Latar Belakang Sebagai akibat dari pertumbuhan perekonomian yang dapat dirasakan di kawasan perkotaan adalah dengan meningkatnya intensitas dari aktivitas masyarakat. Peningkatan aktivitas ini telah memberikan konsekuensi terhadap pertumbuhan akan kebutuhan jasa transportasi (transportation demand). Untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan terhadap pelayanan jasa transportasi ini diperlukan berbagai cara untuk menjaga keseimbangan antara penyediaan sarana dan prasarana transportasi (balance of transportation supply and demand) khususnya pada angkutan umum.
Penanganan masalah transportasi di kawasan perkotaan yang tidak terarah dan kurang terpadu dapat menyebabkan masalah tersebut tidak terselesaikan secara tepat dan baik. Hal ini justru cenderung akan menimbulkan permasalahan baru dan menambah kompleksitas dari permasalahan transportasi eksisting. Sistem transportasi mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan daerah, karena sistem transportasi dalam konsep pengembangan wilayah tidak hanya berbicara masalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, tetapi akan sangat mempengaruhi pola dan arah perkembangan wilayah.
Pembangunan jaringan transportasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pola perkembangan kota dan distribusi kegiatan. Hal ini disebabkan pada umumnya pembangunan permukiman dan sentra kegiatan ekonomi mengikuti pola jaringan jalan. Oleh karena itu, mengingat peranannya yang strategis ini maka pengembangan sistem transportasi perlu diintegrasikan dengan konsep pengembangan wilayah.
Kota Surabaya merupakan ibukota dari Propinsi Jawa Timur dengan dinamika mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Kondisi ini berpengaruh pada kegiatan pembangunan terutama pada pembangunan di bidang ekonomi, pariwisata, pendidikan, dan industri serta pusat jasa distribusi yang melayani wilayah Kota Surabaya. Konsekuensi dari peran tersebut adalah Kota Surabaya harus mampu menyediakan sarana dan prasarana transportasi. Sarana dan prasarana transportasi yang layak merupakan faktor penting untuk terciptanya arus lalu-lintas yang lancar, aman dan nyaman.
Adalah suatu hal yang jelas bahwa untuk peningkatan pelayanan transportasi publik di Kota Surabaya dibutuhkan sinkronisasi antara ketersediaan jumlah armada dari angkutan umum yang ada (supply), jumlah permintaan atau kebutuhan terhadap angkutan umum tersebut dan pengembangan prasarana transportasi yang ada agar tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam pola pergerakan penduduk. Lebih lanjut pola pergerakan penduduk di Kota Surabaya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni pola pergerakan penduduk berbasis kendaraan pribadi (private vehicles based) dan pola pergerakan penduduk berbasis angkutan publik atau kendaraan umum (public transportation based).
Pola pergerakan penduduk ini dapat beralih ke salah satu basis tergantung pada kecenderungan atau dominasi dari penggunaan moda transportasi tersebut. Apabila tingkat reliabilitas dan kepercayaan penduduk terhadap angkutan umum menurun dan kecenderungan penduduk dalam menggunakan kendaraan pribadi meningkat maka dapat dikatakan pola pergerakan penduduk didominasi oleh basis kendaraan pribadi, dan apabila tingkat reliabilitas dan kepercayaan penduduk terhadap angkutan umum meningkat dan kecenderungan penduduk dalam menggunakan kendaraan umum meningkat maka dapat dikatakan pola pergerakan penduduk didominasi oleh basis angkutan umum.
Perubahan pada tingkat reliabilitas dan kepercayaan penduduk untuk menggunakan angkutan umum tentunya tidak lepas dari performa atau kinerja dari angkutan umum eksisting. Aspek kinerja yang harus dipenuhi oleh suatu angkutan umum yang baik adalah kenyamanan (comfortable), keamanan (safety), kecepatan (rapidly), ketepatan (sharply), kemudahan (easily), frekuensi dan jadwal keberangkatan (headway and trip schedule). Jika salah satu dari aspek di atas tidak terpenuhi oleh operasional suatu transportasi publik maka akan mempengaruhi terhadap tingkat reliabilitas dan kepercayaan penduduk untuk menggunakan angkutan umum.
Dengan keterbatasan prasarana transportasi di kawasan perkotaan berupa struktur perkerasan jalan dan ketersediaan lahan yang ada, maka untuk memenuhi pola pergerakan penduduk yang berbasis kendaraan pribadi sangat tidak mungkin karena setiap tahun harus ada perkembangan prasarana jalan untuk mendukung pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi. Sedangkan perbandingan antara ketersediaan terhadap prasarana transportasi dan sarana transportasi berjalan tidak seimbang.
