BAB V MANUSIA DAN PERADABAN Dedy Arfiyanto, SE., MM.
A.Pengertian Adab dan Peradaban Kata “adab” menurut KUBI dapat diartikan sebagai “kesopanan, budi bahasa, dan tatakrama” (Badudu, 1944:6). Adapun kata peradaban adalah kemajuan lahir batin dari segi kebudayaan. Menurut Fairchild (1980:41) menyebutkan bahwa peradaban adalah kebudayaan yang berkembang mencapai tingkat tertentu yang tampak pada taraf intelektualitas, keindahan, teknologi, dan spiritual tertentuyang dihasilkan masyarakatnya. Sementara itu, Koentjaraningrat (1984:10) menyebutkan bahwa peradaban atau civilization biasa dipakai untuk menyebut bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah, seperti:kesenian, ilmu pengetahuan serta sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks dalam suatu masyarakat dengan struktur yang kompleks.
Istilah peradaban di pakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks (dalam Hariyono, 2009:55) Dalam konteks pengertian diatas menunjukkan bahwa peradaban pada dasarnya merupakan bagian dari kebudayaan yang berkembang pada taraf yang tinggi. Istilah peradaban sering dikaitkan dengan hasil kebudayaan masyarakat dimasa lalu, tetapi sebenarnya tidak selalu demikian, melainkan dapat terjadi pada masa kini dan menjadi acuan bagi masyarakat dunia.
Konteks peradaban manusia tidak cukup hanya dilihat dari kapasitas kemajuan teknologi dan bangunannya, melainkan juga perlu diliihat dari keteraturan masyarakatnya dalam menghadapi fenomena hidup dan kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks persoalannya. Cerminan dari masyarakat beradab harus dapat mengakomodasi beberapa komponenberikut: 1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi. 2. Masyarakatnya hidup secara teratur didasarkan pada nilai-nilai dan kemanusiaan. 3. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi.
B. Masyarakat Madani Istilah masyarakat madani digunakan dari kalangan muslim yang merujuk pada kisah Nabi Muhammad SAW. Saat memimpin kota madinah., sebuah kota yang sebelumnya benama Yastrib di wilayah Arab. Pada saat itu situasi kota sedang terjadi bencana kemasyarakatan, bebagai suku bangsa saling bermusuhan dan terjadi pertikaiaan. Kondisi ini mengundang Nabi Muhammad SAW. Untuk mendamaikan mereka,dan akhirnya berhasildidamaikan seningga dapat hidup berdampingan dengan baik. Di kota tersebut Nabi Muhammad SAW. Berhasil membangun peradaban yang tinggi sehingga nama kota Yastrib diganti menjadi Madinah Menurut Nurchalis Madjid, seperti yang dikutip Rumadi dalam bukunya yang berjudul Paradigma Masyarakat madani versus Civil Society, kata Madinah berasal dari bahasa Arab Madaniyah yang berarti peradaban, maka masyarakat madani memiliki asosiasi dengan masyarakat beradab (Hariyono, 2009:57)
Menurut Rumadi dalam Hariyono (2009), masyarakat madani adalah masyarakat yang telah mengenal, menghormati dan melindungi hak-hak dasar manusia atau human rights warganya, yang kemudian dikenal dengan hak-hak sipil(civil rights). Lebih lanjut dikatakan, ada dua macam civil society: pertama merupakan suatu bentuk dari societal self organization yang memungkinkan setiap individu mengaktualisasikan aspirasi politiknya tanpa itervensi dari luar. Kedua, bebas dari kontrol berlabihan terhadap individu dan pembatasan otonomi moral sebagai konsekuensi dari keswakarsaan individu; dan keanggotaan seseorang dalam kelompok-kelompok sosial menjadi suka rela.
