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri Moda transportasi beremisi rendah ©AGW2012 9/17/2018
Persoalan REDD di Indonesia 17/09/2018 Persoalan REDD di Indonesia Ketidakjelasan hak masyarakat adat (benefit sharing) Perencanaan tata ruang dan perizinan yang mengabaikan aspek governance Lemahnya kordinasi horizontal dan vertikal Disharmonisasi dan ketidakjelasan peraturan per- UU-an Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ©AGW2012 9/17/2018 ©AGW2012
Kuliah 3 Kelembagaan Instrumen Penaatan Wajib RPPLH, Inventarisasi, KLHS Instrumen Penaatan Wajib Amdal, Izin Lingkungan, standar lingkungan, analisa resiko Kaitan antara RPPLH-inventarisasi-bioregion dan ketiganya dgn RPJP/M Penyusunan dan fungsi RPPLH-inventarisasi-bioregion Kaitan antara KLHS dgn Amdal, UKL-UPL, dan perizinan
Kelembagaan Instansi yang berwenang Instansi yang bertanggungjawab Kementrian/sektoral Instansi yang bertanggungjawab KemenLH BPLHD Prov BPLHD Kab/Kota
Penguatan Kewenangan MLH Second Line Inspection (Ps 73) Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan LH Kewenangan PPLH untuk menghentikan pelanggaran tertentu di lapangan Second Line Enforcement Menteri dapat menerapkan sanksi adm, jika pemerintah menganggap Pemda secara sengaja tdk menerapkan sanksi adm thd pelanggaran yang serius 9/17/2018
Hk Ling: Perencanaan Pemanfaatan dan Pemeliharaan 9/17/2018 PEMANFAATAN BERDASARKAN RPPLH Memperhatikan : Keberlanjutan Proses Dan Fungsi Lingkungan Hidup Keberlanjutan Produksi LH Keselamatan, Mutu Hidup Dan Kesejahteraan Masyarakat APABILA RPPLH BELUM ADA BERDASARKAN DAYA TAMPUNG DAN DAYA DUKUNG DITETAPKAN OLEH MENTERI NASIONAL DAN PULAU/KEPULAUAN GUBERNUR PROP dan EKOREGION LINTAS KAB/KOTA BPT/WALIKOTA KAB/KOTA DAN EKOREGION KAB/KT 9/17/2018 ©HN and AGW 2012
Kajian Lingkungan Hidup Strategis 9/17/2018
Atribut AMDAL KLHS Posisi Tahap studi kelayakan dari Proyek Tahap Kebijakan, Rencana & Program Sifat Wajib Sukarela Keputusan Kelayakan rencana kegiatan/usaha dari segi lingkungan hidup Keputusan yang berbasis pada prinsip Pembangunan Berkelanjutan Wilayah garapan Site based project Kebijakan, regional/tata ruang, program, atau sektor Kumulatif dampak Kumulatif dampak dianalisis terbatas Peringatan dini akan fenomena kumulatif dampak Alternatif Terbatasnya jumlah alternatif kegiatan proyek yang ditelaah Mempertimbangkan banyak alternatif pilihan Kedalaman kajian Sempit, dalam, dan rinci Lebar, tidak terlampau dalam, lebih sebagai kerangka kerja Artikulasi Kegiatan proyek sudah terformulasi dengan jelas dari awal hingga akhir Proses muti-tahap, saling tumpang-tindih komponen, alur kebijakan-rencana-program masih berjalan dan iteratif Fokus Fokus pada kajian dampak penting negatif dan pengelolaan dampak lingkungan Fokus pada agenda keberlanjutan, bergerak pada sumber persoalan dampak lingkungan 9/17/2018
B. Instrumen Penaatan Wajib Amdal, Izin Lingkungan, standar lingkungan, analisa resiko 9/17/2018
dapat DIBATALKAN apabila IZIN LINGKUNGAN AMDAL/ UKL/UPL Komisi berlisensi RPPLH USAHA/ Kegiatan SKKLH/ Rekomendasi/ UKL/UPL RPPLH Keputusan TUN IZIN LINGKUNGAN Persyaratan dapat DIBATALKAN apabila IZIN USAHA Pengumuman Cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, ketidakbenaran, pemalsuan data, dokumen/infrmasi penerbitannya tidak memenuhi syarat dalam keputusan komisi Amdal Tidak melaksanakan kewajiban dalam AMDAL/UKL-UPL Izin Ling dicabut, izin usaha batal demi hukum Usaha atau kegiatan berubah Izin Lingkungan diperbaharui 9/17/2018
Campur tangan pemerintah 17/09/2018 Campur tangan pemerintah Degrees of Intervention Low High Information Standards Prior Approval Target Performance Specification Sumber: A. Ogus, Regulation: Legal Form and Economic Theory, hal. 151 9/17/2018 ©HN and AGW 2012
Target/ambient Emission Specification II. Standar Kolstad: 17/09/2018 II. Standar Target/ambient Emission Specification Kolstad: Emission: emission is what the producers or consumers release Ambient: Emissions are transformed into ambient concentrations, namely the concentrations of pollution around us. It is ambient concentrations that cause damage. 9/17/2018 ©HN and AGW 2012
Analisa Resiko Pasal 47 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: pengkajian risiko; pengelolaan risiko; dan/atau komunikasi risiko.