Menurut data dari Dinas Bina Marga dan Utilitas Kota Surabaya pertumbuhan rata-rata jalan di Kota Surabaya selama tiga tahun terakhir (2006 – 2008) sebesar 0% per tahun dan berdasarkan data dari Dispenda Jawa Timur rata-rata tingkat pertumbuhan kendaraan selama tiga tahun terakhir (2006 – 2008) di Kota Surabaya adalah sebesar 3,8% per tahun. Dari perbandingan di atas diketahui bahwa terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jalan. Ketidakseimbangan ini umumnya menyebabkan terjadinya kemacetan di ruas jalan utama Kota Surabaya, seperti pada Jalan Ahmad Yani, Jalan Basuki Rahmad, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Pemuda, Jalan Jemursari, Jalan Kalianak, Jalan Wiyung dan Jalan Raya Wonokromo.
Kota Surabaya dalam perkembangannya menjadi Surabaya Metropolitan Area (SMA) yang didukung oleh daerah-daerah penyangga (buffer zone) seperti Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo dan Lamongan memerlukan keselarasan dan keseimbangan dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang aman, nyaman, lancar, layak serta memadai. Surabaya Metropolitan Area merupakan kawasan yang mempunyai konsentrasi kegiatan sosial ekonomi yang sangat tinggi.
Berbagai kegiatan sosial ekonomi yang ada pada kawasan ini mempunyai skala pelayanan nasional dan internasional. Sistem transportasi merupakan derivated demand dari aktivitas sosial ekonomi masyarakat, oleh karena itu analisis sistem transportasi dan proyeksi perkembangannya di masa mendatang harus berpijak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama aspek geografis, perkembangan sosial dan ekonomi wilayah.
Hal ini berarti bahwa pola pergerakan penduduk di kawasan Surabaya Metropolitan Area harus diarahkan pada pola pergerakan yang berbasis angkutan publik. Disebabkan sistem transportasi di kawasan Surabaya Metropolitan Area adalah termasuk di dalam sistem transportasi nasional, yakni pada tataran transportasi wilayah. Maka konsekuensi yang harus dilakukan adalah identifikasi dan inventarisasi, evaluasi kelayakan dan peningkatan serta pengembangan pelayanan dari angkutan umum yang ada di kawasan Surabaya Metropolitan Area secara keseluruhan, mulai dari kawasan internal Kota Surabaya dan di daerah-daerah penyangga (buffer zone) yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo dan Lamongan.
STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG SURABAYA METROPOLITAN AREA (Sumber: Perda No.2 th.2006) Pengembangan Pelabuhan Tanjung Bulupandan
Penanganan Permasalahan Transportasi Perkotaan Di masa sekarang, kebijakan pembangunan nasional yang diarahkan dalam penanganan permasalahan transportasi perkotaan adalah dengan mengembangkan sistem transportasi massal yang tertib, lancar, aman, nyaman, efektif dan efisien serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat pemakai jasa transportasi. Kebijakan lainnya adalah meningkatkan sistem jaringan jalan antar kota agar proses transportasi dalam kota tidak terganggu dan dapat berfungsi dengan baik dalam melayani aktivitas lokal dan daerah sekitarnya dan mengembangkan integrasi dari inter-moda dan intra-moda sesuai menurut rencana pengembangan tata ruang kota berupa hubungan antara tata guna lahan dengan peningkatan jalur atau koridor transportasi massal sebagai pusat-pusat aktivitas baru.
Kebijakan transportasi kawasan perkotaan disinergikan dengan mengembangkan manajemen lalu lintas yakni mengoptimalkan fasilitas pengaturan lalu lintas yang ada berupa perbaikan pengaturan lalu lintas dan menghindari pembangunan fisik prasarana transportasi seperti pelebaran jalan atau pembangunan jalan baru.
Strategi dari manajemen lalu lintas dapat dijelaskan seperti berikut ini: 1. Sistem pengendalian lalu lintas (traffic controlling system), meliputi: a. Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada simpang bersinyal: (i). Optimalisasi pengaturan sinyal lalu lintas, dalam hal ini berupa pengaturan waktu siklus (cycle time), waktu sinyal hijau/merah (green time/red time) dan jumlah fase. (ii). Koordinasi antar simpang bersinyal, hal ini dimaksudkan agar kendaraan dapat langsung melewati beberapa simpang bersinyal yang berdekatan tanpa berhenti pada saat waktu sinyal hijau
b. Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada jalan yang berdekatan dengan simpang bersinyal: (i). Pengaturan arah ke kiri boleh terus, pada simpang bersinyal dibuat jalur khusus ke arah kiri yang terpisah sehingga arus lalu lintas ke arah kiri dapat langsung berbelok tanpa mengganggu arus lalu lintas yang lain.