Affan Gaffar (1999:176) menafsirkan istilah masyarakat madani tidak lain adalah civil society, yang merupakanpengertian bahwa individu dan kelompok dalam dapat saling berinteraksi dengan semangat toleransi. Di dalam ruang tersebut masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pembentukan kebijaksanaan publik dalam suatu negara Menurut perez Diaz dalam Gaffar (1999:178), makna civil society adalah keadaan masyarakat yang mengalami keadaan pemerintahan yang terbatas, memiliki kebebasan, ekonomi pasar, dan timbulnya asosiasi-asosiasi masyarakat mandiri (Hariyono,2009:57-58). Elemen-elemen dari civil society sebagai berikut: 1. Adanya perturan hukum yang efektif melindungi warga negara; 2. Adanya kelompok kepentingan yang diorganisasi dengan baik yang memiliki kemempuan untuk mengontrol kegiatan kekuasaan yang disalahgunakan yang mengontrol administrasi dengan paksa; 3. Adanya pluralisme yang seimbang diantara penduduk,`dan tidak sekelompok orangpun memposisikan diri sebagai kelompok yang memiliki dominasi absolut. (Hariyono, 2009:58)
Bertolak dari berbagai uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa civil society merupakan suatu ruang yang terletak antar negara di satu pihak dan masyarakat di piihak lain. Diantara ruang itu terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela, dan terbangun sebuah jaringan hubungan diantara asoaiasi tersebut. Asosiasi tersebut bentuknya bermacam-macam antara lain berupa: ikatan pengajian, persekutuan gereja, koperasi, kalangan bisnis, rukun tetangga dan rukun warga, ikatan profesi, LSM, dan lain sebagainya. Masyarakat memiliki kebebasan untuk mengikuti suatu asosiasi tertentu atau tidak, dengan alasan tertentu yang harus dihormati dan dihargai. Hubungan diantara anggota asosiasi dikembangkan atas dasar toleransi dan saling menghargai satu dengan yang lain. (Hariyono, 2009:58) Eisendtadt dalam Hariyono (2009:59-60) menyebutkan adanya komponen-komponen tertentu sebagai syarat adanya civil society, antara lain sebagai berikut: 1. Memiliki otonomi 2. Memiliki akses terhadap lembaga negara.
3. Terdapat arena publik yang otonom. 4. Arena publik tersebut terbuka bagi semua lapisan. C. Tradisi Versus Modernisasi. Tradisi itu antara lain berupa keyakinan bahwa kelahiran, kematian, dan keselamatan berkaitan dengan eksistensi peritiwa kehidupan mnusia yang haurs diminta serta dihindari dengan perantara upacara-upacara. Penghormatan terhadap para leluhur, lambang pohon kehidupan air,dan sebagainya menunujukkan sikap transedent yang menandakan adanya pengakuan atas kekuasaan-kekuasaan terhadap apa yang ada diatas dan diluar diri manusia. Dalam konteks hubungan sosial antar manusiapun terjadi satu kesatuan keterikatan yang saling bergantungan, sehingga kebersamaan dan keseragaman merupakan kata kunci hubungan sosial diantara warga.
