Pidana & Pemidanaan di Berbagai Negara Oleh: Riswan Munthe
Pidana dan Pemidanaan a. Pidana Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu menunjukkan sanksi dalam hukum pidana. Pidana adalah sebuah konsep dalam bidang hukum pidana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakekatnya. Menurut Roeslan Saleh “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”.
Muladi dan Barda Nawawi: berpendapat bahwa unsur pengertian pidana, meliputi: Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.
b. Teori Pemidanaan Mengenai teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu teori absolut (teori pembalasan), teori relatif (teori tujuan), dan teori menggabungkan. 1. Teori Absolut (teori pembalasan) Mengenai teori pembalasan ini, Andi Hamzah mengemukakan sebagai berikut: “Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan manfaat penjatuhan pidana”.
Apabila manfaat penjatuhan pidana ini tidak perlu dipikirkan sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori absolut atau teori pembalasan ini, maka yang menjadi sasaran utama dari teori ini adalah balas dendam. Dengan mempertahankan teori pembalasan yang pada prinsipnya berpegang pada “pidana untuk pidana”, hal itu akan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Artinya teori pembalasan itu tidak memikirkan bagaimana membina si pelaku kejahatan. Teori pembalasan atau absolut ini terbagi atas pembalasan subjektif dan pembalasan objektif. Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.
Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat 2. Teori Relatif (Teori Tujuan) Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori dalam masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan yaitu : Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat dari terjadinya kejahatan. Untuk memperbaiki si penjahat. Untuk membinasakan si penjahat. Untuk mencegah kejahatan.
3. Teori Gabungan Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-kelemahan yaitu : Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat; kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.
Berdasarkan konsep RKUHP Indonesia, pemidanaan bertujuan: Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dari pengayoman masyarakat. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Perbandingan Pidana dan Pemidanaan dengan Negara lain KUHP Norwegia KUHP Norwegia menganut double track System (dua Jalur sistem), yaitu mengenal dua jenis sanksi berupa pidana (punishment) dan tindakan-tindakan khusus (special measures): Pidana pokok (ordinary punishment) yang diatur dalam Pasal 15 dan terdiri dari: a) imprisonment (penjara). b) Jailing (sama dengan penjara) c) fines (denda). Pidana tambahan (supplementary puneshment) yang diatur pasal 16 dan terdiri dari:
a). Perampasan hak berupa: hak menjadi anggota angkatan bersanjata (diatur dalam Pasal 30) dan hak untuk memilih dan dipilih (Pasal 31). b). Pengasingan dari tempat-tempat tertentu, yaitu apabila keberadaan terdakwa di suatu tempat dipandang membahayakan bagi orang atau harta benda. Terdakwa dapat dilarang tinggal atau menampakkan diri di tempat tertentu itu atau berada dalam jarak tertentu dari tempat itu. Larangan ini dapat diakhiri untuk waktu tertentu atau tidak dalam waktu tertentu. c) penyitaan benda-benda tertentu, baik benda- benda yang dihasilkan maupun yang digunakan untuk melakukan kejahatan.
Tindakan-tindakan khusus (special measures) terdiri dari: 1) tindakan keamanan, yang diatur dalam Pasal 39. - jenis sanksi atau tindakan ini diperuntukkan bagi para pelanggar yang tidak normal. - jenis-jenisnya adalah: a. Menempatkan atau melarangnya tinggal di suatu tempat tertentu; b. Menempatkan di bawah pengawasan pejabat atau pejabat khusus yang ditunjuk. c. Melarangnya minum-minuman beralkhohol. d. Menempatkannya dalam pemeliharaan seseorang yang dianggap patut. e. Menempatkannya dalam rumah sakit jiwa, sonatorium, rumah perawatan atau bengkel- bengkel kerja dan menahan/menyekapnya. KUHP Polandia
2) penahanan preventif (Preventive Detention), hal ini 2) penahanan preventif (Preventive Detention), hal ini diperuntukkan bagi recidivis yang telah berulangkali melakukan tindak pidana tertentu. Ini diatur dalam pasal 39a. Jumlah atau Lamanya Pidana Untuk pidana imprisonment, menurut Pasal 17 lamanya adalah: 1. untuk waktu tertentu, mulai dari 21 hari sampai 15 tahun yang dapat juga sampai 20 taun apabila ada concursus, dan. 2. untuk seumur hidup, (menurut Pasal 55 tidak dapat dikenakan kepada anak di bawah umur 18 tahun).
Untuk pidana jailing, menurut Pasal 22, lamanya mulai dari 21 hari sampai 20 tahun dengan ketentuan, 2 (dua) hari jailing disamakan dengan 1 (satu) hari imprisonment. Pidana denda tidak ditetapkan minimum dan maksimumnya, karena apabila ditentukan tidak sesuai dengan prinsip yang dituangkan dalam pasal 27, bahwa pidana denda akan ditetapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi si terpidana.
Perbandingan dengan KUHP Indonesia ialah: KUHP Norwegia mengenal “minimum umum” untuk penjara selama 21 hari, sedangkan Indonesia hanya 1 hari; KUHP Indonesia mengenal “minimum umum” dan “maksimum khusus” untuk pidana denda, sedangkan Norwegia tidak mengenal.