Manajemen dan rekayasa lalu lintas pada penggunaan jalur segmen jalan dan sisi jalan: (i). Jalur pada segmen jalan yang dapat dibalik arah (contra-flow), ini dilakukan pada segmen jalan yang mempunyai volume lalu lintas tinggi saat jam puncak pagi atau sore dan diterapkan pada salah satu lajur. (ii). Jalur khusus untuk angkutan umum, jalur ini dibuat pada sisi kiri atau kanan segmen jalan yang berfungsi untuk meningkatkan mobilitas angkutan umum lebih cepat dari kendaraan pribadi sehingga dapat mempertinggi daya tarik angkutan umum
(iii). Larangan parkir dan pembatasan waktu parkir, dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas jalan terutama pada saat-saat jam puncak atau jam sibuk (iv). Penempatan halte bis, apabila direncanakan fasilitas halte bis di sisi jalan berdekatan pada segmen jalan yang sibuk maka sebaiknya lokasi halte bis harus dibuat teluk bis sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas lainnya.
2. Modifikasi angkutan umum (public transportation modification) meliputi: a. Perbaikan operasional angkutan umum, yang dilakukan dengan cara: (i). Modifikasi jalur bis kota, peninjauan kembali jalur-jalur bis kota yang ada dan evaluasi fasilitas halte eksisting (ii). Modifikasi jadwal perjalanan bis kota, peninjauan jadwal perjalanan dan kemungkinan penambahan atau pengurangan frekuensi perjalanan serta ketepatan waktu perjalanan
(iii). Pengelolaan penumpang, perlu ditinjau jumlah penumpang pada jam sibuk maupun pada jam biasa dan kemungkinan penambahan kapasitas apabila diperlukan (iv). Pengelolaan pembayaran tiket angkutan, perlu ditentukan cara pembayaran tiket yang paling efisien sehingga tidak mengganggu perjalanan dan tidak mengurangi kenyamanan penumpang.
b. Pengelolaan perpindahan moda transportasi, dilakukan dengan cara: (i). Letak fasilitas halte eksisting, perlu diidentifikasi apakah letak halte yang ada sudah cukup strategis dan memenuhi syarat untuk pengguna jasa transportasi berpindah dari satu jenis moda angkutan ke moda angkutan yang lain (ii). Penambahan fasilitas park and ride, memberikan fasilitas parkir untuk kendaraan pribadi di terminal bis, stasiun kereta api atau bandar udara bagi pengguna jasa transportasi yang ingin meneruskan perjalanan dengan angkutan umum (iii). Integrasi antar moda, dengan keterpaduan antar moda transportasi memungkinkan orang untuk melakukan perpindahan dari moda yang satu ke moda lain pada suatu fasilitas transportasi lengkap.
c. Pengelolaan angkutan umum berdasarkan jenis, kualitas dan kapasitas dilakukan dengan cara: (i). peningkatan mutu dan performa dari angkutan umum yang mempunyai kapasitas sedang dan besar, seperti mikrobus dan bus kota dengan pengadaan kendaraan baru untuk angkutan dan pemeliharaan kendaraan angkutan yang ada secara rutin dan berkala. (ii). modifikasi konfigurasi tempat duduk pada angkutan umum bus kota dan penambahan pendingin udara untuk meningkatkan kenyamanan penumpang dalam perjalanan.
(iii). penambahan kapasitas penumpang pada bus kota yang akan direncanakan menjadi BRT (bus rapid transit) dengan ‘articulated bus’ atau bus gandeng sesuai menurut jumlah demand yang ada. (iv). peningkatan mutu dan performa dari angkutan umum kereta api komuter eksisting yang akan direncanakan menjadi LRT (light rail transit) atau perencanaan moda yang sama sekali baru.
Permasalahan Angkutan Umum dan Usaha Perbaikannya Berikut ini akan diuraikan beberapa permasalahan kemacetan di daerah perkotaan yang ditimbulkan oleh keberadaan angkutan umum (Tamin, 2000): a. Seluruh wilayah kota harus dapat terjangkau oleh pelayanan angkutan umum. Jika terdapat suatu daerah yang tidak terjangkau maka dapat dipastikan penduduk yang berada di daerah tersebut akan terpaksa menggantungkan dirinya pada angkutan pribadi (hal ini jelas tidak akan menguntungkan bagi kapasitas jalan yang terbatas). Oleh sebab itu trayek harus direncanakan sedemikian rupa dengan memperhatikan pola tata guna tanah, pola penyebaran penduduk dan pola kebutuhan pergerakan.
b. Jumlah armada yang beroperasi dan ‘time headway’ atau frekuensi pada masing – masing rute / trayek harus diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan pergerakan yang terjadi (pada jam sibuk dan jam tidak sibuk). Tidak adanya perencanaan dan pengaturan izin trayek yang baik menyebabkan terdapatnya rute ‘gemuk’ dan rute ‘kurus’ dan jumlah armada yang tidak optimal sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian pola operasi harus diubah sedemikian rupa dari operasi ‘profit oriented’ menjadi bersifat ‘service oriented’. Pengguna sistim setoran juga menambah permasalahan kemacetan karena para operator angkutan umum berusaha berebut penumpang agar target setorannya tercapai.