Kepemimpinan yang didasarkan atas mitos-mitos tersebut melahirkan sistem masyarakat yang terkonsentrasi pada pemimpin sehingga melahirkan sikap otoriter pemimpin. Sistem masyarakat yang demikian menghasilkan anggota masyarakat yang pasif dan tergantung pada orang lain. Pewarisan terus-menerus atau tradisi tersebut melalui proses yang panjang serta membentuk adat-istiadat (customs), yang kemudian dinyatakan dalam bentuk pengetahuan praktis, keprcayaan atau religiusitas, dan nilai-nilai sosial. Oleh karenanya, tradisi memiliki sifat rigid, interpretasi, dan justification yang bersifat supernatural. Dalam taraf kemampuan berfikir yang mistis, tradisis dipandang sebagai kebenaran yang bersifat tetap, abadi, dan tidak mudah berubah karena bersifat memaksa. Dalam masyarakat tradisional peran mitos menjadi penting. Mitos adalah cerita tentang kejadian atau peristiwa alam dan kehidupan manusia yang mampu memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sikap kelompok orang
D. Peradaban dan Problematikanya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang makin berkembang dengan pesat. Peradaban manusia juga menandakan adanya perubahan-perubahan pola perilaku dalam menghadapi tantangan zaman, baik itu dari segi sosial maupun budayanya. Perubahan-perubahan yang terjadi ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif. Dampak yang bersifat positif antara lain dengan berkembangnya IPTEK maka segala kebutuhan hidup manusia akan dengan mudah terbantu oleh sarana dan prasarana yang telah diciptakannya. Era dlobalisasi telah melanda semua penjuru dunia. Kekuatan global barang yang direpresentasikan dengan kekuatan gaya hidup Barat (eropa dan Amerika) telah jadi ikon budaya bagi dunia modern dan mengancam eksistensi budaya lokal. Sementara itu, pada pola perilaku sosial terdapat gaya hidup yang memiliki ciri sebagai berikut: 1. Gaya hidup instan. 2. Pola pikir linear. 3. Lahirnya paham post modern yang memunculkan pola pikir zig zag.
Gejala gaya hidup global tersebut mulai tampak saat masuknya produk-produk instan, seperti: coca cola, Mc Donald, Kentucky, sistem administrasi instan, sistem pendidikan yang instan, gaya hidup egaliter, gaya hidup hedonisme (memuja kesenangan, bersenang-senang). Gejala gaya hidup hedonisme yang negatif juga banyak dijumpai dimasyarakat, misalnya: memuja materi, orang enggan bekerja keras, inginnya kerja sebentar tetapi penghasilan tinggi, gejala korupsi yang terbuka, munculnya perilaku free sex, klub malam bersama narkobanya, perilaku individualistik, antisosial, kapitalistik (Hariyono, 2009:77) Perubahan sosial terjadi dewasa ini banyak dipengaruhi oleh perdaban manusia yang didasarkan pada indikator zaman sebagai berikut: 1. Perkenbangan IPTEK yang semakin canggih; 2. Perkembangan informasi dan komunikasi yang semakin canggih; 3. Isu politik ekonomi pasar bebas yang cenderung kapitalistik; 4. Isu globalisasi dan pengaruhnya terhadap gaya hidup; 5. Pertambahan penduduk yang belum terkendali.
Awal abad ke-21 juga ditandai dengan isu globalisasi, yang menandakan peradaban manusia dimuka bumi sudah tidak ada jarak lagi. Dunia sudah tampak semakin mengecil, komunikasi dan informasi jarak jauh dapat diakses dengan mudah, sarana transportasi jarak jauhpun semakin canggih, hanya dalam waktu sekejap manusia dapat berpindah tempat dari negara yang satu ke negara yang lain. Persinggungan dan saling pengaruh antar budaya antar bangsapun tidak dapat terelakkan lagi. Norma-norma dan nilai-nilai antarbudaya dan bangsa saling berbenturan dan mempeerlihatkan dominasi kekuatan pengaruhnya bagi peradaban manusia dimuka bumi. Dominasi kekuatan tersebut sangat terasa pada level gaya hidup, yang di Indonesia lebih menonjol pada gaya hidup pragmatisme dan hedonisme. Gaya hidup pragmatisme cenderung memberi warna pola hidup yang konsumtif dan budaya instan, sehingga mudah meruntuhkan nilai-nilai moral manusia. Budaya tersebut cenderung memperlemah upaya kerja keras manusia. Sementara itu, gaya hidup hedonisme yang banyak memuja kesenangan-kesenangan sesaat dan bersifat sementara (kesenangan-kesenangan duniawi) menjadi gejala umum, sehinggan memunculkan pola perilaku yang korup, loba, kufur, bangga menikmati kemewahan, dan cenderung menyimpang dari landasan moral maupun nilai-nilai keimanan.