Apakah Etika Itu?
Ethos, Etika, dan Moral Tiga Makna Etika Etika dan etiket Moral dan amoral Moralitas Etika deskriptif dan normatif Hukum dan moral
Ethos, Etika, dan Moral Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal memiliki sejumlah arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir Dalam bentuk jamak (ta etha) berarti: adat kebiasaan Dari asal-usul kata-kata ini, “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”, yang berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores), yang juga bermakna: kebiasaan, adat
Tiga Makna Etika Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (“sistem nilai”) Kumpulan asas atau normal moral (kode etik) Ilmu tentang yang baik atau buruk (filsafat moral) Moral sama dengan etika: Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya Moralitas: sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk
Amoral dan Immoral Amoral: tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis, non- moral Immoral: bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis Jadi, kata amoral sebaiknya diartikan sebagai “netral dari sudut moral” atau “tidak memiliki relevansi etis”
Etika dan Etiket (1) Etika berarti moral Etiket berarti tata krama atau sopan santun Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia Etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif Artinya: memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan
Etika dan Etiket (2) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia; etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri Etiket hanya berlaku dalam pergaulan; etika tidak tergantung pada kehadiran orang lain Etiket bersifat relatif; etika jauh lebih absolut Etiket bersifat lahiriah; etika menyangkut manusia dari segi dalam
Moralitas: Ciri Khas Manusia Moralitas: ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk di bawah tingkat manusia Keharusan alamiah dan keharusan moral Hukum moral tidak dijalankan “dengan sendirinya” Hukum moral merupakan semacam imbauan kepada kemauan manusia Hukum moral mengarahkan diri kepada kemauan manusia dengan menyuruh dia untuk melakukan sesuatu Keharusan moral adalah kewajiban Moralitas selalu mengandaikan adanya kebebasan
Etika: Ilmu tentang Moralitas Etika: ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas Etika: ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral Tiga pendekatan yang dipakai: Etika deskriptif Etika normatif Metaetika
Etika Deskriptif Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik-buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan Etika deskriptif hanya melukiskan, tidak memberi penilaian Etika deskriptif termasuk ilmu pengetahuan empiris, dan bukan filsafat
Etika Normatif Etika normatif meninggalkan sikap netral dengan mendasarkan pendiriannya atas norma Norma-norma yang diterima suatu masyarakat atau diterima seorang filosof berani ditanyakan: apakah norma-norma itu benar atau tidak? Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar- tidaknya tingkah laku atau anggapan moral Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip- prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik
Etika Normatif: Etika Umum dan Etika Khusus Etika umum memandang tema-tema umum, seperti: apa itu norma etis? Jika ada banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain? Etika khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus Dalam etika khusus, premis normatif dikaitkan dengan premis faktual untuk sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif juga → etika terapan Contoh: Dilarang keras membunuh manusia yang tidak bersalah Abortus provocatus adalah pembunuhan terhadap manusia yang tidak bersalah Jadi, abortus provocatus dilarang keras
Metaetika (1) Hal yang dibahas bukan moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan di bidang moralitas Metaetika seolah-olah bergerak lebih tinggi daripada perilaku etis, yakni taraf “bahasa etis” atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral (etika analitis) The is/ought question: apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual Jika sesuatu ada atau sesuatu kenyataan (is: faktual), apakah dapat disimpulkan sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought: normatif)
Metaetika (2) Dengan menggunakan peristilahan logika dapat dapat ditanyakan juga apakah dari dua premis deskriptif bisa ditarik suatu kesimpulan preskriptif Kalau satu premis preskriptif dan premis lain deskriptif, kesimpulannya pasti preskriptif Contoh: Setiap manusia harus menghormati orang tuanya (premis preskriptif) Lelaki ini adalah orang tua saya (presmis deskriptif) Jadi, lelaki ini harus saya hormati (kesimpulan preskriptif)
Konklusi Pendekatan non-filosofis adalah etika deskriptif Pendekatan filosofis bisa sebagai etika normatif dan bisa juga sebagai metaetika atau etika analitis Dalam pendekatan normatif, diambil suatu posisi (standpoint moral) → terjadi dalam etika normatif (umum/khusus) Dalam pendekatan non-normatif, si peneliti tinggal netral terhadap setiap posisi moral, terjadi dalam etika deskriptif dan metaetika
Hakikat Etika Filosofis Pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain Etika adalah refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia sejauh berkaitan dengan norma Etika: refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk Etika adalah ilmu, tapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu empiris
Peranan Etika dalam Dunia Modern Ada tiga ciri menonjol dalam dunia modern, yakini: Adanya pluralisme moral Timbulnya masalah-masalah etis baru, terutama disebabkan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu biomedis Kepedulian etis yang bersifat universal
Moral dan Agama Di bidang moral kesepakatan antar-agama jauh lebih mudah tercapai daripada di bidang dogmatik (pendangan tentang Allah, tentang hubungan antara Allah dan dunia, dan seterusnya) Munculnya sekularisasi Dostoyevski: “Seandainya Allah tidak ada, semuanya diperbolehkan.” Jean-Paul Sartre (1905-1980) menolak perkataan Dostoyevski itu Tidak benar bahwa bagi orang yang tidak beragama semua diperbolehkan
Moral dan Hukum (1) Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara kurang lebih sistematis disusun dalam kitab undang-undang Norma moral lebih bersifat subyektif dan akibatnya lebih banyak “diganggu” oleh diskusi-diskusi yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap etis atau tidak etis Hukum maupun moral mengatur tingkah laku manusia Namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja (legalitas) Moral menyangkut juga sikap batin seseorang (moralitas)
Moral dan Hukum (2) Sanksi yang berasal dari hukum sebagian terbesar dapat dipaksakan Norma-norma etis tidak dapat dipaksakan, sebab paksaan hanya mampu menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan-perbuatan etis justru berasal dari dalam Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara Moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi kalangan individu dan masyarakat Masalah etika tidak bisa diputuskan dengan suara terbanyak Moral menilai hukum, dan bukan sebaliknya