Tidak teraturnya operasi kendaraan angkutan umum selalu dipermasalahkan sebagai salah satu penyebab ketidakteraturan lalu lintas. Setiap jenis kendaraan umum harusnya memiliki fungsi tersendiri dan beroperasi di daerah yang sesuai dengan ukuran dan kapasitas jaringan jalan yang akan dilaluinya. Salah satu cara untuk mengefisienkan penggunaan ruang jalan agar tidak terjadi tumpang tindih antara moda bis kota dengan moda angkutan kota dan mengurangi akumulasi jumlah angkutan kota dan bis kota di pusat kota adalah dengan menata kembali rute angkutan umum (bis kota dan angkutan kota).
d. Rute angkutan umum yang baik harus dapat memenuhi kepentingan kedua belah pihak yaitu penumpang (user) dan operator (swasta dan pemerintah). Untuk dapat memenuhi kedua belah pihak maka penyusunan rute angkutan umum berdasarkan pada pola asal – tujuan pergerakan, ongkos perjalanan minimum, efisiensi sistim lalu lintas kota dan kebijaksanaan pemerintah daerah. Agar menghasilkan kesesuaian pelayanan angkutan umum dengan aktifitas kota secara keseluruhan, maka perlu pula dipertimbangkan secara menyeluruh tentang pola tata guna tanah, pola jaringan jalan, pola penyebaran penduduk, pola kebutuhan pergerakan dan lain lain.
e. Selain penataan rute angkutan umum, lokasi terminal dan shelter, tingkat pelayanan angkutan umum (kenyamanan dan keselamatan) juga harus perlu diperhatikan. Akan tetapi, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah masalah kedisiplinan dari para pengendara angkutan umum dan aparat penegak hukum. Banyak ahli yang menyatakan bahwa masalah kemacetan di kota-kota besar disebabkan karena rendahnya tingkat disiplin para pemakai jalan dan aparat penegak hukum lalu lintas.
Kondisi Transportasi Eksisting di Kota Surabaya Permasalahan dalam hal transportasi di Kota Surabaya yang dapat diidentifikasi pada saat ini adalah: 1. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan prasarana transportasi (jalan) yang ada dengan sarana transportasi (kendaraan bermotor), sehingga menyebabkan kemacetan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1. Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan, Kondisi Jalan Beraspal dan Kelas Jalan selama tahun 2006 - 2008 U r a i a n/ 2006 2007 2008 Description (1) (2) (3) (4) 1. Jenis Permukaan/ a. Beton/Concrete 10.98 341.00 b. Aspal/Asphalt 2,024.97 2,965.00 c. Kerikil/Gravell - 14.00 d. Tanah/Land 13.00 Jumlah/Total 2,035.95 3,333.00 2. Kondisi Jalan/(Beraspal)/ Asphalt Road Condition Baik/Good 1,734.80 3,165.00 Sedang/Moderate 205.00 139.00 Rusak/Damaged 80.00 15.00 Rusak Berat/Heavy 16.14 Damaged 2,035.94 3. Kelas Jalan/ Road Classifications Arteri Primer 80.71 Arteri Sekunder 76.95 37.00 Kolektor Primer 158.45 Kolektor Sekunder 255.88 102.00 e. Lokal 1,404.67 3,105.75 f. Khusus 59.25 2,035.91 Sumber : Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya
Berdasarkan tabel 1. rata-rata pertumbuhan jalan di Kota Surabaya selama tiga tahun terakhir adalah sebesar 0% per tahun. Sedangkan besar pertumbuhan sarana transportasi (kendaraan bermotor) selama tiga tahun terakhir (tahun 2006 – 2008) dapat dilihat pada tabel 2. berikut:
Jenis Kendaraan Bermotor Tabel 2. Jumlah Kendaraan Bermotor (Pribadi dan Umum) di Kota Surabaya No. Jenis Kendaraan Bermotor Tahun 2006 2007 2008 1. Sepeda Motor 5.627.408 6.237.982 6.914.803 2. Kendaraan pribadi 608.342 621.726 635.404 3. Kendaraan bus 14.652 14.916 15.184 4. Kendaraan angkutan barang 306.489 313.416 320.500 5. Mobil penumpang umum 14.700 14.965 15.234 6.571.591 7.203.005 7.901.125 Sumber: Dispenda Jawa Timur
Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Surabaya adalah 3,8% per tahun. Jadi berdasarkan tabel 1 dan 2 di atas terlihat bahwa terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan prasarana jalan dan sarana transportasi.