Kuliah 4 Teori tentang Pendekatan2 dalam Penaatan Lingkungan Penaatan Sukarela Instrumen Ekonomi Menurut UU 32/2009 Perbandingan dengan Negara Lain Sistem Penanggulangan dan Pemulihan Lingkungan Menurut UU 32/2009
Pendekatan menuju Penaatan Pendekatan Daya Paksa (command and control-CAC), disebut juga penegakan hukum (enforcement) Pendekatan Perilaku Pendekatan Tekanan Publik Pendekatan Ekonomi Pajak Lingkungan Tradeable Permit Deposit Refund System Subsidi
Penaatan sukarela Audit Lingkungan (Eco-Audit) Mekanisme pemberian Informasi (Information-based Mechanisms) Private Agreement (Covenant) PROPER, penghargaan
Instrumen Ekonomi Instrumen Ekonomi terdiri instrumen: perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; pendanaan lingkungan hidup; dan insentif dan/atau disinsentif.
Penanggulangan dan Pemulihan Penanggulangan Pasal 53 Setiap orang yang melakukan pencemaran/perusakan wajib melakukan penanggulangan Penanggulangan dilakukan dengan: pemberian informasi peringatan pencemaran/kerusakan kepada masyarakat pengisolasian pencemaran/kerusakan penghentian sumber pencemaran/kerusakan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemulihan Pasal 54 Setiap orang yang melakukan pencemaran/perusakan wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan. Pemulihan fungsi lingkungan dengan tahapan: penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; Remediasi: pemulihan untuk memperbaiki mutu lingkungan Rehabilitasi: pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem Restorasi: menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali seperti semula cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kuliah 5 Penyelesaian di luar Pengadilan Penyelesaian di Pengadilan Hak Gugat Individu Kelompok Pemerintah Organisasi Citizen law suit Penyelesaian di luar Pengadilan
Individu Kelompok Pemerintah Organisasi Citizen LS Gugatan Voluntair Contensia Penggugat Perwakilan LSM Ling Warga Negara Syarat legal standing Pihak yang dirugikan Dirugikan dlm hal Kesamaan: fakta Dsr hukum Jns tuntutan Instansi yang bertanggung jawab thd lingkungan Syarat: Badan hukum AD ttg keg ling Eksis dlm 2th Fakta ada pihak yg dirugikan dlm hal kbjikan Tdk hrs langs dirugikan Subyek Gugatan BHPPdt/org BHPdt/org Negara Petitum Ganti rugi Perbaikan Tindakan tertentu Pelestarian fungsi Tergugat mlakukan PMH Pemulihan fungsi Reimburse PMH Kelalaian Negara harus mengatur hal ttt
Di luar pengadilan Primary: Hybrid: Ajudikasi : Arbitrasi Non Ajudikasi: Negosiasi Mediasi Konsiliasi; Konsultasi; Penilaian/ pendapat ahli; Evaluasi netral dini (early neutral evaluation); Pencarian fakta netral (neutral fact-finding Hybrid: Mini Trial Med-arb Ombudsman
Negosiasi Mediasi Arbitrasi Penyelesaian Sengketa Yang Dilakukan Oleh Para Pihak Melalui Perundingan Tanpa Dibantu Oleh Pihak Ketiga Mediasi Penyelesaian Sengketa Yang Dilakukan Melalui Perundingan Dibantu Oleh Pihak Ketiga Yang Netral Dan Tidak Mempunyai Wewenang Untuk Memutus Arbitrasi Penyelesaian Sengketa yang Dilakukan Oleh Pihak Ketiga Yang Mempunyai Wewenang Untuk Memutus © HN_2012 17/09/2018
ADR pada UU 4/82; 23/97; 32/09 UU 4 Tahun 82 UU 23 Tahun 97 Bersifat Wajib Bersifat sukarela Dilakukan oleh Tim/Tri Partit (Penderita/korban; Pencemar; Pemerintah) Dilakukan oleh Arbiter atau Mediator Dapat menggunakan jasa Arbiter atau Mediator Pasal 20 ayat (2) Pasal 31-33 Pasal 85-86 © HN_2012 17/09/2018