2. Keterbatasan akses dari dan menuju pusat Kota Surabaya sehingga tertumpu pada Jalan Ahmad Yani dan Jalan Kalianak. Kedua koridor ini melayani arus lalu lintas terusan (through traffic) yang melewati jalur arteri primer. Ruas jalan yang terhubung oleh koridor keluar dan masuk Kota Surabaya adalah: a. Koridor Selatan (masuk): Jalan Raya Trosobo – Jalan Raya Kletek – Jalan Raya Medaeng – Jalan Ahmad Yani b. Koridor Selatan (keluar): Jalan Raya Wonokromo – Jalan Ahmad Yani – Jalan Raya Medaeng – Jalan Raya Kletek – Jalan Raya Trosobo c. Koridor Utara (masuk): Jalan Romokalisari – Jalan Kalianak – Jalan Greges – Jalan Gresik – Jalan Demak d. Koridor Utara (keluar): Jalan Demak – Jalan Gresik – Jalan Kalianak – Jalan Romokalisari
Gambar 1. Kondisi Jalan Ahmad Yani yang cukup padat
Gambar 2. Kondisi Jalan Ahmad Yani yang cukup padat
Gambar 3. Kondisi Jalan Raya Wonokromo pada jam puncak sore
Gambar 4. Kondisi Jalan Gresik – Jalan Greges arah keluar kota
3. Penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu besar sehingga menyebabkan ketidakefisienan dalam pemakaian ruas jalan. 4. Masih rendahnya kualitas pelayanan angkutan umum. Kualitas pelayanan angkutan umum menjadi salah satu kunci pelayanan kebutuhan transportasi masyarakat dan akan sangat berperan mengurangi volume kendaraan pribadi, artinya pelayanan angkutan umum yang baik akan sangat signifikan mengurangi volume kendaraan pribadi. Hal ini ditandai dengan kondisi fakta bahwa sampai saat ini baru golongan masyarakat tingkat menengah ke bawah yang menggunakan jasa angkutan umum.
Angkutan umum masih dirasa kurang menarik karena banyak terdapat kekurangannya, antara lain dari segi: Kenyamanan Keamanan Kecepatan Ketepatan Kemudahan Frekuensi dan keberangkatan tidak terjadwal dan terintegrasi (dalam hal perpindahan penumpang, efisiensi operasi rendah, sering terjadi gangguan lalu lintas dan pelayanan hanya di daerah padat) tarif tidak sesuai dengan ketentuan sebagian besar kendaraan sudah tidak layak beroperasi pengelolaan jasa transportasi dimiliki perseorangan sistem setoran (berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan) tidak ada pengembangan trayek infrastruktur pendukung tidak cukup tersedia (fasilitas pendukung transportasi seperti terminal dan halte yang memadai)
Gambar 5. Kondisi bis kota yang sudah tidak memadai
Gambar 6. Angkutan umum mikrolet dengan operasional sistem setoran
5. Kurang baiknya tingkat pelayanan angkutan umum yang terlihat dari tingginya tingkat perpindahan moda transportasi sebanyak lebih dari 2 kali sehingga pengguna jasa cenderung menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi 6. Masih adanya penggunaan jalan yang di luar fungsinya seperti parkir di sisi jalan (on street parking), dan tingkat disiplin masyarakat dalam berlalu lintas yang kurang seperti angkutan umum yang menaikkan atau menurunkan penumpang di sisi jalan yang berdekatan dengan rambu larangan berhenti.
7. Tidak adanya pengelolaan pemakaian jalan secara efektif dalam pengaturan kendaraan berat yang masuk kawasan kota pada jam-jam sibuk sehingga mempengaruhi berkurangnya kapasitas jalan dan umur rencana jalan. 8. Kurangnya fasilitas yang memadai bagi pejalan kaki berupa perbaikan trotoar eksisting dan pengaturan pemakaian jalan bagi pengendara kendaraan tidak bermotor dengan perencanaan jalur khusus sepeda (bikeway) serta melarang becak atau kendaraan tak bermotor lain (gerobak, cikar, dan sebagainya) memasuki jalan utama di kawasan kota.
Dari identifikasi dengan dasar anggapan yakni terdapat ketidakseimbangan antara pertumbuhan prasarana jalan (0%) dan sarana transportasi (3,8%) maka kemungkinan perencanaan sistem transportasi di Kota Surabaya yang terbaik untuk dilaksanakan adalah pola pergerakan penduduk berbasis angkutan umum (public transportation based). Sehingga program perencanaan yang sesuai adalah dengan menerapkan pola transportasi makro (PTM) yakni merupakan aplikasi dari sistem transportasi massal yang mengintegrasikan peningkatan dari sistem transportasi umum yang telah ada yakni BRT (bus rapid transit) dari bis kota, LRT (light rail transit) yaitu pengembangan dari kereta api komuter untuk dalam kota Surabaya, dan MRT (mass rapid transit) yaitu pengembangan dari kereta api komuter untuk lintas antar daerah penyangga yakni yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo dan Lamongan.
Solusi Pemecahan Masalah Transportasi di Kota Surabaya Beberapa solusi yang dapat dikemukakan dalam rangka mengatasi problem transportasi di Kota Surabaya antara lain adalah: 1. Besarnya perkembangan kebutuhan pelayanan transportasi, baik dalam kota maupun antar kota, khususnya arus komuter, yang belum diimbangi dengan pelayanan yang memadai. Sehingga perlu adanya identifikasi terhadap kebutuhan transportasi (transportation demand) di kawasan perkotaan khususnya di Kota Surabaya.
Menurut Hutchinson (1974), ada lima kategori utama dalam pemenuhan kebutuhan transportasi di kawasan perkotaan, yakni: 1. Perjalanan di sepanjang rute melingkar yang difokuskan pada kawasan bisnis dan perdagangan (commercial and business district) 2. Perjalanan di sepanjang rute melingkar 3. Perjalanan di daerah-daerah luar kawasan perkotaan yang menjadi daerah penyangga 4. Perjalanan di dalam kawasan bisnis dan perdagangan (commercial and business district) 5. Perjalanan yang menghubungkan pusat kegiatan atau aktivitas utama Dengan pembagian ini dapat ditentukan jenis moda transportasi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan transportasi di Kota Surabaya yang disesuaikan menurut pola transportasi makro.
2. Mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi menggunakan angkutan atau transportasi publik dengan syarat harus ada peningkatan dalam pelayanan transportasi publik saat ini. Lebih lanjut diarahkan pada perencanaan sistem transportasi massal (BRT, LRT dan MRT) dengan pembangunan jaringan lintasan sistem angkutan massal cepat (AMC) terpadu tersebut.
Sistem angkutan massal cepat eksisting di Kota Surabaya yang mempunyai potensi untuk ditingkatkan pelayanannya adalah Kereta Api Komuter Surabaya – Sidoarjo (Su-Si), Kereta Api Komuter Surabaya – Porong (Su-Po), Kereta Api Komuter Surabaya – Mojokerto (Suro-Kerto) dan Kereta Api Komuter Surabaya – Lamongan (Su-Lam). Berikut ini adalah peta jalur eksisting dan gambar dari KA Komuter Kereta Api Komuter Surabaya – Sidoarjo (Su-Si), Kereta Api Komuter Surabaya – Porong (Su-Po), dan Kereta Api Komuter Surabaya – Lamongan (Su-Lam)
Gambar 7. Peta Jalur eksisting KA Komuter Surabaya – Lamongan, KA Komute Surabaya – Porong dan KA Komuter Surabaya – Sidoarjo
Gambar 8. Kereta Api Komuter Surabaya - Sidoarjo
Gambar 9. Kereta Api Komuter Surabaya – Porong
Gambar 10. Kereta Api Komuter Surabaya – Mojokerto
Gambar 11. Kereta Api Komuter Surabaya – Lamongan
Sedangkan BRT (bus rapid transit) direncanakan sebagai peningkatan dan pengembangan dari angkutan umum bis kota eksisting dengan pertimbangan sebagai berikut: Desain fleksibel yakni disesuaikan kondisi lingkungan, teknis lapangan, sosial, ekonomi dan budaya setempat Initial cost dan maintenance cost rendah Implementasi dapat bertahap sesuai ketersediaan sumber daya Bisa digabung dengan pedestrianisasi Jumlah rute dalam satu kota dapat dioptimalkan Cocok untuk rute-rute utama dalam kota karena sistem pengoperasiannya ulang-alik (tidak membutuhkan ruang yang luas). Mampu meningkatkan citra angkutan umum untuk menarik minat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum untuk melakukan kebutuhan pergerakannya Hemat energi dan ramah lingkungan karena direncanakan menggunakan bahan bakar gas (BBG)
Selanjutnya BRT yang direncanakan harus memenuhi persyaratan, yakni: Jalur BRT harus dapat menaikkan kecepatan dalam perjalanan karena mempunyai right of way A atau mempunyai prioritas utama Kapasitas BRT harus cukup untuk mengantisipasi demand sehingga harus dirancang secara hati-hati berdasarkan demand penumpang. Kualitas pelayanan bus harus ditingkatkan Kecermatan dalam perencanaan rute utama dan rute dari feeder BRT
Dari segi tinjauan perencanaan, BRT mempunyai karakteristik tertentu yakni: 1. Pengoperasian BRT menganut prinsip manajemen: ”Buy the Service”, dengan ciri antara lain: a. Tidak menggunakan sistem setoran, b. Operator hanya berkonsentrasi pada performa pelayanan c. Mempunyai standar pelayanan tertentu (penyediaan halte khusus) 2. Biaya operasi per penumpang/km lebih murah 3. Optimalisasi pemakaian ruang jalan 4. Pembangunan cepat, murah dan fleksibel
Gambar 12. Rencana Sistem Jaringan BRT di Kota Surabaya Pada gambar 12. berikut ditunjukkan rencana sistem jaringan BRT di Kota Surabaya: Gambar 12. Rencana Sistem Jaringan BRT di Kota Surabaya
5. Melakukan traffic demand management guna menyeimbangkan antara tingkat permintaan dan kebutuhan akan pelayanan jasa transportasi (balance of supply and demand) dengan mengutamakan angkutan umum karena lebih efisien dalam aspek konsumsi BBM, penggunaan ruas jalan dan mengurangi tingkat polusi udara.
6. Melakukan penataan dan pengembangan pada jalur angkutan publik berbasis rel, yakni dengan: Penataan Stasiun Kereta Api Kandangan, Tandes, Surabaya Pasar Turi, Surabaya Kota, Gubeng, Wonokromo, Waru, Gedangan, dan Sidoarjo. Penataan Stasiun Kereta Api Lamongan, Duduk Sampeyan, Cerme, Benowo, Tanggulangin, Porong, Sepanjang, Boharan, Krian, Kedinding, Tarik, dan Mojokerto. Penyambungan jalur dari Stasiun Pasar Turi – Stasiun Surabaya Gubeng. Peniadaan persimpangan sebidang jalur kereta api sebagai sumber kemacetan dan kecelakaan pada rute Stasiun Pasar Turi – Stasiun Surabaya Gubeng – Stasiun Waru dengan cara pembangunan ‘double track elevated railway’ dari Stasiun Pasar Turi – Waru melalui Stasiun Surabaya Kota – Stasiun Surabaya Gubeng.
Pembangunan Rute Waru – Bandar Udara Internasional Juanda yang menghubungkan antara pusat kota dan bandar udara dengan ‘double track elevated railway’. Pembangunan jalur ganda atau double track dimulai dari Dipo Sidotopo – Stasiun Surabaya Gubeng – Wonokromo – Mojokerto, Wonokromo – Sidoarjo – Porong, dan Stasiun Pasar Turi – Lamongan. Pembangunan stasiun ‘elevated railway’ pada Stasiun Pasar Turi, Stasiun Surabaya Kota hingga Stasiun Waru. Peningkatan integrasi dan sinergi antara moda transportasi kereta api dengan moda transportasi lain. Perbaikan dipo pusat pemeliharaan dan perbaikan kereta api yang ditempatkan di Sidotopo.
Rencana Perbaikan Stasiun dan Jalan Kereta Api di Kota Surabaya STA. LAMONGAN STA. PASAR TURI STA. SURABAYAKOTA STA. KANDANGAN STA. GUBENG STA. WONOKROMO JUANDA AIRPORT STA. SIDOARJO STA. TARIK STA. MOJOKERTO STA. WARU DIPO KA SIDOTOPO Kandangan – Waru (+ Sidotopo) :UNIT 1 (42km) Waru – Sidoarjo Kandangan – Lamongan Wonokromo – Mojokerto Tarik – Sidoarjo Waru – Juanda Airport
Gambar 13. Dipo Kereta Api Sidotopo Surabaya
Gambar 14. Dipo Kereta Api Surabaya – Pasar Turi
Gambar 15. Ilustrasi rencana angkutan LRT Kota Surabaya
5. Meningkatkan dan membangun prasarana transportasi berupa jalan yang memadai serta mampu menampung arus pergerakan lalu lintas dengan pembangunan jalan lingkar timur dan barat Surabaya (Middle Eastern Ring Road dan Middle Western Ring Road) 6. Melakukan pembatasan terhadap umur pemakaian kendaraan pada angkutan umum untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum dan pada kendaraan pribadi untuk mengurangi tingkat polusi udara. 7. Menerapkan jam masuk ke kawasan kota bagi angkutan barang di luar jam sibuk (06.00 – 09.00 dan 16.00 – 19.00 WIB)
RENCANA JARINGAN JALAN UTAMA DI KOTA SURABAYA
8. Peningkatan jalur pedestrian yang direncanakan secara sinergis dengan fasilitas prasarana transportasi dan perencanaan jalur bikeway di kawasan bisnis dan perdagangan (CBD) Surabaya, seperti di Jalan Basuki Rahmat – Embong Malang – Tunjungan. 9. Penataan dan penertiban angkutan tak bermotor berupa becak di Kota Surabaya dengan larangan memasuki kawasan bebas becak. 10. Pengaturan dan pengelolaan parkir di kawasan bisnis dan perdagangan dengan merencanakan lahan parkir khusus atau fasilitas gedung parkir untuk mereduksi intensitas parkir kendaraan di sisi jalan (on street parking)
Kesimpulan Sebagai kesimpulan dapat dijelaskan tentang solusi utama bagi penanganan masalah transportasi di Kota Surabaya, yakni: Pengembangan transportasi massal. Pembangunan angkutan umum di wilayah Surabaya Metropolitan Area merupakan salah satu prioritas yang sangat strategis. Hal ini disebabkan Surabaya Metropolitan Area merupakan wilayah yang berkembang dengan pesat, maka kebutuhan akan pelayanan transportasi menjadi sangat besar. Dengan terbatasnya lahan di Kota Surabaya, maka pemenuhan kebutuhan perumahan dan pengembangan kegiatan industri hanya dapat dilakukan di luar Kota Surabaya, antara lain di Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan Bangkalan. Ini berarti interaksi sosial ekonomi antara Kota Surabaya dengan wilayah sekitarnya, dalam skala Surabaya Metropolitan Area akan semakin tinggi.
Mengingat keterbatasan pembangunan jaringan jalan raya (road way), apabila dibandingkan dengan besarnya perkembangan volume pergerakan kendaraan atau lalu lintas, maka alternatif penyelesaiannya adalah pengembangan pelayanan angkutan umum massal. Pengembangan angkutan massal untuk Surabaya Metropolitan Area adalah sebagai berikut: a. Pengembangan angkutan kereta api komuter, Pengembangan kereta api komuter merupakan alternatif yang paling potensial, terutama dengan telah adanya jaringan rel kereta api yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan angkutan komuter, terutama untuk ruas : Surabaya – Sidoarjo – Porong Surabaya – Mojokerto Surabaya – Lamongan
Pengembangan bus kota dengan wilayah pelayanan Surabaya Metropolitan Area, yang pengembangannya diharapkan dapat saling melengkapi dengan pengembangan kereta api komuter, dan tidak bersifat saling bersaing. Pengembangan bus kota ini perlu dilakukan pada seluruh jalan utama, sehingga ukuran kendaraan dapat disesuaikan dengan lebar jalan, misalnya dengan mikrobis, dan lain sebagainya. Selanjutnya ke depan, pengembangan bus kota diarahkan pada perencanaan sistem BRT (bus rapid transit).
Intermoda dan antar moda. Berbagai jenis pelayanan angkutan umum yang ada di Surabaya Metropolitan Area perlu diintegrasikan dalam suatu sistem pelayanan yang saling mendukung. Hal ini dsebabkan tidak mungkin seseorang yang melakukan perjalanan hanya menggunakan satu moda angkutan umum. Misalnya moda angkutan umum pesawat terbang tentu membutuhkan moda lain untuk mengangkut penumpang dari tempat lain menuju bandar udara. Bahkan seringkali seseorang melakukan perjalanan menggunakan beberapa jenis moda angkutan agar bisa sampai di tujuan. Oleh karena itu integrasi antar moda sangat diperlukan, yang implikasinya akan memerlukan koordinasi lintas instansi antar pengelola berbagai moda angkutan maupun dengan pemerintah daerah. Misalnya pada angkutan kereta api komuter Surabaya – Sidoarjo, tentu memerlukan pelayanan angkutan umum lainnya sebagai feeder, mengangkut penumpang dari/ke halte kereta api ke/dari lokasi lain. Dengan demikian maka dalam pengoperasian kereta api komuter diperlukan kerjasama dengan Pemerintah Kota Surabaya dalam sinkronisasi dengan pembangunan infrastruktur akses menuju halte, penyediaan angkutan kota sebagai feeder dari/ke stasiun kereta api.
Pengembangan Infrastruktur Jaringan Transportasi Jaringan jalan raya (road way) Diprioritaskan pada upaya mengurangi kepadatan lalu lintas dan tentunya membentuk struktur wilayah dan kota sesuai dengan kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan, dalam hal ini diarahkan pada penyelesaian jalan lingkar timur dan jalan lingkar barat Surabaya.
Jaringan jalur kereta api (railway), baik untuk angkutan regional (antar propinsi), dalam propinsi, dan komuter. Dengan meningkatnya volume lalu lintas perjalanan kereta api, maka diharapkan dapat dikembangkan double track untuk rute-rute padat. Prioritas pembangunan jaringan jalur kereta api yang terkait dengan pengembangan sistem transportasi Surabaya Metropolitan Area adalah: Ruas Surabaya – Sidoarjo – Porong Ruas Surabaya – Mojokerto Ruas Surabaya – Lamongan
Serta melakukan peniadaan persimpangan sebidang jalur kereta api sebagai sumber kemacetan dan kecelakaan pada rute Stasiun Pasar Turi – Stasiun Surabaya Gubeng – Stasiun Waru dengan cara pembangunan ‘double track elevated railway’ dari Stasiun Pasar Turi – Waru melalui Stasiun Surabaya Kota – Stasiun Surabaya Gubeng dan pembangunan Rute Waru – Bandar Udara Internasional Juanda yang menghubungkan antara pusat kota dan bandar udara.